Tuesday 30 December 2014

Bupati Bantah Curi Empat Ekor Kambing



ilustrasi ruang sidang
Di sini. Di tempat ini, perempuan tua itu tertunduk lesu saat mernyaksikan jalannya sidang kasus pencurian empat ekor kambing miliknya. Mulutnya terus komat – kamit. “Andai Sudah Terjual kambing saya,” demikan sebuah kalimat ajaib yang tiada henti diucapkannya berulang kali.

Nenek tujuh orang cucu yang satu ini seakan tenggelam dalam hiruk pikuk para pencari keadilan di kantor pengadilan setempat siang itu. Tetesan bening – bening Kristal pun tak henti membasi keriput kulit, pembungkus tulang pipinya itu. Sehelai sapu tangan berwarna ungu digunakan sang janda itu untuk menghapus tetesan air matanya.

“Bagaimana tidak sedih?” kata Marsinda (52) saat ditanya. Sebagai seorang perempuan janda, dirinya telah kehilangan  empat ekor kambing yang telah susah payah dipeliharanya selama ini. “Saya datang ke sini untuk mencari keadilan,” katanya lagi.

Dia mengisahkan, untuk memiliki empat ekor kambing dirinya mulai dengan memilihara seekor ayam jago, yang kemudian dijual dan dibelinya lagi lima ekor ayam jago lagi. Setelah besar, kelima ekor ayam jantan itu dijual dan uangnya dipakai untuk membeli seekor kambing betina seharga Rp 500 ribu. Hingga akhirnya berkembang biak menjadi empat ekor kambing.

"kambing itu saya beli masih kecil dan sudah saya pelihara kurang lebih tiga tahun ini sampai beranak," katanya dengan terbata – bata sambil mengusap air mata.

Namun apa hendak dikata, sial tak dapat ditolak dan untung pun tak dapat diraih. Kini keempat ekor kambing miliknya yang dipelihara dengan susah payah telah raib digasak dimaling. Peristiwa itu bermula pada kamis dini hari saat kampungnya dilanda hujan deras.

Perempuan paruh baya itu terlihat begitu menyesal, karena sudah ada pembeli yang datang meminta membeli seekor kambing jantanya dengan harga Rp 2 juta, namun Ia masih bertahan dengan harga Rp 2,5 juta.

Nenek tujuh orang cucu yang satu ini sudah membayangkan bahwa dengan uang Rp 2,5 juta hasil penjualan empat ekor kambing itu, dia bisa membeli dua ekor kambing lagi untuk dikembangkan guna menopang hidupnya.

"Waktu itu sudah ada orang yang tawar dengan harga Rp 2 juta, tapi saya mau jual dengan harga Rp 2,5 juta," katanya.


Andai saja, sang nenek mau menurunkan harga salah satu ekor kambing jantan miliknya itu menjadi Rp 2 juta, bisa jadi pembeli mau dan kini dirinya tidak sekusut saat ini. Sebab saat si maling beraksi, kambingnya sudah laku terjual.

Namun hanya terpaut dua malam dari kedatangan pembeli itu, keempat ekor kambing kesayangannya hilang tanpa bekas digayang maling. Tekad Nenek Marsinda guna mengembangkan usaha peternakannya pun kandas.

"Kalau tidak salah, dua malam setelah pembeli itu datang, saya punya kambing hilang semua. Begitu pagi hari, saya mau kasih makan ternyata kandang sudah kosong," katanya.

Kini sang nenek hanya bisa pasrah sambil mengharap kepada majelis hakim dapat memberikan vonis hukuman yang setimpal dengan perbuatan. “ Saya tidak pernah membayangkan akan mendapat musibah ini. Saya hanya berharap kepada majelis hakim untuk menghukum pelaku yang seberat – beratnya,” pungkas Nenek Marsinda.

Tuan dan puan, kisah si kabayang pun terulang lagi di sini. Di tempat ini. Seorang pria, sebut saja Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir, dituduh mencuri empat ekor kambing. Namun lelaki itu membantah tuduhan tersebut saat ditanya oleh majelis hakim di ruang sidang pengadilan setempat. Alasannya, dia hanya mencuri seekor kambing betina.

“Saudara terdakwa, lantas siapa yang mencuri tiga ekor kambing yang lain? Berdasarkan keterangan saksi dan fakta – fakta di persidangan, semuanya mengarah kepada saudara terdakwa?” tanya majelis hakim.

“Majelis hakim yang terhormat, saya sudah bilang hanya satu ekor kambing betina yang dicuri. Bukan salah saya, kalau ketiga ekor anak kambing itu mengikuti induknya,” bantah  Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir.

Para majelis hakim dan seluruh pengunjung dibuat terbahak mendengar keterangan terdakwa. Seketika ruang sidang yang semula hening itu menjadi riuh akibat keterangan terdakwa yang mengiris perut hadirin dalam persidangan itu.


Di sini, di tempat ini tuan dan puan yang sejak tadi sudah terus membaca diminta untuk serius. Sekali lagi tetap serius, jangan tertawa tuan dan puan. Demikian kisahku dari Negeri Sumba Pinggir.(*)

No comments: