Sunday 4 January 2015

Menulis Dapat Mencegah Stress dan Post Power Syndrome



Ilustrasi orang stress (Google)
Beta pernah mengajak tuan dan puan untuk menulis. Tahun lalu anda diajak untuk membuat  tulisan – tulisan sederhana sebagai publikasi diri. Itu baru salah satu contoh dari manfaat menjadi blogger dan rajin menulis. Mungkin pernah terbayang dan mungkin juga tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau menulis itu banyak manfaatnya termasuk untuk kesehatan.

Di sisi lain keuntungan dari menulis adalah mendapat kebanggaan tersendiri. Sebuah kebanggaan yang tak ternilai harganya. Dan hanya akan bisa diperoleh, ketika sudah menghasilkan sebuah tulisan, baik dalam bentuk buku maupun artikel sederhana.

Ketika tuan dan puan membuat sebuah tulisan lalu membayangkan jika suatu saat sudah tiada, sementara tulisan – tulisan kita masih tetap bertahan untuk dinikmati dan dibaca oleh generasi berikutnya. Katakanlah, tulisan yang dibuat saat ini akan dibaca oleh generasi mendatang pada tahun 2320 M. Tentunya sebagai pemilik tulisan itu sendiri anda akan merasa bangga, karena saat itu kita sudah tidak bisa berkata – kata lagi tapi pikiran kita masih terus terlihat dalam tulisan.

Puan mungkin sudah tiada, namun anak, cucu, cicit dan seluruh keturunannya akan bangga. Mereka bangga karena memiliki seorang moyang yang tidak hanya menghabis hidupnya untuk berbicara, melainkan bisa meninggalkan warisan dalam bentuk tulisan yang terus menerus dibaca oleh semua orang. Itulah yang disebut dengan warisan peradaban yang tak ternilai harganya.

Tuan, kata – kata akan terus berlalu dan hanyut bersama perjalanan sang waktu. Namun tulisan – tulisan akan tetap bertahan sampai kapanpun. Coba bayangkan di masa mendatang, pikiran yang tertuang dalam bentuk tulisan itu akan dikutip oleh seseorang. Saat orang itu berbicara di depan khalayak banyak, sambil mengutip dan ada namamu juga yang disebut.



Pikiran seseorang yang sudah dituangkan dalam tulisan bukan tidak mungkin akan menjadi inspirator. Misalnya sebuah tulisan tentang solusi – solusi hidup di perabadan modern. Bukan tidak mungkin juga sebagai pemilik tulisan itu sendiri, akan dianggap sebagai pemberi inspirasi dalam hal tertentu. Atau sebuah tulisan fiksi akan dijadikan hiburan. Otomatis anda sudah menjadi penghibur luar biasa bagi manusia lain di masa mendatang dari sekarang hanya dengan sebuah tulisan.

Berbicara tentang aktifitas tulis menulis, mungkin kebanyakan kita tidak pernah menyadari bahwa saat melakukan aktivitas demikian sangat bermanfaat untuk kesehatan. Setidaknya dapat mencegah kepikunan. Yaah kepikunan karena saat menulis sesuatu, terdapat ribuan bahkan jutaan jaringan otak kita saling keit mengait satu sama lain dan bergerak aktif dengan lincahnya  di dalam kepala kita.

Jika tuan dan puan tidak menggerakan sel – sel otak di dalam kepala, maka bersiap – siaplah untuk segera pikun. Alasannya sederhana, karena kalau sel – sel otak dalam kepala dibiarkan diam dan pasif terlalu lama, maka lambat laun akan mati. Semakin banyak jaringan otak yang mati, semakin cepat pula anda mengalami kepikunan.

Memang benar ada juga unsure negative yang beresiko bagi bagi kesehatan jika seseorang duduk terlalu lama untuk menulis. Namun kalau seseorang rajin menulis buku atau artikel apapun, akan lebih banyak mendapat manfaat positif bagi kesehatannya dibanding yang negative.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan, penyebab penyakit bagi diri manusia ditemukan lebih banyak karena factor stress. Sementara unsur fisik hanya menyumbang sekitar 10 persen. Ketika kita sudah membiasakan diri, untuk menyalurkan seluruh pikiran dan perasaan lewat sebuah tulisan sekecil apapun, otomatis dan sudah pasti akan terhindar dari stress.

Disaat menulis segala seseuatu, terdapat tiga unsure penting sebagai inti dalam diri mansia manusia akan diaktifkan pada saat yang bersamaan. Otak diaktifkan, hati dan jiwa pun demikian, kemudian perasaan dituangkan dalam tulisan. Inti dari diri manusia adalah otak, hati dan jiwa. Para blogger yang sebelumnya mengalami stress, dengan sendirinya hilang dan kesehatan kita sebagai manusia tetap terjaga bila sudah mulai menulis.

Stress biasanya dialami oleh seseorang saat perasaannya tidak dapat disalurkan. Begitupun istilah post power pyndrome yang mungkin sering kita dengar dan biasanya lebih sering dialami oleh para pensiunan. Meskipun baru saja menjalani masa pensiun, tapi seseorang sudah menikmati beberapa jenis obat penawar dalam mengisi hari – harinya. Maka menjadi orang yang rajin menulis, baik masih berusia muda maupun sudah tua, kita akan mampu menyalurkan perasaannya dan terhindar dari stress.  


Bila saat ini tuan dan puan masih aktif dan muda, sesibuk apapun pekerjaan anda cobalah meluangkan waktu paling tidak 30 menit setiap hari. Upayakan sebisa mungkin untuk menghindari stress dengan menulis.

Sudah saatnya sekarang, ambilah bagian menjadi seorang blogger pada akun blog gratisan sekalipun. Kumpul dan simpanlah tulisan itu di blog anda dan suatu saat sudah menghasilkan banyak tulisan diterbitkan menjadi buku.

Menjadi seorang penulis tidak selamanya harus menghabiskan sebagian besar waktu yang ada. Kita dapat menggunakan waktu untuk menjalankan profesi lain yang bisa mendatangkan  penghasilan, namun bisa menggunakan sisa waktu untuk mengisi hobby dengan menulis.

Menghasilkan sebuah karya yang dibukukan, selain dapat mempublikasi diri juga kita akan mendapat pasif income. Pasalnya setiap penerbitan, bisanya akan memberikan royalty sekitar 10 persen bagi sang penulis, dibayar setiap enam bulan sekali sesuai jumlah buku yang terjual.

Tuan dan puan, tahukah anda kenapa kebanyakan orang yang sudah pensiun sering ngotot menjadi penulis? Pertama karena mereka ingin menjaga kesehatan dan tidak tidak mau jadi orang pikun. Kedua menulis adalah ladang dan sumber penghasilan, karena profesi menulis tidak dibatasi oleh usia.

Boleh percaya dan boleh tidak, belum pernah tercatat dalam sejarah ada kata “pensiun” bagi seorang penulis. Bahkan ada sejumlah orang yang bisa menulis sampai akhir hayat mereka. Masih banyak lagi manfaat dari menulis, silahkan dibuktikan sendiri tuan dan puan.(*)

Saturday 3 January 2015

Anak Laihiding Melintasi Zaman



Anak Kampung Laihiding, Sumba Timur bertelanjang renangi sungai ke sekolah
Sejak puluhan tahun bangsa ini merdeka, jutaan orang telah menikmati manfaat pembangunan. Namun fakta di Dusun Laihiding, Desa Kiritana, Sumba Timur  tidak demikian. Hidup tak pernah mudah bagi sekitar 40 – an anak usia sekolah di kampung ini.

Kala musim panas dan kemarau panjang melanda Pulau Sumba setiap tahun, puluhan anak – anak usia harus menoreh keringat melintasi padang savanna. Bukan hanya sebatas itu, mereka juga harus menyebrangi derasnya aliran sungai untuk mencapai lokasi tempat menimba ilmu yakni SDN Kiritana.
Memiliki sebuah tas sekolah akan menjadi sangat istimewa bagi seorang anak meskipun sudah bertahun – tahun usianya. Sobek dan lusuh bukan masalah, namanya tetap sebuah tas sekolah yang tentu mahal nilainya. Meskipun sudah sobek dan lusuh, namun sebuah tas kresek tetaplah mahal nilainya bagi mereka.
Puan tentu bertanya, apa yang mahal dari sebuah tas kresek yang dapat dibeli dengan harga tiga seribu di pasar atau toko? Bahkan terkadang juga akan mendapatkan dengan gratis saat belanja di pasar. Bukan itu letak persoalannya tuan dan puan.
Tuan coba bayangkan, demi menimba ilmu seoarang anak di bawah usia 10 tahun harus berjalan kaki sejauh kurang lebih 10 kilo meter setiap hari pergi dan pulang. Meninggalkan rumah orang tua sejak tubuh dan baru akan tiba kembali di pemukiman penduduknya pada petang hari.
Usai renangi sunagi, anak Kampung Laihiding, Sumba Timur mendaki bukit ke sekolah
Di kampung ini tidak ada mobil mewah. Melihat sebuah kendaraan roda dua melintas padang savanna hingga di tengah pemukiman penduduk adalah sesuatu yang mustahil. Jarak yang demikian bukan ditempuh dengan alat transportasi seperti yang biasanya dipakai oleh tuan dan puan di kota.
Menenteng sebuah tas kresek yang sesak dengan buku, pena dan pensil serta penghapus adalah sesuatu yang senantiasa didambakan oleh puluhan anak usia sekolah dari Laihiding. Menapaki jalan setapak tanpa alas kaki di bawah terik mentari panas adalah sebuah kebanggaan menjadi anak sekolah.
Menanggalkan seragam merah putih, bertelanjang dan berenang sambil menenteng tas kresek yang diisi peralatan sekolah adalah semangat anak Laihiding. Tiba di seberang sungai dan kembali mengenaikan seragam merah putih, spirit anak dari kampung ini dalam melintasi zaman.
Tuan dan puan, berenang di aliran sungai yang jernih sekitar Sembilan bulan dan tiga bulan bertarung dengan banjir bukan hal baru lagi. Semuanya hanya demi mendapatkan ilmu di bangku sekolah dasar.
Setiap pagi mengucapkan selamat pagi ibu, selamat pagi bapak ku pergi sekolah menuntun ilmu demi masa depan tidak semudah dan segampang anak – anak di tempat lain. Sejak leluhur anak kampung laihiding, mereka sudah biasa untuk menyebrangi aliran sungai yang deras dan dalam.
Anak Kampung Laihiding, Sumba Timur bertelanjang & renangi sungai lagi ke sekolah
Mengayunkan satu persatu langkah kaki beberapa ribu meter, setiap mereka harus bertelanjang. Dan terjun… terjun ke dalam aliran sungai. Bereneng dan berenang hingga ke tepian. Selanjutnya, menapaki kaki bukit hingga ke puncak dan kembali menrun ke kaki bukit sebrang. Menapaki jalan setepak, menelusuri hutan belatantara hingga tiba lagi di tepi sungai. Kemudian seragam merah putih di tanggalkan. Bertelanjang lagi dan lagi. Terjun dan terjun lagi untuk berenang ke tepian.
Setibanya seberang, kembali mengenakan seragan kebanggaan bangsa. Kulit tubuh anak – anak sekolah inipun kembali dibungkus dengan warna Pusaka bangsa. Selanjutnya kaki mungil mereka diayunkan beribu kali dengan pasti hingga tiba di depan kelas dan siap menerima ilmu dari bapak dan ibu guru mereka.
Tuan dan puan, entah kapan bekas roda kendaraan akan terlihat tengah kampung Laihiding. Sudah sejak ratuasan tahun, ratusan jiwa warga Kampung Laihiding merindukan jalan raya, tapi entah sampai kapan kerinduan itu akan terobati? 

(Catatan pengalaman saat melakukan perjalana ke Kampung Laihiding bebera waktu yang lalu)