Tokoh muda ini boleh dicatat sebagai penakluk alam
Sumba Timur yang bersavana. Kering dan gersang. Karena keuletannya, ia tidak
menyerah. Dia menghadirkan sumber mata air yang jauh dari balik tebing ke
permukiman warga. Bagaimana caranya?
Heinrich Dominggus
Dengi, S.Si, Apt, memulainya dengan dasar cinta. Membina para petani untuk
bertani secara organik. Setelah itu ia menghadirkan air yang jauh untuk
mewujudkan impiannya itu agar masyarakat Sumba Timur kembali ke alam. Bertani
secara organik. Berikut petikan wawancara wartawan Pos Kupang, John Taena dengan pecinta alam yang satu ini di Desa
Wunga, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, ini Senin (9/6/2014).
SEBAGAI seorang penyiar radio, apa yang membuat Anda berpikir
untuk menggali sumur bagi warga yang kesulitan air bersih secara sukarela?
Padahal daerah seperti ini sejak zaman dahulu sudah terkenal tandus dan kering!
Saya seorang penyiar
radio yang memiliki hobi bertani organik. Ada satu program radio yang namanya
"ayo bertani organik". Acara itu banyak peminatnya, mendapat apresiasi
dari pemirsa karena saya membagikan ilmu tentang pertanian organik. Sekitar
pertengahan tahun 2012, saya diundang datang ke Wunga oleh seorang petani. Saya
tidak pernah membayangkan kalau untuk dapat setetes air minum, masyarakat di
sini harus berjalan kaki sekitar 13 kilometer. Medan yang ditempuh menuju
sumber mata air harus melintasi hutan, membelah bukit di tengah padang savana
bahkan warga harus memanjat tebing.
Saya sendiri sempat
ikut memanjat tebing bersama anak-anak sekolah yang mengambil air. Bermula dari
situ, mulailah saya berpikir bagaimana caranya menghadirkan sebuah sumur yang
bisa dijangkau oleh warga dengan mudah. Perjuangan berat dari anakanak untuk
mendapat air minum itu saya abadikan dalam bentuk video dan foto. Sebenarnya
hanya untuk konsumsi pribadi. Setelah pulang, sampai di rumah, saya upload ke
akun facebook dengan sedikit catatan yang mengisahkan perjuangan anakanak desa
demi setetes air minum.
Postingan di akun
facebook itu akhiranya menarik perhatian teman-teman kuliah dulu. Mereka
sekarang sudah berkarya di mana -mana, bahkan ada yang di luar negeri. Kepada
mereka, saya ceritakan semua tentang kondisi dan tingkat kesulitan air bersih
yang dialami oleh masyarakat di desa ini, dan akhirnya muncul ide untuk
mengumpulkan dana secara sukarela.
Sumbangan dari
temanteman kemudian saya coba membuat sumur di sekitar permukiman warga. Waktu
itu sempat putus asa. Karena setelah cari informasi, biaya untuk satu buah
sumur bor bisa ratusan juta, sementara dana yang terkumpul hanya sedikit. Tapi
demi masyarakat di desa ini, saya tetap meyakinkan diri.
Kebetulan ada orang
yang bisa cari sumber mata air dengan teknologi sederhana. Kami bukan orang
pertama yang berupaya membuat sumur di situ. Sebelumnya sudah ada beberapa
pihak yang berusaha hasilnya nihil. Kami hanya menggunakan metode manual, gali
dengan pahat dan hamar itu sangat tidak mungkin. Walaupun sempat putus asa,
saya tetap meyakinkan diri untuk melakukan itu. Dana yang ada waktu itu
tidak sampai Rp 20-an juta. Saya bayar tiga orang tenaga penggali sumur.
Peralatan mereka itu hanya pahat, linggis dan hamar.
Akhirnya pada
kedalaman 24 meter, bisa temukan sumber air. Pengalaman pada tahun 2012 itu,
terus kami lakukan di daerah yang kesulitan air bersih. Sekarang sudah 18 buah
sumur bor dan tersebar di lima desa di Kecamatan Haharu.
Sekarang sudah ada
beberapa titik sumur. Ratarata untuk mendapat air, sumur yang digali itu berapa
meter?
Sebelumnya warga
harus menempuh medan yang terjal dan sulit untuk mendapat air, sekarang tinggal
berjalan berapa meter sudah sampai di sumur. Khusus untuk Desa Wunga kita buat
dua buah sumur. Satunya di Wunga Barat, dalamnya 37 meter, di Wunga Timur, 24
meter. Debit air yang keluar dari kedua sumur ini cukup banyak sehingga bisa
memenuhi kebutuhan air bersih bagi sekitar 1.700 jiwa warga desa ini.
Biasanya setiap dua
minggu, saya berkunjung ke masyarakat di desa ini. Tujuan ke sini untuk
melakukan pendampingan kelompok tani organik. Saya ajarkan cara bertani organik
yang baik dan benar kepada mereka. Anggota kelompok tani yang dibina itu
kebanyakan ibu rumah tangga yang rumahnya tidak terlalu jauh dari sumur.
Jenis-jenis tanaman
yang biasanya dikembangkan oleh kelompok tani pada musim panas seperti ini
adalah pakcoy, kol, bunga kol, pitsai, tomat, timun, lettuce, terong, kangkung,
bayam dan beberapa jenis sayuran hijau. Jenis penyakit atau hama yang biasa
menyerang tanaman, khusus untuk sayur itu ada ulat, lalat buah, pemakan daun
jamur.
Cara mengatasinya
dengan pestisida nabati. Untuk membuat pestisida nabati bahan-bahannya kita
ambil dari alam sekitar seperti, menggunakan daun gamal, mahoni, daun sirsak
daun tembakau dan bawang putih. Prosesnya, selain tembakau ditumbuk lalu
dicampurkan dengan air sesuai kebutuhan dan didiamkan selama satu malam. Kemudian
diperas dan disaring lalu airnya diambil.
Sedangkan untuk
tembakau dimasak sampai mendidih dengan air sesuai kebutuhan kemudian
didinginkan selama satu malam kemudian disaring dan diambil hasil saringan
airnya. Setelah disaring, lalu dicampur dengan air secukupnya baru disemprotkan
ke tanaman yang diserang penyakit. Kita menerapkan pola pertanian organik di
mana semua bahan yang dimanfaatkan diambil dari lingkungan sekitar tanpa harus
merusak alam.
Bagaimana bisa
seseorang dengan disiplin ilmu sebagai apoteker bisa mengkampanyekan pertanian
organik. Apa motivasinya?
Memang benar, ketika
di bangku kuliah tidak pernah belajar tentang ilmu pertanian organik. Sama
seperti profesi saya yang sekarang sebagai penyiar radio, juga tidak pernah
diperoleh di bangku kuliah. Semua itu bisa kita lakukan dalam hidup, kalau ada
tekad dan kemauan dari dalam diri. Saya adalah seorang apoteker, saya tahu
betul akan bahaya dari bahan kimia bagi tubuh makluk hidup. Itu alasan paling
mendasar kenapa saya menggerakkan pertanian organik.
Motivasinya
sederhana, hanya menginginkan agar masyarakat di sekitar lingkungan saya sehat
dan umur panjang. Tidak tergantung pada bahan kimia dan tidak merusak
lingkungan alam. Dulu setelah tamat kuliah, saya bekerja sebagai seorang
apoteker di beberapa tempat dan terakhir di Rumah Sakit Kristen
Lindimara.
Sebagai seorang
apoteker tentunya berurusan dengan bahan kimia. Bahan kimia sangat berpengaruh
dan berbahaya terhadap tubuh kita. Alasan itulah yang membuat saya beralih
menjadi penyiar radio sejak pada tahun 2005 sampai sekarang. Sementara motivasi
untuk menggerakkan pertanian organik, hanya mau mengajak masyarakat untuk
membudayakan pola hidup sehat dan menjaga lingkungan hidup.
Wilayah Sumba Timur
lebih banyak terdiri padang savana. Alam sekitar terlihat tandus dan kering,
belum lagi ada aksi bakarbakar oleh oknum tidak bertanggung jawab. Sangat
memrihatinkan. Sampai sekarang sudah lebih dari 1.000 petani yang saya ajak
untuk bertani secara organik. Selain sehat, petani juga bisa meningkatkan hasil
produksi mereka.
Bersama para petani
selama ini, kami coba untuk mewarnai padang savana Sumba Timur lewat tanaman
agar sedikit terlihat hijau di kebun. Saya selalu katakan kepada mereka, bumi
kita hanya satu. Kalau kita kasih rusak dengan bahan kimia, nanti ke mana anak
cucu kita?
Kapan Anda mulai
menggalakkan pertanian organik di Sumba Timur?
Ide untuk
mengkampanyekan pertanian organik itu dimulai tahun 2011. Waktu itu saya
menjadi salah satu peserta sekolah lapang pertanian organik yang diselenggakan
oleh Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). Instrukturnya
itu salah satu petani yang didatangkan dari Bandung. Sebagai petani, kita
diajarkan untuk memelihara dan melestarikan lingkungan. Pupuk yang digunakan
diambil dari bahan yang sudah ada di sekitar alam seperti tumbuhan, kotoran
ternak, juga manusia.
Semua itu dicampur
dengan takaran tertentu untuk menghasilkan pupuk dengan kualitas dan kuantitas
tertentu pula. Saat itu kita belajar menjadi seorang petani peneliti, pengamat
dan pemimpin di lahan kita sendiri. Misalnya, tanaman padi di sawah, sejak hari
pertama disemaikan, kita sudah melakukan penelitian dan pengamatan hingga masa
panen.
Setiap hari kita
mengikuti perkembangan tanaman. Tanaman biasanya diserang wereng, penggerek
batang dan walang sangit. Cara mengatasinya sama, kita menggunakan pestida
nabati sama seperti pada tanaman sayur.
Kita tidak perlu
membeli obat dan pupuk kimia dari toko, tapi tinggal mengambil dari alam dan
meramu sendiri, kemudian dipakai. Hasil panen biasanya rata - rata tiga ton per
hektar bisa meningkat hingga tujuh, bahkan sampai 10 ton. Pola bertani organik
ini yang belum diketahui oleh para petani di Sumba Timur, makanya saya terus
mengkampanyekannya.
Selama beberapa tahun
terakhir ini, sudah berapa banyak petani yang berhasil diajak untuk menerapkan
pola pertanian organik?
Belum terlalu banyak.
Baru sekitar 15 kelompok. Setiap kelompok rata-rata 15-20 anggota. Kebanyakan
adalah kelompok ibuibu. Ada yang tanam padi, ada juga yang tanam sayur. Bisa
diceritakan bagaimana pembuatan pupuk cair organik (NPK cair) dan pupuk padat
atau kompos, dari mana bahan bakunya? Bahan bakunya saya ambil dari kandang
babi. Kebetulan pola beternak babi yang diterapkan masyarakat saya ini masih
tradisional.
Mereka tidak
menyediakan kandang. Padahal kalau beternak babi secara baik dan benar, manfaat
dan keuntungannya sangat banyak. Bukan hanya ternaknya saja yang bisa dijual
supaya dapat uang. Kotoran ternak babi yang dikandang itu sebenaranya menyimpan
kekayaan dan potensi yang besar jika diolah dengan baik.
Keuntungan yang
pertama itu, sebagai pengganti bahan bakar jenis fosil yang ramah lingkungan.
Kotoran ternak babi itu mengandung gas metan, jadi bisa digunakan untuk
menggantikan minyak tanah di dalam dapur. Prosesnya itu, gas metan yang
dihasilkan oleh kotoran ternak babi kita jebak dengan teknologi
sederhana. Kemudian ditampung dalam bak atau degester dan didesain
berbentuk kubangan. Tujuannya agar lebih memudahkan tekanan gas metan sehhingga
bisa dialirkan ke kompor biogas.
Besar kecilnya ukuran
sebuah degester, akan menentukan kapasitas gas metan yang dapat ditangkap.
Semakin besar degester, kapasitas gas
metan semakin banyak, mampu menggerakkan
sebuah mesin generator listrik.
Pola seperti ini juga
sudah diajarkan. Pola beternak seperti ini juga memudahkan peternak dalam
mengontrol kesehatan dan menampung kotoran ternak. Sejauh ini sudah ada sekitar
100 kepala rumah tangga di sekitar Waingapu yang menerapkannya.
Ketika kandang ternak
dibangun, ada beberapa point penting yang perlu diperhatikan. Misalnya, tingkat
kemiringan lantainya sekitar 15-20 derajat. Kandang ternak untuk biogas perlu
dilengkapi dengan saluran air atau got dengan ukuran sekitar 20-30 cm. Dengan
demikian kotoran ternak babi yang padat maupun cair, mengalir lancar ke tempat
saringan sebelum masuk ke dalam degester.
Nah saringan yang
dibuat juga lingkaran dengan ukuran sekitar 70-80 cm. Setiap kali mencuci
kandang, kotoran ternak dalam bentuk cair maupun padat akan diarahkan dan
dimasukkan ke dalam degester lewat saringan itu akan memroduksi gas metan.
Ketika sudah berada
di dalam degester, gas yang bersumber dari kotoran ternak dan air itu
ditangkap. Setelah gas metan dari kotoran ternak dan air dijebak, maka akan ada
tekanan yang mendorong semua limbah ke luar dari degester.
Untuk menampung
limbah yang bisa diolah lagi menjadi pupuk cair organik (NPK cair organik) dan
kompos disediakanlah sebuah bak penampung terakhir. Limbah yang sudah tidak
memiliki gas dari degester, juga mengandung unsur makanan yang berfungsi untuk
penggemukan ikan lele. Sementara untuk memanfaatkan gas metan, dipakai lagi
sebatang pipa yang alirkan menuju kompor biogas di dalam dapur.
Proses pembuatan
pupuk cair organik (NPK cair organik) dan kompos, dari limbahnya cukup
ditambahkan beberapa bahan seperti mikro organisme lokal (mol). Kemudian
dicampur dengan gula secukupnya dan buah-buahan yang sudah membusuk.
Langkah terakhir
adalah difermentasi selama tiga minggu dan akan menghasilkan pupuk organik
cair. Fungsi dari pupuk NPK cair organik ini merangsang buah tanaman. Sementara
pupuk kompos berfungsi menggemburkan tanah, juga sebagai sumber pakan bagi
tanaman.
Berapa ekor ternak
babi yang Anda pelihara saat ini, dan berapa liter pupuk cair organik serta
berapa ton pupuk kompos yang bisa diproduksi dari limbah kotorannya setiap
tahun?
Sejauh ini saya
pelihara sekitar 15 ekor ternak babi. Kalau produksi pupuk organik dari
limbahnya itu rata - rata per tahun bisa mencapai 10 ton pupuk biosluri padat.
Sementara untuk biosluri cair bisa mencapai 25 sampai 30 ribu liter per
tahun.
Pupuk padat (kompos)
biosluri selama ini saya belum jual dan biasanya dibagi gratis kepada anggota
kelompok tani binaan kami. Kalau pupuk cair organik (NPK cair organik ) itu yang
saya jual per liter Rp 25 ribu. Anggota kelompok tani yang kami bina selama ini
juga diajarkan bagaimana membuat pupuk kompos maupun cair.
Kita harapkan ke
depan mereka sudah bisa mandiri dan tidak terus bergantung untuk membeli pupuk
dari pabrik. Hanya satu kendala yang sampai sekarang masih kami alami itu
bagaimana membangun kandang bagi keluarga para petani. Kendalanya itu adalah
dana, karena untuk membangun kandang ternak yang bisa dimanfaat sebagai biogas,
biayanya sangat mahal.
Selain membeli bahan
juga tenaga ahli untuk membangun kandangnya itu butuh biaya besar. Kami belum
mampu untuk bisa menyediakan kandang biogas bagi mereka. Apa manfaat kandang
biogas? Manfaat dari sebuah kandang biogas sangat besar. Selain kita bisa
menjaga dan meningkatkan produksi ternak, kita juga bisa memproduksi pupuk
organik dan juga memakai kompor biogas.
Jadi, kalau sudah
memakai kompor biogas, kita bisa menekan polusi udara dan pencemaran
lingkungan. Kalau mau dibilang, sejak tahun 2011 sejak menggunakan kompor
biogas bisa menekan biaya untuk beli bahan bakar. Saya juga bisa ikut
mengkampanyekan pemanasan global dari dalam dapur. (jet)
DATA DIRI
Nama Heinrich
Dominggus Dengi, S.Si, Apt. (44)
Lahir Waingapu,
Sumba Timur, 22 Juni 1970
Sekolah Dasar Masehi
(SDM) Payeti 1 (1982)
Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Kristen Payeti (1985)
Sekolah Mengah Atas
(SMA) Negeri 1 Waingapu (1988)
Universitas Airlangga
Surabaya (1999)
Karier:
Apoteker Pembantu di
Apotek Zecntrum 2 Surabaya (2000)
Apoteker Pengelola
Apotek Zecntrum 3, Sidoarjo (2000)
Pengelola Kamar Obat
RSK Lindimara (2001)
Apoteker Pengelola
Apotik Kalu Waingapu (2003)
Dosen Tidak Tetap di
Akademi Perawat Kupang Prodi Waingapu (2003-2005)
Penyiar/Jurnalis
Radio Max FM Waingapu (2005-2014)
Pembina Kelompok Tani
Organik Sumba Timur (2012-2014)
Istri: Monika,
S.Si, Apt, MPH (42)
Diterbitkan Pos
Kupang edisi Minggu 22 Juni 2014 halaman 2
No comments:
Post a Comment