Thursday 17 July 2014

Program Perak di Ngada (3)


Operasi Nusa Hangus

BERBURU merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan warga di Kabupaten Ngada dan Nagekeo. Berburu bagi warga kedua kabupaten tersebut biasanya dilakukan tiap tahun pada musim panas. Sebelum berburu, biasanya terlebih dahulu dilakukan ritual adat dan pembakaran hutan. Hal ini juga sebagai pertanda sudah tiba waktunya bagi para petani membuka lahan untuk berkebun.

Konon, tradisi berburu dilakukan oleh leluhur mereka untuk berperang melawan babi hutan yang selalu merusak tanaman petani di kebun. Berbagai versi cerita tentang tradisi berburu ini pun diciptakan oleh leluhur warga kedua kabapaten ini. Namun dari cerita-cerita tersebut pada umumnya menyimpan pesan dan nilai-nilai moral kemanusiaan dan kebersamaan  yang harus tetap dijaga.


Pada zaman dahulu, biasanya hutan yang dibakar untuk berburu sudah ditentukan para tetua dan pemuka adat. Titik api pun sudah ditentukan batas-batasannya sehingga tidak merusak lingkungan.

Begitu juga dengan hasil buruan selalu dibagikan kepada warga sekampung untuk disantap bersama tak perduli besar kecilnya hasil buruan tersebut.
Kini, tradisi berburu di kedua daerah ini sudah mulai bergesar dari nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur mereka. Biasanya pada musim panas, ketika tiba saatnya untuk berburu, hutan pun dibakar.

Alasannya untuk memudahkan warga berburu babi hutan. Babi hutan lebih mudah dilihat, diburu dan  ditangkap. Selain dagingnya lezat bergizi, membasmi babi hutan sama dengan membasmi hama, membebaskan tanaman petani dari kerakusan babi hutan.

Tujuan lain dari pembakaran hutan pada musim berburu saat ini adalah untuk membuat tunas-tunas ilalang bertumbuh sehingga menjadi pakan ternak. "Operasi nusa hangus' ini yang merusak lingkungan dan menyebabkan tanah menjadi tandus.

"Padahal kita sudah himbau masyarakat untuk tidak membakar hutan tapi musim panas pasti mereka bakar," keluh Alexander Songkares, Kepala Desa Ria di
Kecamatan Riung Barat.

                                                                   ***
 

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngada, di bawah kepemimpinan Bupati Marianus Sae dan wakilnya Paulus Soliwoa telah meluncurkan Program
Perak (Pemeberdayaan Ekonomi Rakyat). Tujuan program tersebut sangat mulia yakni untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat.

Salah satu fokus program ini adalah pengembangan ternak; cocok dengan tekad Propinsi NTT yang mau menjadikan NTT sebagai propinsi ternak.

"Kita berharap tiga tahun lagi, angka kemiskinan sudah bisa diminimalisir melalui Program Perak," kata Bupati Marianus Sae di ruang kerjanya, belum lama ini.
Untuk program pengembangan ternak tersebut, Pemkab Ngada akan membeli bibit sapi bali sebanyak 1.932 ekor, 5.250 ekor babi dan 2.448 ekor kambing. Pengadaan sekitar 9.630 ternak tersebut dibiayai dengan dana Rp 22,5 miliar. Hal ini akan menambah populasi ternak di daerah tersebut menjadi sekitar 150.405 ekor.

Metode pengembangan dan pembagian ternak kepada para kepala keluarga (KK) miskin di daerah itu juga akan disesuaikan dengan pemetaan kawasan pengembangan ternak.

"Akan kita sosialisasikan sebelum pembagian dan juga dibuat semacam kontrak agar bantuan ini tidak diselewengkan.Ternak- ternak yang akan dibagikan kepada para KK miskin juga akan diberi tanda atau cap khusus," jelas Kepala Dinas Peternakan Ngada, Laurensius Ngiso Godja.

Daerah yang akan menjadi kawasan pengembangan ternak, katanya, adalah Kecamatan Aimere, Golewa, Riung, Riung Barat, Bajawa Utara, Wolomeze dan Soa, untuk pengembangan ternak besar. Sementara untuk ternak babi akan difokuskan di Kecamatan Jerebuu, Bajawa dan Kecamatan Golewa.

Paulus D Maku, anggota DPRD Ngada, mengatakan, Program Perak perlu dievaluasi. Alasannya, untuk menyukses program tersebut maka peningkatan SDM harus dipertimbangkan dan dibenahi. Selain itu, penguatan personel di lapangan dalam memback up program itu agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

"Kita DPR memang telah memberikan dukungan politik tapi bukan berarti tidak boleh dikawal lagi," kata Maku.
Diuraikan Maku, persoalan yang bakal dihadapi dalam program ini adalah pasokan pakan ternak. Karena itu perlu dipikirkan secara serius bagaimana menyediakan pakan ternak agar penerima bantuan tidak lagi kembali memelihara secara tradisional.

Masalah lainnya adalah ketersediaan stok obat dan vaksin. Juga perlu SDM yang bagus untuk melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan program ini.

"Bagaimana dengan personel yang bertugas untuk mengawasi? Contohnya tenaga kesehatan atau dokter hewan bagaimana," ujarnya.

Menurut Maku, data populasi ternak di Kabupaten Ngada bukan sedikit, namun cukup banyak. Persoalan lain yang dihadapi di lapangan adalah perilaku dan pola pikir masayarakat yang perlu diubah. Selain itu, pihak pemerintah juga perlu menyediakan stok obat dan vaksinasi sebesar 75 persen dari total populasi ternak di daerah itu.

Faktor-faktor tersebut harus dipikirkan jalan keluarnya seiring pelaksanaan program tersebut. Jika tidak maka Program Perak tidak akan menghasilkan apa-apa dan pemberdayaan ekonomi masyarakat guna mengentaskan kemiskinan masih sebatas wacana. (
john taena/ habis)

diterbitkan pos kupang
Minggu, 27 Februari 2011

No comments: