Saturday 26 July 2014

Kampanye Pemanasan Global dari Dapur


Heinrich Dominggus Dengi, S.Si, Apt.
Tokoh muda ini boleh dicatat sebagai penakluk alam Sumba Timur yang bersavana. Kering dan gersang. Karena keuletannya, ia tidak menyerah. Dia menghadirkan sumber mata air yang jauh dari balik tebing ke permukiman warga. Bagaimana caranya?

Heinrich Dominggus Dengi, S.Si, Apt, memulainya dengan dasar cinta. Membina para petani untuk bertani secara organik. Setelah itu ia menghadirkan air yang jauh untuk mewujudkan impiannya itu agar masyarakat Sumba Timur kembali ke alam. Bertani secara organik. Berikut petikan wawancara wartawan Pos Kupang, John Taena dengan pecinta alam yang satu ini di Desa Wunga, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, ini Senin (9/6/2014).

SEBAGAI seorang penyiar radio, apa yang membuat Anda berpikir untuk menggali sumur bagi warga yang kesulitan air bersih secara sukarela? Padahal daerah seperti ini sejak zaman dahulu sudah terkenal tandus dan kering!

Saya seorang penyiar radio yang memiliki hobi bertani organik. Ada satu program radio yang namanya "ayo bertani organik". Acara itu banyak peminatnya, mendapat apresiasi dari pemirsa karena saya membagikan ilmu tentang pertanian organik. Sekitar pertengahan tahun 2012, saya diundang datang ke Wunga oleh seorang petani. Saya tidak pernah membayangkan kalau untuk dapat setetes air minum, masyarakat di sini harus berjalan kaki sekitar 13 kilometer. Medan yang ditempuh menuju sumber mata air harus melintasi hutan, membelah bukit di tengah padang savana bahkan warga harus memanjat tebing.

Saya sendiri sempat ikut memanjat tebing bersama anak-anak sekolah yang mengambil air. Bermula dari situ, mulailah saya berpikir bagaimana caranya menghadirkan sebuah sumur yang bisa dijangkau oleh warga dengan mudah. Perjuangan berat dari anakanak untuk mendapat air minum itu saya abadikan dalam bentuk video dan foto. Sebenarnya hanya untuk konsumsi pribadi. Setelah pulang, sampai di rumah, saya upload ke akun facebook dengan sedikit catatan yang mengisahkan perjuangan anakanak desa demi setetes air minum.

Postingan di akun facebook itu akhiranya menarik perhatian teman-teman kuliah dulu. Mereka sekarang sudah berkarya di mana -mana, bahkan ada yang di luar negeri. Kepada mereka, saya ceritakan semua tentang kondisi dan tingkat kesulitan air bersih yang dialami oleh masyarakat di desa ini, dan akhirnya muncul ide untuk mengumpulkan dana secara sukarela. 

Sumbangan dari temanteman kemudian saya coba membuat sumur di sekitar permukiman warga. Waktu itu sempat putus asa. Karena setelah cari informasi, biaya untuk satu buah sumur bor bisa ratusan juta, sementara dana yang terkumpul hanya sedikit. Tapi demi masyarakat di desa ini, saya tetap meyakinkan diri. 

Kebetulan ada orang yang bisa cari sumber mata air dengan teknologi sederhana. Kami bukan orang pertama yang berupaya membuat sumur di situ. Sebelumnya sudah ada beberapa pihak yang berusaha hasilnya nihil. Kami hanya menggunakan metode manual, gali dengan pahat dan hamar itu sangat tidak mungkin. Walaupun sempat putus asa, saya tetap meyakinkan diri untuk melakukan itu. Dana yang ada waktu itu tidak sampai Rp 20-an juta. Saya bayar tiga orang tenaga penggali sumur. Peralatan mereka itu hanya pahat, linggis dan hamar. 

Akhirnya pada kedalaman 24 meter, bisa temukan sumber air. Pengalaman pada tahun 2012 itu, terus kami lakukan di daerah yang kesulitan air bersih. Sekarang sudah 18 buah sumur bor dan tersebar di lima desa di Kecamatan Haharu.

Sekarang sudah ada beberapa titik sumur. Ratarata untuk mendapat air, sumur yang digali itu berapa meter?

Sebelumnya warga harus menempuh medan yang terjal dan sulit untuk mendapat air, sekarang tinggal berjalan berapa meter sudah sampai di sumur. Khusus untuk Desa Wunga kita buat dua buah sumur. Satunya di Wunga Barat, dalamnya 37 meter, di Wunga Timur, 24 meter. Debit air yang keluar dari kedua sumur ini cukup banyak sehingga bisa memenuhi kebutuhan air bersih bagi sekitar 1.700 jiwa warga desa ini.

Biasanya setiap dua minggu, saya berkunjung ke masyarakat di desa ini. Tujuan ke sini untuk melakukan pendampingan kelompok tani organik. Saya ajarkan cara bertani organik yang baik dan benar kepada mereka. Anggota kelompok tani yang dibina itu kebanyakan ibu rumah tangga yang rumahnya tidak terlalu jauh dari sumur. 

Jenis-jenis tanaman yang biasanya dikembangkan oleh kelompok tani pada musim panas seperti ini adalah pakcoy, kol, bunga kol, pitsai, tomat, timun, lettuce, terong, kangkung, bayam dan beberapa jenis sayuran hijau. Jenis penyakit atau hama yang biasa menyerang tanaman, khusus untuk sayur itu ada ulat, lalat buah, pemakan daun jamur. 

Cara mengatasinya dengan pestisida nabati. Untuk membuat pestisida nabati bahan-bahannya kita ambil dari alam sekitar seperti, menggunakan daun gamal, mahoni, daun sirsak daun tembakau dan bawang putih. Prosesnya, selain tembakau ditumbuk lalu dicampurkan dengan air sesuai kebutuhan dan didiamkan selama satu malam. Kemudian diperas dan disaring lalu airnya diambil. 

Sedangkan untuk tembakau dimasak sampai mendidih dengan air sesuai kebutuhan kemudian didinginkan selama satu malam kemudian disaring dan diambil hasil saringan airnya. Setelah disaring, lalu dicampur dengan air secukupnya baru disemprotkan ke tanaman yang diserang penyakit. Kita menerapkan pola pertanian organik di mana semua bahan yang dimanfaatkan diambil dari lingkungan sekitar tanpa harus merusak alam.

Bagaimana bisa seseorang dengan disiplin ilmu sebagai apoteker bisa mengkampanyekan pertanian organik. Apa motivasinya?

Memang benar, ketika di bangku kuliah tidak pernah belajar tentang ilmu pertanian organik. Sama seperti profesi saya yang sekarang sebagai penyiar radio, juga tidak pernah diperoleh di bangku kuliah. Semua itu bisa kita lakukan dalam hidup, kalau ada tekad dan kemauan dari dalam diri. Saya adalah seorang apoteker, saya tahu betul akan bahaya dari bahan kimia bagi tubuh makluk hidup. Itu alasan paling mendasar kenapa saya menggerakkan pertanian organik. 

Motivasinya sederhana, hanya menginginkan agar masyarakat di sekitar lingkungan saya sehat dan umur panjang. Tidak tergantung pada bahan kimia dan tidak merusak lingkungan alam. Dulu setelah tamat kuliah, saya bekerja sebagai seorang apoteker di beberapa tempat dan terakhir di Rumah Sakit Kristen Lindimara. 

Sebagai seorang apoteker tentunya berurusan dengan bahan kimia. Bahan kimia sangat berpengaruh dan berbahaya terhadap tubuh kita. Alasan itulah yang membuat saya beralih menjadi penyiar radio sejak pada tahun 2005 sampai sekarang. Sementara motivasi untuk menggerakkan pertanian organik, hanya mau mengajak masyarakat untuk membudayakan pola hidup sehat dan menjaga lingkungan hidup. 

Wilayah Sumba Timur lebih banyak terdiri padang savana. Alam sekitar terlihat tandus dan kering, belum lagi ada aksi bakarbakar oleh oknum tidak bertanggung jawab. Sangat memrihatinkan. Sampai sekarang sudah lebih dari 1.000 petani yang saya ajak untuk bertani secara organik. Selain sehat, petani juga bisa meningkatkan hasil produksi mereka. 

Bersama para petani selama ini, kami coba untuk mewarnai padang savana Sumba Timur lewat tanaman agar sedikit terlihat hijau di kebun. Saya selalu katakan kepada mereka, bumi kita hanya satu. Kalau kita kasih rusak dengan bahan kimia, nanti ke mana anak cucu kita?

Kapan Anda mulai menggalakkan pertanian organik di Sumba Timur?

Ide untuk mengkampanyekan pertanian organik itu dimulai tahun 2011. Waktu itu saya menjadi salah satu peserta sekolah lapang pertanian organik yang diselenggakan oleh Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Instrukturnya itu salah satu petani yang didatangkan dari Bandung. Sebagai petani, kita diajarkan untuk memelihara dan melestarikan lingkungan. Pupuk yang digunakan diambil dari bahan yang sudah ada di sekitar alam seperti tumbuhan, kotoran ternak, juga manusia. 

Semua itu dicampur dengan takaran tertentu untuk menghasilkan pupuk dengan kualitas dan kuantitas tertentu pula. Saat itu kita belajar menjadi seorang petani peneliti, pengamat dan pemimpin di lahan kita sendiri. Misalnya, tanaman padi di sawah, sejak hari pertama disemaikan, kita sudah melakukan penelitian dan pengamatan hingga masa panen. 

Setiap hari kita mengikuti perkembangan tanaman. Tanaman biasanya diserang wereng, penggerek batang dan walang sangit. Cara mengatasinya sama, kita menggunakan pestida nabati sama seperti pada tanaman sayur. 

Kita tidak perlu membeli obat dan pupuk kimia dari toko, tapi tinggal mengambil dari alam dan meramu sendiri, kemudian dipakai. Hasil panen biasanya rata - rata tiga ton per hektar bisa meningkat hingga tujuh, bahkan sampai 10 ton. Pola bertani organik ini yang belum diketahui oleh para petani di Sumba Timur, makanya saya terus mengkampanyekannya.

Selama beberapa tahun terakhir ini, sudah berapa banyak petani yang berhasil diajak untuk menerapkan pola pertanian organik?

Belum terlalu banyak. Baru sekitar 15 kelompok. Setiap kelompok rata-rata 15-20 anggota. Kebanyakan adalah kelompok ibuibu. Ada yang tanam padi, ada juga yang tanam sayur. Bisa diceritakan bagaimana pembuatan pupuk cair organik (NPK cair) dan pupuk padat atau kompos, dari mana bahan bakunya? Bahan bakunya saya ambil dari kandang babi. Kebetulan pola beternak babi yang diterapkan masyarakat saya ini masih tradisional. 

Mereka tidak menyediakan kandang. Padahal kalau beternak babi secara baik dan benar, manfaat dan keuntungannya sangat banyak. Bukan hanya ternaknya saja yang bisa dijual supaya dapat uang. Kotoran ternak babi yang dikandang itu sebenaranya menyimpan kekayaan dan potensi yang besar jika diolah dengan baik. 

Keuntungan yang pertama itu, sebagai pengganti bahan bakar jenis fosil yang ramah lingkungan. Kotoran ternak babi itu mengandung gas metan, jadi bisa digunakan untuk menggantikan minyak tanah di dalam dapur. Prosesnya itu, gas metan yang dihasilkan oleh kotoran ternak babi kita jebak dengan teknologi sederhana. Kemudian ditampung dalam bak atau degester dan didesain berbentuk kubangan. Tujuannya agar lebih memudahkan tekanan gas metan sehhingga bisa dialirkan ke kompor biogas.

Besar kecilnya ukuran sebuah degester, akan menentukan kapasitas gas metan yang dapat ditangkap. Semakin besar degester, kapasitas gas metan semakin banyak, mampu menggerakkan sebuah mesin generator listrik. 

Pola seperti ini juga sudah diajarkan. Pola beternak seperti ini juga memudahkan peternak dalam mengontrol kesehatan dan menampung kotoran ternak. Sejauh ini sudah ada sekitar 100 kepala rumah tangga di sekitar Waingapu yang menerapkannya.

Ketika kandang ternak dibangun, ada beberapa point penting yang perlu diperhatikan. Misalnya, tingkat kemiringan lantainya sekitar 15-20 derajat. Kandang ternak untuk biogas perlu dilengkapi dengan saluran air atau got dengan ukuran sekitar 20-30 cm. Dengan demikian kotoran ternak babi yang padat maupun cair, mengalir lancar ke tempat saringan sebelum masuk ke dalam degester. 

Nah saringan yang dibuat juga lingkaran dengan ukuran sekitar 70-80 cm. Setiap kali mencuci kandang, kotoran ternak dalam bentuk cair maupun padat akan diarahkan dan dimasukkan ke dalam degester lewat saringan itu akan memroduksi gas metan.

Ketika sudah berada di dalam degester, gas yang bersumber dari kotoran ternak dan air itu ditangkap. Setelah gas metan dari kotoran ternak dan air dijebak, maka akan ada tekanan yang mendorong semua limbah ke luar dari degester.

Untuk menampung limbah yang bisa diolah lagi menjadi pupuk cair organik (NPK cair organik) dan kompos disediakanlah sebuah bak penampung terakhir. Limbah yang sudah tidak memiliki gas dari degester, juga mengandung unsur makanan yang berfungsi untuk penggemukan ikan lele. Sementara untuk memanfaatkan gas metan, dipakai lagi sebatang pipa yang alirkan menuju kompor biogas di dalam dapur. 

Proses pembuatan pupuk cair organik (NPK cair organik) dan kompos, dari limbahnya cukup ditambahkan beberapa bahan seperti mikro organisme lokal (mol). Kemudian dicampur dengan gula secukupnya dan buah-buahan yang sudah membusuk. 

Langkah terakhir adalah difermentasi selama tiga minggu dan akan menghasilkan pupuk organik cair. Fungsi dari pupuk NPK cair organik ini merangsang buah tanaman. Sementara pupuk kompos berfungsi menggemburkan tanah, juga sebagai sumber pakan bagi tanaman.

Berapa ekor ternak babi yang Anda pelihara saat ini, dan berapa liter pupuk cair organik serta berapa ton pupuk kompos yang bisa diproduksi dari limbah kotorannya setiap tahun?

Sejauh ini saya pelihara sekitar 15 ekor ternak babi. Kalau produksi pupuk organik dari limbahnya itu rata - rata per tahun bisa mencapai 10 ton pupuk biosluri padat. Sementara untuk biosluri cair bisa mencapai 25 sampai 30 ribu liter per tahun. 

Pupuk padat (kompos) biosluri selama ini saya belum jual dan biasanya dibagi gratis kepada anggota kelompok tani binaan kami. Kalau pupuk cair organik (NPK cair organik ) itu yang saya jual per liter Rp 25 ribu. Anggota kelompok tani yang kami bina selama ini juga diajarkan bagaimana membuat pupuk kompos maupun cair. 

Kita harapkan ke depan mereka sudah bisa mandiri dan tidak terus bergantung untuk membeli pupuk dari pabrik. Hanya satu kendala yang sampai sekarang masih kami alami itu bagaimana membangun kandang bagi keluarga para petani. Kendalanya itu adalah dana, karena untuk membangun kandang ternak yang bisa dimanfaat sebagai biogas, biayanya sangat mahal.

Selain membeli bahan juga tenaga ahli untuk membangun kandangnya itu butuh biaya besar. Kami belum mampu untuk bisa menyediakan kandang biogas bagi mereka. Apa manfaat kandang biogas? Manfaat dari sebuah kandang biogas sangat besar. Selain kita bisa menjaga dan meningkatkan produksi ternak, kita juga bisa memproduksi pupuk organik dan juga memakai kompor  biogas. 

Jadi, kalau sudah memakai kompor biogas, kita bisa menekan polusi udara dan pencemaran lingkungan. Kalau mau dibilang, sejak tahun 2011 sejak menggunakan kompor biogas bisa menekan biaya untuk beli bahan bakar. Saya juga bisa ikut mengkampanyekan pemanasan global  dari dalam dapur. (jet)

DATA DIRI   
Nama  Heinrich Dominggus Dengi, S.Si, Apt. (44)  
Lahir  Waingapu, Sumba Timur, 22 Juni 1970
Sekolah Dasar Masehi (SDM) Payeti 1 (1982)
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kristen Payeti (1985) 
Sekolah Mengah Atas (SMA) Negeri 1 Waingapu (1988)   
Universitas Airlangga Surabaya (1999)
Karier:  
Apoteker Pembantu di Apotek Zecntrum 2 Surabaya (2000)
Apoteker Pengelola Apotek Zecntrum 3, Sidoarjo (2000)
Pengelola Kamar Obat RSK Lindimara (2001)
Apoteker Pengelola Apotik Kalu Waingapu (2003)
Dosen Tidak Tetap di Akademi Perawat Kupang Prodi Waingapu    (2003-2005)
Penyiar/Jurnalis Radio Max FM Waingapu (2005-2014)
Pembina Kelompok Tani Organik Sumba Timur (2012-2014) 
 Istri: Monika, S.Si, Apt, MPH (42)

Diterbitkan Pos Kupang edisi Minggu 22 Juni 2014 halaman 2


No comments: