ilustrasi ruang sidang |
Di
sini. Di tempat ini, perempuan tua itu tertunduk lesu saat mernyaksikan
jalannya sidang kasus pencurian empat ekor kambing miliknya. Mulutnya terus
komat – kamit. “Andai Sudah
Terjual kambing saya,” demikan sebuah kalimat
ajaib yang tiada henti diucapkannya berulang kali.
Nenek tujuh orang cucu yang
satu ini seakan tenggelam dalam hiruk pikuk para pencari keadilan di kantor
pengadilan setempat siang itu. Tetesan bening – bening Kristal pun tak henti
membasi keriput kulit, pembungkus tulang pipinya itu. Sehelai sapu tangan
berwarna ungu digunakan sang janda itu untuk menghapus tetesan air matanya.
“Bagaimana tidak sedih?” kata Marsinda (52) saat ditanya. Sebagai
seorang perempuan janda, dirinya telah kehilangan empat ekor kambing yang telah susah payah
dipeliharanya selama ini. “Saya datang ke sini untuk mencari keadilan,” katanya
lagi.
Dia mengisahkan, untuk memiliki empat ekor kambing dirinya mulai dengan
memilihara seekor ayam jago, yang kemudian dijual dan dibelinya lagi lima ekor
ayam jago lagi. Setelah besar,
kelima ekor ayam
jantan itu dijual dan
uangnya dipakai untuk membeli seekor kambing betina seharga Rp 500 ribu. Hingga akhirnya berkembang
biak menjadi empat ekor kambing.
"kambing
itu saya beli masih kecil dan sudah saya pelihara
kurang lebih tiga tahun ini sampai beranak,"
katanya dengan terbata – bata sambil
mengusap air mata.
Namun apa
hendak dikata, sial tak dapat ditolak dan untung pun tak dapat diraih. Kini keempat
ekor kambing miliknya yang dipelihara dengan susah payah telah raib digasak dimaling.
Peristiwa itu bermula pada kamis dini hari saat kampungnya dilanda hujan deras.
Perempuan paruh baya itu terlihat begitu menyesal, karena sudah ada pembeli yang datang meminta
membeli seekor kambing jantanya dengan harga Rp 2 juta, namun Ia masih bertahan
dengan harga Rp 2,5 juta.
Nenek tujuh orang cucu yang satu ini sudah membayangkan bahwa dengan uang Rp 2,5 juta hasil penjualan empat ekor kambing itu, dia
bisa membeli dua ekor kambing lagi untuk
dikembangkan guna menopang hidupnya.
"Waktu itu sudah ada orang yang tawar dengan harga Rp 2 juta, tapi saya mau jual dengan harga Rp 2,5 juta," katanya.
Andai saja, sang nenek mau menurunkan harga salah satu ekor kambing jantan miliknya itu menjadi Rp 2 juta, bisa jadi pembeli mau dan kini dirinya tidak sekusut saat ini. Sebab saat si maling beraksi, kambingnya sudah laku terjual.
Namun hanya terpaut dua malam dari
kedatangan pembeli itu, keempat ekor kambing kesayangannya hilang tanpa bekas digayang maling. Tekad
Nenek Marsinda guna
mengembangkan usaha peternakannya pun kandas.
"Kalau tidak salah, dua malam setelah pembeli
itu datang, saya punya kambing hilang semua. Begitu pagi hari, saya mau kasih makan ternyata kandang sudah kosong," katanya.
Kini sang nenek hanya bisa pasrah sambil mengharap kepada majelis hakim
dapat memberikan vonis hukuman yang setimpal dengan perbuatan. “ Saya tidak
pernah membayangkan akan mendapat musibah ini. Saya hanya berharap kepada
majelis hakim untuk menghukum pelaku yang seberat – beratnya,” pungkas Nenek
Marsinda.
Tuan dan puan, kisah si kabayang pun terulang lagi di sini. Di tempat ini. Seorang pria, sebut saja Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir, dituduh mencuri empat ekor kambing. Namun lelaki itu membantah tuduhan tersebut saat ditanya oleh majelis hakim di ruang sidang pengadilan setempat. Alasannya, dia hanya mencuri seekor kambing betina.
Tuan dan puan, kisah si kabayang pun terulang lagi di sini. Di tempat ini. Seorang pria, sebut saja Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir, dituduh mencuri empat ekor kambing. Namun lelaki itu membantah tuduhan tersebut saat ditanya oleh majelis hakim di ruang sidang pengadilan setempat. Alasannya, dia hanya mencuri seekor kambing betina.
“Saudara
terdakwa, lantas siapa yang mencuri tiga ekor kambing yang lain? Berdasarkan
keterangan saksi dan fakta – fakta di persidangan, semuanya mengarah kepada
saudara terdakwa?” tanya majelis hakim.
“Majelis
hakim yang terhormat, saya sudah bilang hanya satu ekor kambing betina yang
dicuri. Bukan salah saya, kalau ketiga ekor anak kambing itu mengikuti
induknya,” bantah Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir.
Para
majelis hakim dan seluruh pengunjung dibuat terbahak mendengar keterangan terdakwa.
Seketika ruang sidang yang semula hening itu menjadi riuh akibat keterangan
terdakwa yang mengiris perut hadirin dalam persidangan itu.
Di sini, di
tempat ini tuan dan puan yang sejak tadi sudah terus membaca diminta untuk
serius. Sekali lagi tetap serius, jangan tertawa tuan dan puan. Demikian kisahku
dari Negeri
Sumba Pinggir.(*)
No comments:
Post a Comment