Saturday 27 June 2015

In Memoriam Ben Mboi


  • “Saya Telah Mencapai Point of No Return”
                                                                                                                                                            Istimewa
PRABOWO--Ketua DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, didampingi Ketua Komisi V DPR RI, Fary Dj Francis, mendoakan jenazah mantan Gubernur NTT, dr. Ben Mboi, di rumah duka di Jakarta, Selasa (23/6/2015). 
“Saya telah mencapai point of no return. Melihat ke belakang sekarang, saya memilih probabilitas hidup yang 40 tahun persen itu,” tulisnya dalam memoar Ben Mboi, Memoar seorang dokter, prajurit, pamong praja halaman 46.  

Apa yang disampiakan oleh Ben Mboi ini sebagai respons dari briefing terakhir  dari Panglima Operasi Mandala Mayor Jendral Soeharto Di Pangkalan Udara Amahai, Pulau Seram, Maluku, tanggal 23 Juni 1962.

“Tugas kalian cukup berat. Saya perkirakan sekitar 60 persen dari kalian tidak akan kembali dan hanya 40 persen yang bisa selamat. Yang merasa ragu – ragu sekarang masih dapat mundur…” kata Mayjen Soeharto. Nyatanya tak seorang pun dari 206 anggota pasukan gabungan yang akan diterjunkan ke belantara Irian Barat yang mengambil tawaran itu.

Ben Mboi baru saja lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan secara sukarela ikut operasi militer parakomando. Penerjunan dengan tiga C-130 hercules itu dipimpin kapten Benny Moerdani (29), selaku komandan Gugus Tugas Operasi Naga, dan Kapten Bambang Soepeno sebagai wakilnya.

Dalam biografi Benny Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis, yang ditulis Julius Pour disebutkan, penerjunan di malam itu tak sepenuhnya berlangsung mulus.  Setidaknya delapan orang tewas karena masuk rawa, seorang dibunuh penduduk, seorang lagi meninggal karena sakit, dan tujuh hilang. Sebaliknya Benny  dan pasukannya berhassil mengikat 500 marinir Belanda.

Secara keseluruhan, upaya mengembalikan wilayah Irian Barat dari Belanda itu dinamai Operasi Trikora di bawah pimpinan langsung Presiden Soekarno. Untuk operasi militer itu, Bung Karno membeli banyak persenjataan dari Uni Soviet, diantaranya 24 pengebom Tu-16 yang amat ditakuti Barat serta segerombolan pesawat tempur MiG-19 dan MiG-17. Posisi Tu-16 amat strategis karena bisa digunakan untuk mengebom kapal induk Karel Doorman, senjata utama Belanda yang telah lego jangkar di perairan Biak.

Total TNI – Polri yang diterjunkan le Irian mencapai 1.419 orang. Dari jumlah itu, 216 orang gugur dan 296 lainnya ditangkap. Atas prestasinya, Benny Moerdani mendapat kenaikan pangkat menjadi mayor dan anugerah Bintang Sakti yang disematkan langsung oleh Bung Karno di Istana Merdeka pada Februari 1963. Ben Boi pun menerima anugerah serupa. Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapat penghargaan ini.

Peristiwa tanggal 23 Juni 1962 itu sepertinya kembali terjadi. Betapa tidak pada tanggal 23 Juni 2015, Ben Boi berada dalam posisi pasrah untuk menerima hari – hari terakhir hidupnya di dunia. Sebab, pukul 00.05 WIB, tanggal 23 Juni 2015, Ben Mboi menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Pondok Indah setelah keluar masuk rumah sakit sejak 19 Mei 2015.

Menurut penuturan Ignas Lega, yang sempat menjenguk almarhum di RS Pondok Indah, saat di RS almarhum masih bisa berkomunikasi walaupun sejumlah peralatan medis menempel di mulut dan hidungnya.

Bahkan ketika ditanya dokter terkait obat – obat yang dikonsumsinya selama diserang stroke, Ben Mboi masih bisa mengingat dan menulisnya secara jelas jenis obat yang dikonsumsinya. Termasuk tanggal dan tahun diserang stroke.
Perjuangannya selama selama di RS untuk sembuh masih sangat kuat. Namun, Tuhan memiliki maksud yang tidak dapat dimengerti manusia. Pada tanggal 23 Juni 2015 itu, kalimat yang sempat diungkapnya, “Saya telah mencapai point of no return” menjadi titik terakhir perjalanan hidup di dunia ini.

Hari ini Ben Mboi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di tempat ini Ben Mboi berkumpul dan “bersua” teman – teman bahkan komandannya ketika terjun untuk merebut Irian Barat. Acara pemakaman diawali seremoni adat ‘takeng peti’ dan ‘poe woja agu latung.’  Disusul misa requiem di Gereja St. Stefanus Cilandak dan seterusnya ke TMP Kalibata untuk dimakamkan secara militer. Selamat Jalan Pa Ben, jasamu terus kami kenang. (ery/dariberbagai sumber)

Diterbitkan pos kupang edisi cetak Kamis 25 Juni 2015

Ia Mengelus Lalu Mencium Patung Wanita Itu

                                                                                                                                                             POS KUPANG/SIPRI SEKO
Pantai Batu Nona di Kelurahan Lasiana, merupakan pilihan alternatif wisata pantai yang sangat mempesona.
SORE itu, seorang anak kecil berusia sekitar tujuh tahun berdiri sambil mengelus-elus sebuah patung yang nampaknya belum sebulan dipasang. Ada empat patung berbentuk dewa dan dewi dipasang di atas batu karang yang menjorok masuk ke dalam laut.

Anak kecil berambut keriting itu nampak tak peduli dengan panasnya teriknya mentari. Angin yang bertiup kencang, membuat rambutnya yang tak diikat, seperti hendak terangkat dari kepalanya. Sesekali anak itu memeluk patung wanita yang lebih tinggi darinya itu. Ia bahkan nekat mencium pipi patung wanita itu sambil tertawa puas.

Moment ini tak lepas dari jepretan kamera handphone kakaknya yang berusia sekitar 12 tahun. Kedua bocah cilik ini nampak sangat menikmati keberadaanya di Pantai Batu Nona. Puas bermain dengan patung-patung ini, kedua bocah perempuan ini beralih ke tempat duduk yang dibangun dengan semen. Namun hanya sebentar, karena di situ tertulis, yang duduk di kursi harus membayar.

Keduanya lalu masuk ke dalam laut. Air yang surut, membuat hamparan pasir di pantai yang bersih membuat keduanya tak ragu-ragu bermain pasir ataupun meloncat masuk ke dalam laut. Mereka nampak tak peduli dengan ratusan orang yang juga ikut menikmati keindahan Pantai Batu Nona.

Sejak dua bulan belakangan, pantai Batu Nona yang terletak di Kelurahan Lasiana nampak mulai ditata. Pantai yang terletak di antara Pantai Nunsui, Kelurahan Oesapa dan Pantai Lasiana, sudah mulai dikelola sebagai tujuan wisata. Kalau sebelumnya untuk masuk ke pantai ini tidak dipungut biaya, saat ini sudah ada. Sebuah palang sederhana dipasang di jalan masuk ke Pantai Batu Nona. Untuk sepeda motor dikenakkan tarif Rp 2.000 sedangkan mobil Rp 5.000.

Pungutan ini langsung dilakukan oleh warga setempat. Mereka mengaku, pungutan itu dilakukan sebagai biaya untuk membersihkan dan menata pantai agar tetap indah. Pungutan itu, kata mereka, sudah atas persetujuan pihak kelurahan yang dipercayakan kepada para tuan tanah. Dalam sehari, mereka bisa mendapat pemasukkan di atas Rp 200 ribu dan di atas Rp 500 ribu bila hari libur atau hari minggu.

Sebuah rumah makan yang menyediakan aneka masakan sea food dibangun di pantai itu. Ada juga tenda yang dibangun untuk pengunjung yang ingin makan aneka makanan yang disiapkan oleh pengelola kafe. Pengunjung bisa memanfaatkan fasilitas live music yang disiapkan pengelola kafe. Sebuah kolam renang berbentuk bulat dibangun di tepi pantai itu. Kolam ini, biasanya digunakan oleh mereka yang ingin membersihkan diri setelah mandi air laut.

Pantai yang dipenuhi pohon lontar, kelapa dan pohon lainnya ini memang tepat sebagai lokasi untuk sekadar melepas lelah sambil menikmati keindahan laut. Rindangnya pepohonan di sepanjang garis Pantai Batu Nona membuat warga sering menggunakannya untuk berbagai kegiatan seperti arisan, diskusi dan lainnya. Ada warga yang membawa ikan segar, membakarnya lalu makan di lokasi ini. Bahkan terkadang terlihat beberapa pemuda tanggung yang membeli sopi lalu menikmatinya bersama-sama di Pantai Batu Nona.

Pantai Batu Nona sudah menjadi salah satu favorit wisata pantai di Kota Kupang. Laut dan pasirnya yang bersih, membuat orang rela berlama-lama datang ke lokasi ini. Perlahan-lahan, pantai yang sebelumnya gratis dinikmati ini, mulai dikelola untuk mendatangkan keuntungan ekonomis bagi warga setempat. (eko)

Sumber http://kupang.tribunnews.com/2015/04/27/ia-mengelus-lalu-mencium-patung-wanita-itu

Pantai Kelapa Satu Tenau: Pesona yang Belum Dikenal

                                                                                                                                                            POS KUPANG/JOHN TAENA
 Pengunjung Pantai Kelapa Satu, Kelurahan Alak, Kota Kupang, menikmati keindahan alam sambil berfoto. Jumat (1/5/2015).
MENIKMATI liburan sekaligus melaksanakan tugas jurnalistik. Pantai Kelapa Satu, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang adalah pilihan yang tidak salah. Yaah! Tidak salah untuk menghabiskan hari libur kali ini. Pesona dari Tanjung Lontar memang belum dikenal oleh khalayak banyak, namun bukan berarti tidak mampu memikat hati setiap pengunjung.

Riuh suara sekawanan monyet yang tidak mau kalah dari hiruk pikuk arus lalu lintas Jalan M. Praja akan menyambut setiap pengunjung. Dari dalam hutan bidara dan kusambi, kicuan beraneka jenis burung memanjangkan telinga. Bak seorang bidadari yang hendak memamerkan kecantikannya untuk menyambut Pos Kupang, demikian hempasan gelombang laut dan buih di atas karang pantai.

Keindahan laut biru Tanjung Lontar baru setiap orang yang hendak melepas lelah pada hari libur dari segala kepenatan. Hutan kusambi dan bidara yang tumbuh rimbun di sekitar areal pantai sepanjang kurang lebih 2.000 meter ini akan menyajikan udara nan sejuk di siang hari. Begitupun cahaya kuning keemasan dari matahari ketika hendak kembali ke perut bumi terlihat indah saat menyentuh dahan-dahan pohon di hutan Pulau Semau.

Anggi Baba, warga Kuanino bersama dua orang anaknya adalah pengunjung yang sering mendatangi Pantai Kelapa Satu. Dia mengatakan, lokasi obyek wisata yang satu ini belum dilirik oleh pemerintah. "Kalau menurut saya, selama ini pemerintah hanya melihat Gua Monyet, sementara pantai ini belum," katanya.

Bukan tanpa alasan, pengunjung pantai kelapa satu berpendapat demikian. Akses menuju pantai yang berjarak sekitar dua ratus meter dari tepi Jalan M Praja tersebut belum ada. Kendaraan pengunjung diparkir di sekitar Gua Monyet. Selanjutnya para pengunjung akan berjalan kaki menusuri jalan setepak dan hutan belukar menju lokasi pantai. "Contohnya jalan masuk menuju pantai ini saja belum ada. Padahal ini adalah salah satu dan mungkin pantai terakhir di Kota Kupang yang belum rusak dan masih asli," ujar Anggi Baba.

"Di sini sejuk dan masih natural, tidak seperti pantai lain di Kupang. Kalau bisa jangan dimodifikasi, apalagi bangun gedung-gedung besar. Pantai ini belum dikenal dan memang belum banyak pengunjung, tapi biasanya kalau liburan saya dan teman-teman datang ke sini," ujar Cristian Putra, pelajar SMP di Kota Kupang yang datang bersama teman-temannya.

Setiap kali mengunjungi Pantai Kelapa Satu, para pelajar SMP ini akan enggan kembali sebelum matahari terbenam. Ketika matahari terbenam, pemandangan elok akan disajikan oleh alam dari dahan-dahan pohon di hutan pulau seberang, Semau. Selain itu juga keindahan pesona laut Tanjung Lontar akan melengkapi kunjungan setiap orang hingga petang di Pantai Kelapa Satu.

"Kami biasanya tunggu sampai sore baru pulang. Sebelum pulang kami mau melihat sunset di Pulau Semau biar minggu depan ujian bisa berjalan lancer," candanya. (john taena)


Sumber http://kupang.tribunnews.com/2015/05/04/pantai-kelapa-satu-tenau-pesona-yang-belum-dikenal