Friday 18 July 2014

Bukan Orang Sumba Kalau Tidak Ada Ternak

Di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu. Aneh, aku jadi ingat pada Umbu. Rinduku pada Sumba adalah rindu padang – padang terbuka. Di mana matahari membusur api di atas sana. Rinduku pada Sumba adalah rindu, peternak perjaka. Bila mana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga.”

“Beri Daku Sumba” demikian sebuah Puisi karya Sang penyair negeri ini, Taufik Ismail, ditulis pada tahun 1970 yang terdiri dari enam bait. Konon kabarnya, puisi tersebut terinpirasi dari sebuah obrolan singkat bersama seorang putra dari Negeri 1001 padang savanna yang berprofesi sebagai seniman plus wartawan, Umbu Landu Paranggi di tahun 1960. Sebagai seorang putra desa, Umbu menceritakan keindahan dan keelokan yang dimiliki alam Sumba.

Sebuah negeri dengan padang rumputnya, pantai dan laut serta peternakan kudanya. Sekalipun Umbu menceriterakan bagaimana matahari terbit dan terbenam di negerinya Sumba, dan sanak saudaranya yang kerap menghabiskan malam berkumpul dengan sesama, makan dan bernyanyi diiringi petikan gitar namun ada yang lebih menarik bagi Taufik. Sang penyair yang juga berprofesi sebagai dokter hewan, ternyata lebih tertarik akan kuda Sumba dari cerita Umbu.

Tatkala menuliskan kekayaan alam di negeri 1001 padang savanna ini, Taufiq Ismail belum pernah menapakan kakinya di salah satu pulau dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki luas sekitar 10.710 kilometer persegi ini. Meskipun hanya mendengar ceritanya Umbu, namaun Ia mampu menggambarkan kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri padang savanna, Pulau Sumba. Bukan hanya pemandangan alamnya yang mampu memikat pandangan mata setiap orang. Para gembala ternak kuda sandelwood, kerbau dan sapi Sumba Ongole (SO) melengkapi indahnya alam setempat.

Sejak zaman penjajahan Belanda, potensi alam yang dimiliki oleh Pulau Sumba sudah dikenal sebagai gudang ternak. Sekitar tahun 1815, bangsa penjajah inipun tak segan – segannya mendatangkan kurang lebih 600 ekor sapi ongole dari India. Ternak – ternak itu kemudian dikembangkan di padang savanna yang seluas mata memandang itu. Seirima dalam perjalanan waktu hingga saat ini, didukung kekayaan alamnya membuat ratusan sapi ongole itu terus berkembang dan beranak pinak hingga memadati padang savanna sekarang.

***

1371135443187489296
Kotoran ternak padat maupun cair, saat dialirkan ke tempat saringan yang dibuat lingkaran dengan ukuran sekitar 70 hingga 80 cm, selanjutnya akan masuk ke degester dan menghasilkan gas metan.

Tidak memiliki ternak, berarti anda bukanlah orang Sumba. Ungkapan demikian memang sudah berlaku umum dan menjadi bagian bdalam kebudayaan warga seluruh warga Kabupaten Sumba Timur. Padang savanna dan berbukit yang mendominasi luas territorial wilayah tersebut, membentuk mental dan karakter orang – orangnya menjadi menjadi peternak.

Ternak kecil hingga besar seakan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan warga setempat. Jenis – jenis ternak yang biasanya dipelihara dan dikembang orang Sumba antara lain, Babi, Kambing, Domba, Sapi Sumba Ongole (SO), Kerbau dan Kuda Sandlewood akan akrab dan selalu hadir dalam keseharian warga setempat. Selain memiliki nilai ekonomis untuk meningkatkan status social seseorang dalam lingkungan masyarakat, ternak juga memiliki nilai budaya yang tinggi dalam adat istiadat warga setempat terutama Babi.

Beternak babi dengan berbagai pola, akan selalu dimiliki orang setiap kepala keluarga (KK) di sekitar pekarangan rumah masing – masing. Babi juga boleh dikata sebagai salah satu potensi unggulan, dapat menopang dan mendukung ekonomi rumah tangga warga bila dikembangkan. Harga seekor babi dengan ukuran berat, usia dan warna bulu tertentu akan menembus angka Rp 25 hingga 30 juta perekor.

“Pesta perkawinan atau pesta adat, kedudukan social dan genggsi seseorang dapat dilihat dari ternak babi yang disembelih. Kalau berpapasan dengan ternak babi dan kerbau dijalan raya, sebaik yang ditabrak adalah kerbau ketimbang menabrak babi karena harga babi lebih dari harga kerbau,” ujar salah satu tokoh pemuda Sumba Timur, di Waingapu, Kamis (13/6/2013) Heinrich Dominggus Dengi,S.Si, Apt.

Rata – rata pola beternak di Sumba Timur, jelas Dengi, masih bersifat tradisional. Meskipun pola babi demikian kurang bagus, dan mempengaruhi kesehatan lingkungan hal itu cendrung dilakukan. Mereka lebih memilih melepaskan ternak mereka berkeliaran bebas tanpa dikandangkan. Dikatakannya, “Pola ternak secara tradiosional sama sekali tidak mendukung aspek kesehatan dan menimbulkan polusi juga tidak ekonomis.”

Seharusnya pola beternak babi yang diterapkan adalah menyediakan kandang. Beternak babi secara baik dan benar sebenarnya banyak sekali manfaat dan keuntungannya. Bukan hanya
ternaknya yang dapat dijual untuk mendulang rupiah. Kotoran dari hasil ternak tersebut menyimpan kekayaan dan potensi jika diolah dengan baik. Misalkan, sebagai pengganti bahan bakar fosil yang ramah lingkungan. “Kotoran ternak babi mengandung gas metan dan bisa digunakan untuk menggantikan minyak tanah di dalam dapur setiap KK,” jelasnya.
Kotoran hewan dalam bentuk cair maupun padat yang berhasil dimasukan ke dalam degester setiap kali mencuci kandang, akan memproduksi gas metan. Di dalam degester, gas yang bersumber dari kotoran ternak dan air akan ditangkap. Selanjutnya, melalui sebuah pipa yang telah disediakan, gas akan dialirkan menuju ke kompor biogas. Dengi mengatakan, “Gas metan bukan hanya terbentuk dari limbah ternak tapi juga dari air, itu sebabnya membersihkan kandang harus menggunakan air yang secukupnya.”

Gas metan dari kotoran ternak babi, dapat dijebak dengan membangun degester atau bak penampung kotoran ternak. Desain pembangunan degester penampung gas metan dari kotoran ternak perlu diperhatikan dan berbentuk kubangan. Tujuannya adalah memudahkan tekanan gas metan untuk dialirkan ke kompor biogas. Besar kecilnya ukuran senbuah degester menentukan kapasitas gas metan yang dapat ditangkap. Dalam kapasitas yang banyak, gas metan akan mampu menggerakan sebuah mesin generator listrik.

Para peternak dianjurkan untuk menyediakan kandang dan meninggalkan pola lama yang bersifat tradisional dalam beternak. Pola beternak seperti juga akan memudahkan peternak dalam mengontrol kesehatan dan menampung kotoran ternak. Ketika membangun sebuah kandang ternak, perlu memperhatikan tingkat kemiringan lantai yakni sekitar 15 hingga 20 derajat. Kandang ternak untuk biogas juga harus dilengkapi dengan saluran air atau got dengan ukuran sekitar 20 hingga 30 cm. “Kotoran ternak padat maupun cair, akan mengalir lancar ke tempat saringan yang dibuat lingkaran  dengan ukuran sekitar 70 hingga 80 cm, selanjutnya akan masuk ke degester,” kata pengguna biogas di Waingapu ini.


Setelah gas metan dari kotoran ternak dijebak, maka akan ada tekanan yang mendorong semua limbah ke luar degester. Bak penampung terakhir yang telah disiapkan akan menjadi tempat bagi limbah tersebut. Limbah yang sudah tidak memiliki gas dari degester, mengandung unsur makanan yang berfunsi untuk penggemukan ikan lele. Sejak dua tahun terkahir menggunakan biogas, kebutuhan minyak tanah di dapur sudah bisa diatasi.

Bukan sebatas itu saja manfaat dan keuntungan dari beternak babi. Kandungan gas metan yang telah dijebak dari degester akan menguluarkan limbah, selanjutnya tertampung dalam sebuah bak. Limbah dalam bentuk padat dan cair pada bak penampungan terakhir, bisa diolah lagi menjadi pupuk cair organic (NPK cair) dan kompos.

Dikatakan Dengi, “Saya adalah salah satu pemanfaat tehknology ramah lingkungan ramah lingkungan dari ternak babi sejak dua tahun terkahir jadi bukan sekedar ngomong. Keluarga saya pakai biogasnya untuk kebutuhan kompor di dapur, terus limbah yang diproduksi jadi pupuk juga bisa dijual dan menambah penghasilan.”

Kotoran atau limbah ternak, sebelumnya dikeluhakan tetangga yang merasa termengganggu aroma kurang sedap yang menyebabkan polusi udara tidak bermasalah lagi. Limbahnya juga bisa diproduksi jadi pupuk. “Limbahnya cukup ditambahan beberapa bahan seperti mikro organisme lokal (mol). Dicampur gula secukupnya dan buah – buahan yang sudah membusuk, kemudian difermentasi selama tiga minggu sudah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organic cair. Fungsinya untuk merangsang buah tanaman dan sudah digunakan untuk tanaman. Sudah ada yang konsumen pupuk organic cair dan padat dari kotoran ternak saya,” tandasnya. (*)

No comments: