Thursday 17 July 2014

Tradisi Berburu dan Bakar di Nagekeo (2)

Kesempatan Mendapatkan Jodoh



Hasil panen yang masih disimpan di atas loteng tersebut satu- persatu diberikan kepada gerombolan babi hutan. Semakin diberi makan, semakin banyak babi hutan yang datang.

Hari semakin malam, babi hutan semakin bertambah banyak dan mengerumuni kedua gadis yang berada di atas loteng lumbung makanan milik orangtuanya.

Lama-kelamaan makanan yang ada pun habis. Babi hutan-babi hutan itu semakin ganas. Kedua gadis tersebut dihantui berbagai perasaan takut. Mereka terjebak di atas loteng. Mereka dihantui oleh berbagai kebingunan dan tidak bisa pulang ke kampung. Sementara babi hutan mulai mengamuk dan merubuhkan lumbung makanan.

Saat tiang-tiang lumbung digigit hingga putus dan jatuh, kedua gadis tersebut tidak bisa memberikan perlawanan. Tidak ada lagi makanan yang bisa disantap oleh gerombolan babi hutan. Dengan ganas dan lahap akhirnya kedua kakak beradik itu menjadi santapan malam babi hutan. Kemudian gerombolan babi hutan meninggalkan tempat itu dan kembali ke hutan.

Pada pagi harinya, orangtua kedua gadis itu pergi menyusul ke kebun untuk mencari mereka. Namun tidak ditemukan kedua anak gadis yang sudah tidak kembali ke rumah sejak malam. Mereka kaget saat melihat lumbung makanan sudah rubuh dan tidak ada makanan yang tersisa.

"Waktu itu terdapat dua orang anak gadis yang dimangsa oleh babi hutan. Pada pagi harinya, saat dicari orangtuanya di kebun, hanya rambut dan gelang tangan yang tersisa,"  kata Meze dan Ladja.

Orangtua kedua gadis itu kemudian mengumpulkan sisa-sisa helai rambut dan gelang tangan anak-anak gadisnya. Sesudah mengumpulkan rambut dan gelang tangan, dengan perasaan sedih bercampur amarah dia kembali ke kampung.

Para mosalaki di seluruh Nagekeo kemudian diundang untuk membicarakan hal itu. Seluruh warga sepakat untuk berburu dan berperang melawan babi hutan. Tombak, parang serta kuda dan anjing lalu dibawa untuk berburu babi hutan. Sebelum memburu babi hutan, mereka membakar hutan terlebih dahulu.

Babi hutan kemudian diburu. Tinggal satu ekor sebesar paha orang dewasa, namun gigi taringnya panjang sekali. "Dia berpesan seluruh anggota saya sudah habis. Kembalilah dan lihat tanda dari bulan dan bintang baru datang untuk berburu lagi," kata Meze.

Sejak saat itulah, setiap tahun pada musim kemarau warga Nagekeo melakukan perburuan pada bulan Agustus hingga Oktober. Hal ini biasanya berdasarkan tanda dari bulan dan bintang sesuai pesan dari babi hutan itu. Sebelum berburu hutan pun dibakar untuk menjebak babi hutan yang hendak diburu.

Saat berada di hutan, setiap suku dari berbagai kampung membuat tenda masing-masing. Setiap suku yang ikut berburu di hutan pasti datang bersama para pemuda dan juga gadis-gadisnya. Mereka membawa perlengkapan berupa tombak dan parang. Selain itu juga dibantu oleh kuda dan anjing pemburu.

Para lelaki dewasa ataupun gadis yang ikut di medan perburuan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan jodoh. Meskipun para perempuan dilarang berburu, ada juga pengecualiannya. Saat berangkat untuk berburu, kaum perempuan diam-diam bergabung dan hal ini akan dibiarkan.

Setiap kali berlangsung perburuan di hutan, para gadis yang ikut berburu merasa kagum dengan para pemuda. Hal ini sebagai awal dari ajang perjodohan. "Kalau ada pemuda yang jago menombak babi atau kuat dan lincah berkuda saat berburu, dia akan menjadi primadona para gadis," kata ketua Suku Deu, Yosep Meze. (john taena
/habis)

diterbitkan pos kupang
Sabtu, 31 Oktober 2009


No comments: