Tuesday 28 March 2017

Motif Kain Tenun Ikat Sumba Timur


John Taena/Kain Pahikung
 Kain Pahikung dengan Motif Mamoli ini usianya sudah di atas 30 tahun.   
Nilainya Bisa Mencapai Puluhan Juta
KAIN tenun ikat Sumba Timur boleh dikata cukup mahal. Pasalnya setiap lembar motif kain yang dijual oleh para pengrajin bisa mencapai Rp 5 juta.
Penggunaan bahan alami dalam proses pembuatan kain adalah salah satu alasan yang nilai jual motif kain tenun ikat di daerah itu terlampau mahal.
"Kenapa kita pakai bahan alami? Karena kain tenun ikat juga kami pakai untuk membungkus dan mengawawetkan jenasah," demikian Umbu Rihi (44), warga Kampung Kalu, RT 15, RW 05, Kelurahan Prailius, Kecamatan Kambera, Sumba Timur.
Menurut Dia,  setiap motif yang dilukis dalam lembaran-lembaran kain tenun ikat daerah itu memiliki maknanya masing-masing. Salah satu contohnya adalah mengisahkan tentang proses pemakaman raja-raja di daerah itu.
"Misalnya cerita tentang penguburan raja-raja mulai dari proses awal kematiannya bisa dilukiskan dalam sebuah kain. Motif yang dilukis itu bisa menceritakan."
Para pengrajin di daerah itu, lanjutnya, membutuhkan waktu paling cepat empat hingga lima bulan untuk menghasilkan satu lembar kain motif tenun ikat.
Proses pembuatan motif kain tenun ikat setempat yang membutuhkan waktu cukup lama itu disebabkan oleh masalah bahan. Para pengrajin tidak mau menggunakan produk pabrik.
"Semua bahan yang dipakai itu alami. Tidak ada yang pakai produk pabrik makanya proses pembuatan kain tenun ikat itu lama. Misalnya benang, kita pintal benang sendiri. Untuk pewarna pakai bahan alami dan harus direndam berhari-hari supaya menghasilkan hasil yang berkualitas," tandasnya.

Rata-Rata Setahun Hanya Dua Lembar Kain yang Dihasilkan Seorang Penenun
John Taena/Proses
Prose pembuatan kain tenun oleh salah seorang pengrajin motif kain tenun ikat di Kampung Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Sumba Timur 
Semakin banyak hasil produksi sebuah kain tenun ikat, semakin juga penghasilan yang didapat oleh seorang pengrajin kain tenun ikat di sebuah daerah.
Namun hal ini tidak berlaku bagi warga Kabupaten Sumba Timur yang hanya bisa memproduksi dua lembar kain setiap tahun.
Dua orang pengrajin kain tenun ikat di Kampung Kalu, RT 15, RW 05, Kelurahan Prailiu, masing-masing, Mbitu Mbombu (39) dan Umbu Rihi (44), mengisahkan proses pembuatan motif kain tenun ikat di daerah itu tergolong sulit. Pasalnya tidak semua orang mampu membuat dan memproduksi motif kain tenun ikat khas daerah setempat.
"Keluarga kami itu semua bisa tenun ikat, baik itu laki-laki maupun perempuan. Kita bisa buat kain karena memang dari leluhur mereka yang wariskan," jelas Umbu Rihi (44), saat ditemui Pos Kupang.com, di kediamannya, Sabtu (18/3/2017).
Setiap anggota keluarga mereka, lanjut Umbu Rihi, memiliki talenta masing-masing dalam membuat kain tenun ikat. Ada orang yang khusus melukis motif, ada juga yang khusus untuk pewarnaan dan tenun ikat.
"Saya hanya bisa ikat dan tenun, kalau untuk lukis motif itu kakak saya. Sedangkan yang biasanya membuat warna itu kami punya mama karena dai yang ahli. Jadi kami bagi-bagi tugas," ujarnya.
Hal senada dikatakan oleh pengrajin kain tenun ikat lainnya di Kampung Kalu, Mbitu Mbombu (39). Dia menjelaskan, rata-rata setiap tahun hanya bisa menghasilkan dua lembar kain. Pasalnya proses pembuatan motif kain tenun ikat khas daerah itu membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Semua bahan dari alam yang kita pakai jadi memang proses pembuatannya cukup lama. Satu lembar kain itu bisa makan waktu empat sampai lima bulan baru jadi. Kalau dijual itu lima juta per lembar," tandasnya.

Setiap motif yang Dipakai Pengrajin Sumba Memiliki Maknanya Masing-Masing
John Taena/Pengrajin
Proses pembuatan motif kain tenun oleh pengrajin di Kampung Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Sumba Timur
Sejumlah motif pada kain tenun ikat seperti gajah, tengkorak, manusia, ayam dan motif kuda, yang terdapat pada setiap kain tenun ikat daerah itu tidak sembarang dibuat oleh para pengrajin.
Setiap motif yang tertara pada kain tenun ikat Sumba Timur, bukan tanpa alasan atau asal dibuat.
Pasalnya setiap daerah di wilayah Sumba Timur memiliki ceritera dengan makna masing-masiang terhadap motif kain tenun ikatnya.
 "Ada banyak sekali motif di Sumba Timur, dan setiap motif ada maknanya masing-masing. Ada jalan ceriteranya, bukan asal dibuat motif," demikian Bupati Gidion Mbiliyora, di ruang kerjanya.
Lebih lanjut Dia mengatakan, motif pada kain tenun ikat asal daerah itu sudah berkembang sejak dahulu. "Ada jalan ceritanya begitu. Ada maknanya masing-masing," ujarnya.
Harga kain motif tenun ikat di daerah itu, terang Gidion, pada umumnya mulai berkisar dari Rp 500 ribu ke atas. Walaupun ada juga yang bisa dibeli dengan harga murah atau sekitar Rp 300 ribu per helai.
"Dapatlah Rp 300 ribu, tapi yah, itu kualitasnya sudah yang ke berapa kan begitu. Pada umumnya cukup mahal di atas satu juta apalagi yang sudah lama sekali produksinya itu mahal sekali. Bisa puluhan juta," tandasnya.

Kenapa Harga Kain Sumba Mahal? Ini Penjelasan Bupati Gidion
John Taena/Motif
Gajah merupakan salah satu motif yang dipakai pada kain Pahikung oleh para pengrajin di Sumba Timur. Usia kain yang sudah di atas 30-an tahun ini dijual dengan harga Rp 20-an juta
Motif  kain Sumba Timur pada umumnya mahal harganya. Meskipun demikian ada juga yang bisa dibeli dengan harga murah, namun hal itu tidak menjamin kualitas bahan yang dipakai.
Pengrajin kain tenun ikat dari daerah itu tidak menggunakan bahan produk pabrik seperti benang dan pewarna untuk berbagai jenis motif kain tenun ikat di daerah itu.
Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa proses pembuatan motif Sumba Timur membutuhkan waktu cukup panjang.
Penggunaan bahan alami dan proses pembuatan yang lama, menjadi salah satu alasan mengapa harga selehai kain Sumba Timur, bisa dijual dengan nilai satu juta rupiah ke atas.
Selain motif khas daerah setempat, faktor usia produksi juga dapat menentukan harga jual sebuah kain. Semakin tua usia produksi sebuah kain, semakin tinggi nilai jualnya.
"Pada umumnya cukup mahal di atas satu juta apalagi yang sudah lama sekali produksinya itu mahal sekali. Bisa puluhan juta," jelas Bupati Gidion Mbiliyora, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (24/3/2017).
Selengkapnya tonton vidio penjelasan Bupati Gidion Mbiliyora.