“Di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu. Aneh, aku jadi ingat pada Umbu. Rinduku pada Sumba adalah rindu padang – padang terbuka. Di mana matahari membusur api di atas sana. Rinduku pada Sumba adalah rindu, peternak perjaka. Bila mana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga.”
“Beri
Daku Sumba” demikian sebuah Puisi karya Sang penyair negeri ini, Taufik
Ismail, ditulis pada tahun 1970 yang terdiri dari enam bait. Konon
kabarnya, puisi tersebut terinpirasi dari sebuah obrolan singkat bersama
seorang putra dari Negeri 1001 padang savanna yang berprofesi sebagai
seniman plus wartawan, Umbu Landu Paranggi di tahun 1960. Sebagai
seorang putra desa, Umbu menceritakan keindahan dan keelokan yang
dimiliki alam Sumba.
Sebuah
negeri dengan padang rumputnya, pantai dan laut serta peternakan
kudanya. Sekalipun Umbu menceriterakan bagaimana matahari terbit dan
terbenam di negerinya Sumba, dan sanak saudaranya yang kerap
menghabiskan malam berkumpul dengan sesama, makan dan bernyanyi diiringi
petikan gitar namun ada yang lebih menarik bagi Taufik. Sang penyair
yang juga berprofesi sebagai dokter hewan, ternyata lebih tertarik akan
kuda Sumba dari cerita Umbu.
Tatkala
menuliskan kekayaan alam di negeri 1001 padang savanna ini, Taufiq
Ismail belum pernah menapakan kakinya di salah satu pulau dari Propinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki luas sekitar 10.710 kilometer
persegi ini. Meskipun hanya mendengar ceritanya Umbu, namaun Ia mampu
menggambarkan kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri padang savanna,
Pulau Sumba. Bukan hanya pemandangan alamnya yang mampu memikat
pandangan mata setiap orang. Para gembala ternak kuda sandelwood, kerbau
dan sapi Sumba Ongole (SO) melengkapi indahnya alam setempat.
Sejak
zaman penjajahan Belanda, potensi alam yang dimiliki oleh Pulau Sumba
sudah dikenal sebagai gudang ternak. Sekitar tahun 1815, bangsa penjajah
inipun tak segan – segannya mendatangkan kurang lebih 600 ekor sapi
ongole dari India. Ternak – ternak itu kemudian dikembangkan di padang
savanna yang seluas mata memandang itu. Seirima dalam perjalanan waktu
hingga saat ini, didukung kekayaan alamnya membuat ratusan sapi ongole
itu terus berkembang dan beranak pinak hingga memadati padang savanna
sekarang.
***
|
Kotoran ternak padat maupun cair, saat dialirkan ke tempat
saringan yang dibuat lingkaran dengan ukuran sekitar 70 hingga 80 cm,
selanjutnya akan masuk ke degester dan menghasilkan gas metan. |
Tidak
memiliki ternak, berarti anda bukanlah orang Sumba. Ungkapan demikian
memang sudah berlaku umum dan menjadi bagian bdalam kebudayaan warga
seluruh warga Kabupaten Sumba Timur. Padang savanna dan berbukit yang
mendominasi luas territorial wilayah tersebut, membentuk mental dan
karakter orang – orangnya menjadi menjadi peternak.
Ternak
kecil hingga besar seakan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan
warga setempat. Jenis – jenis ternak yang biasanya dipelihara dan
dikembang orang Sumba antara lain, Babi, Kambing, Domba, Sapi Sumba
Ongole (SO), Kerbau dan Kuda Sandlewood akan akrab dan selalu
hadir dalam keseharian warga setempat. Selain memiliki nilai ekonomis
untuk meningkatkan status social seseorang dalam lingkungan masyarakat,
ternak juga memiliki nilai budaya yang tinggi dalam adat istiadat warga
setempat terutama Babi.
Beternak
babi dengan berbagai pola, akan selalu dimiliki orang setiap kepala
keluarga (KK) di sekitar pekarangan rumah masing – masing. Babi juga
boleh dikata sebagai salah satu potensi unggulan, dapat menopang dan
mendukung ekonomi rumah tangga warga bila dikembangkan. Harga seekor
babi dengan ukuran berat, usia dan warna bulu tertentu akan menembus
angka Rp 25 hingga 30 juta perekor.
“Pesta
perkawinan atau pesta adat, kedudukan social dan genggsi seseorang
dapat dilihat dari ternak babi yang disembelih. Kalau berpapasan dengan ternak
babi dan kerbau dijalan raya, sebaik yang ditabrak adalah kerbau
ketimbang menabrak babi karena harga babi lebih dari harga kerbau,” ujar
salah satu tokoh pemuda Sumba Timur, di Waingapu, Kamis (13/6/2013) Heinrich Dominggus Dengi,S.Si, Apt.
Rata
– rata pola beternak di Sumba Timur, jelas Dengi, masih bersifat
tradisional. Meskipun pola babi demikian kurang bagus, dan mempengaruhi
kesehatan lingkungan hal itu cendrung dilakukan. Mereka lebih memilih
melepaskan ternak mereka berkeliaran bebas tanpa dikandangkan.
Dikatakannya, “Pola ternak secara tradiosional sama sekali tidak
mendukung aspek kesehatan dan menimbulkan polusi juga tidak ekonomis.”
Seharusnya
pola beternak babi yang diterapkan adalah menyediakan kandang. Beternak
babi secara baik dan benar sebenarnya banyak sekali manfaat dan
keuntungannya. Bukan hanya
ternaknya yang dapat dijual untuk mendulang rupiah. Kotoran dari hasil
ternak tersebut menyimpan kekayaan dan potensi jika diolah dengan baik.
Misalkan, sebagai pengganti bahan bakar fosil yang ramah lingkungan.
“Kotoran ternak babi mengandung gas metan dan bisa digunakan untuk menggantikan minyak tanah di dalam dapur setiap KK,” jelasnya.
Kotoran hewan dalam bentuk cair maupun padat yang berhasil dimasukan ke dalam degester
setiap kali mencuci kandang, akan memproduksi gas metan. Di dalam
degester, gas yang bersumber dari kotoran ternak dan air akan ditangkap.
Selanjutnya, melalui sebuah pipa yang telah disediakan, gas akan
dialirkan menuju ke kompor biogas. Dengi mengatakan, “Gas metan bukan
hanya terbentuk dari limbah ternak tapi juga dari air, itu sebabnya
membersihkan kandang harus menggunakan air yang secukupnya.”
Gas metan dari kotoran ternak babi, dapat dijebak dengan membangun degester atau bak penampung kotoran ternak. Desain pembangunan degester penampung
gas metan dari kotoran ternak perlu diperhatikan dan berbentuk
kubangan. Tujuannya adalah memudahkan tekanan gas metan untuk dialirkan
ke kompor biogas. Besar kecilnya ukuran senbuah degester
menentukan kapasitas gas metan yang dapat ditangkap. Dalam kapasitas
yang banyak, gas metan akan mampu menggerakan sebuah mesin generator
listrik.
Para
peternak dianjurkan untuk menyediakan kandang dan meninggalkan pola
lama yang bersifat tradisional dalam beternak. Pola beternak seperti
juga akan memudahkan peternak dalam mengontrol kesehatan dan menampung
kotoran ternak. Ketika membangun sebuah kandang ternak, perlu
memperhatikan tingkat kemiringan lantai yakni sekitar 15 hingga 20
derajat. Kandang ternak untuk biogas juga harus dilengkapi dengan
saluran air atau got dengan ukuran sekitar 20 hingga 30 cm. “Kotoran
ternak padat maupun cair, akan mengalir lancar ke tempat saringan yang
dibuat lingkaran dengan ukuran sekitar 70 hingga 80 cm, selanjutnya
akan masuk ke degester,” kata pengguna biogas di Waingapu ini.
Setelah gas metan dari kotoran ternak dijebak, maka akan ada tekanan yang mendorong semua limbah ke luar degester.
Bak penampung terakhir yang telah disiapkan akan menjadi tempat bagi
limbah tersebut. Limbah yang sudah tidak memiliki gas dari degester, mengandung unsur makanan yang berfunsi untuk penggemukan ikan lele. Sejak dua tahun terkahir menggunakan biogas, kebutuhan minyak tanah di dapur sudah bisa diatasi.
Bukan sebatas itu saja manfaat dan keuntungan dari beternak babi. Kandungan gas metan yang telah dijebak dari degester akan menguluarkan limbah, selanjutnya tertampung dalam sebuah bak.
Limbah dalam bentuk padat dan cair pada bak penampungan terakhir, bisa
diolah lagi menjadi pupuk cair organic (NPK cair) dan kompos.
Dikatakan
Dengi, “Saya adalah salah satu pemanfaat tehknology ramah lingkungan
ramah lingkungan dari ternak babi sejak dua tahun terkahir jadi bukan
sekedar ngomong. Keluarga saya pakai biogasnya untuk kebutuhan kompor di
dapur, terus limbah yang diproduksi jadi pupuk juga bisa dijual dan
menambah penghasilan.”
Kotoran
atau limbah ternak, sebelumnya dikeluhakan tetangga yang merasa
termengganggu aroma kurang sedap yang menyebabkan polusi udara tidak
bermasalah lagi. Limbahnya juga bisa diproduksi jadi pupuk. “Limbahnya
cukup ditambahan beberapa bahan seperti mikro organisme lokal (mol).
Dicampur gula secukupnya dan buah – buahan yang sudah membusuk, kemudian
difermentasi selama tiga minggu sudah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk
organic cair. Fungsinya untuk merangsang buah tanaman dan sudah digunakan untuk tanaman. Sudah ada yang konsumen pupuk organic cair dan padat dari kotoran ternak saya,” tandasnya. (*)