Tuesday 23 December 2014

Meldawati Bertualangan di Sumba



                           Meldawati
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi,
Kini petang datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi

MUHAMMAD Ali Hasyim, salah satu penyair era 1970 -an, melalui puisinya 'Menyesal' ingin menggugah kaum muda agar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin.  Selagi masih bisa menimba ilmu dan mencari pengalaman, teruslah berjuang untuk mengalahkan tantangan. Bahkan harus berpetualangan ke daerah pelosok atau pedalaman sekalipun demi menambah ilmu dan pengalaman hidup.

Tidak semua orang mau, apalagi dari kota besar mau mengabdikan sebagai guru di daerah pelosok atau pedalaman. Sebagian orang yang tidak sanggup akan segera pergi meninggalkan tempat tugasnya apabila tidak merasa terpanggil atau memiliki jiwa bertualang.

Tantangan demikian akan menjadi santapan empuk bagi gadis yang satu ini. Namanya  Meldawati, S,pd, salah satu alumni Universitas Negeri Makassar (UNM) Fakultas Ilmu Olahara (FIK) angkatan 2007.

Kepada Pos Kupang di Kataka, Kecamatan Kahunga Eti, Kabupaten Sumba Timur, Rabu (13/2/2013),  gadis kelahiran Balikpapan, 24 Oktober 1987 ini mengatakan, sejak kecil dirinya sudah sering bermimpi jadi guru. Alasanya, dengan mengajar seseorang dari tidak bisa menjadi bisa dapat menempatkan diri seorang guru menjadi panutan atau teladan.

"Mengajar di daerah terpencil, itu bukan masalah buat saya untuk menghentikan langkah mengabdi pada negeri. Karena menurut saya, guru itu bisa jadi teladan. Mengajar seseorang dari tidak bisa menjadi bisa," ujar Meldawati, salah seorang peserta Program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) di SMP Satu Atap Kataka.

Menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang mengemban misi mencerdaskan anak bangsa merupakan kebanggan tersendiri baginya. Kebanggan ini selalu ditunjukan dan diwujudkan dalam keseharianya sebagai seorang guru olahraga. Disamping mengajarkan pendidikan olahraga, Meldawati juga mengajak anak didiknya mencintai dan memelihara alam. 


Meldawati mengatakan, "Melintasi alam itu juga bagian dari olahraga. Jadi, alam harus dijaga dan dipelihara."

Bertualangan dengan menjadi seorang guru di pedalaman, kata Mel, demikian sapaan akrabnya,  belum lengkap kalau tidak melesuri alam sekitar. Hal ini yang selalu dilakukan di setiap waktu senggang dengan melakukan hiking, rockclimbing dan caving. Melalui kegiatan - kegiatan itu, demikian Mel, ia akan mendapatkan kepuasaan tersendiri.

Meskipun terkadang harus merasa was - was ketika menelusuri hingga keluar dari dunia bawah tanah hanya untuk bisa menikmati dan melihat setiap ornamen dalam gua.
Anak ke lima dari enam orang bersaudara ini mengatakan, ketika di alam bebas tentunya akan bertemu dengan banyak binatang buas seperti ular berbisa. Namun hal ini bukan harus ditakuti karena disitulah letak tentangan yang sesungguhnya selain alam itu sendiri.
"Seorang caver tentunya memiliki ilmu tentang penelusuran gua. Tentunya tidak sembarang masuk juga sebelum mengetahui kondisi gua dn mendapatkan informasi tentang gua-gua yang akan di masuki itu," kata salah satu putri  pasangan Asfar Ali dan Junnuati.

Memegang moto; "Melangkah hingga jauh, meraih yang ku mau", Mel mengaku di Pulau Sumba untuk petualangan naik gunung memang agak susah. Pasalnya, alam daerah tersebut tidak memiliki gunung dan yang ditemukan hanya bukit.

Sementara untuk kegiatan hiking bisa dilakukan jika menaiki gunung yang tingginya sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) ke atas. Namun, kata Mel,  ada potensi lain di daerah ini, yakni untuk kegiatan  rockclimbing karena terdapat banyak tebing alam yang bagus untuk dipanjati.

"Cuma  kendala di sini alat - alat untuk pemanjatan itu tidak ada. Baik itu dipakai untuk pengaman maupun membuka jalur pemanjatan. Kalau caving juga bisa, karena dari informasinya banyak gua di Sumba yang belum pernah dimasuki orang atau belum terjamah. Saya tertantang dan ingin menjadi orang pertama untuk berpetualang di sana. Itu bisa dilakukan jika ada alat yng memadai," ujar Mel. (john taena)

Monday 22 December 2014

Penganan Khas Pulau Sumba Itu Mulai Tergeser


Manggulu, salah satu penganan khas Pulau Sumba
Manggulu. Demikian sebutan untuk salah satu jenis makanan khas daerah yang sudah dikenal secara turun temurun dari para leluhur orang Sumba Timur, di Pulau Sumba. Mungkin kedengarannya agak sedikit asing bagi Tuan dan Puan, namun ssejujurnya jenis makanan khas yang dibungkus daun pisang kering ini sangat lezat rasanya.

Tuan dan Puan, Manggulu adalah salah satu jenis penganan khas daerah di Pulau Sumba yang terbuat dari kacang tanah dan pisang. Ukurannya kecil dan bentuknya pun mirip dodol. Meskipun kedua jenis makanana ini mirip, namun  tetap tidak sama baik rasa maupun kemasan. Namanya juga makanan khas, kalau sama rasa dan kemasan maka tidak akan khas lagi.  

Sesungguhnya penganan khas daerah yang satu ini tidak kalah lezatnya. Sayangnya jenis penganan lokal Sumba Timur itu sudah jarang ditemukan. Hanya di beberapa wilayah yang masyarakatnya masih membuat produk tersebut. Itu pun hanya pada waktu – waktu tertentu dan jumlahnya pun terbatas di Pulau Sumba Tuan  dan Puan.

Dalam kemasan aslinya, Manggulu dibungkus dengan daun pisang kering. Bagi orang Sumba, daun pisang kering memiliki nilai pengawet. Sayangnya, belakangan daun pisang mulai ditinggalkan dan diganti dengan kemasan modern seperti plastik. Keasliannya sebagai penganan khas yang sehat serta ramah lingkungan karena tidak mengandung unsure kimia itu mulai terancam.

Jika Tuan dan Puan sempat mengunjungi Pulau Sumba, Manggulu saat ini memang masih ada di daerah itu terutama Sumba Timur. Namun keberadaannya mulai tergeser oleh penganan dari luar. Selain karena produksinya terbatas, perubahan gaya hidup masyarakat setempat pun turut mempengaruhi eksistensi produk tersebut. Keterbatasan produksi disebabkan oleh proses pembuatannya yang cukup memakan waktu.


Biasanya, pisang kapok masak harus dikeringkan terlebih dahulu. Sementara kacang tanah digoreng kemudian diangkat kulit arinya. Pisang yang sudah dikeringkan kemudian kemudian ditumbuk. Demikian juga kacang tanah yang sudah digoreng. Selanjutnya, kedua bahan yang sudah dihaluskan ini dicampur dan dibentuk. Jika cara tradisional pembentukan Manggulu menggunakan tangan, maka belakangan pencampuran dan pembentukannya kini beralih menggunakan mesin penggiling.

Saat ini Manggulu memang masih bisa ditemukan di Sumba Timur, namun hanya di wilayah – wilayah tertentu saja. Di Kota Waingapu juga ada sejumlah industry rumah tangga yang membuat Manggulu. Itupun produksinya tidak banyak dan sangat terbatas, selain karena kekurangan modal usaha, akibatnya Menggulu jarang ditemukan di toko kue. Jikalau ada, jumlahnya sangat terbatas. Itupun jarang laku terjual karena Manggulu sebagai cirri khas daerah seakan tenggelam di antara penganan dari luar.

Tuan dan Puan, selain kacang Sumba yang dikenal memiliki karena kekhasan rasanya,  Sumba Timur juga kaya akan penganan lokal. Namun harus diakui karena gaungnya kalah dengan penganan dari luar. Kemasan dan tampilan yang lebih menarik, pergeseran pola hidup masyarakat setempta juga turut mempengaruhi eksistensi Manggulu sebagai penganan lokal.


Beta melihat, masyarakat Sumba Timur akan merasa lebih berkelas jika menenteng donat atau roti dengan kemasan yang menarik daripada Manggulu dengan kemasan daun pisang kering. Mungkin ini juga disebabkan oleh pengaruh promosi dan pencitraan pangan lokal yang masih terbatas. Akibatnya, menyebabkan penganan ini tidak banyak dilirik oleh masyarakat Sumba Timur.

Tuan dan Puan, Manggulu memang belum terkenal seperti kacang Sumba. Jangankan untuk masyarakat luar, generasi muda Pulau Sumba saja bahkan sudah ada yang tidak mengenal Manggulu. Padahal kalau diperkenalkan terus – menerus, Manggulu bisa menjadi penganan yang diminati banyak orang karena rasanya khas. (*)

Saturday 20 December 2014

Zainab Hud Assegaf Penampilan Segalanya



POS KUPANG/JOHN TAENA
Zainab Hud Assegaf
POS KUPANG.COM --  Ramah, nada suaranya lembut. Sinar matanya memancarkan persahabatan. Berpenampilan anggun dengan seragam batik khas para karyawati Bank NTT, membuat petugas teller yang satu ini menjadi perhatian para nasabah. Dialah Zainab Hud Assegaf.  Prinsipnya sederhana. 

Menjaga penampilan agar tetap segar. Dia salah satu dari sekian banyak wanita karir yang selalu memperhatikan penampilan. Hal ini yang selalu ditanamkan dalam dirinya sebagai seorang karyawan Bank NTT Cabang Waingapu,  Sumba Timur. Alasannya agar tampil menarik  dan percaya diri dalam menjalankan tugas. 

"Bagi saya sebagai seorang perempuan, penampilan itu segalanya," ujar Zainab, salah satu petugas teller Bank NTT Cabang Waingapu, ketika ditemui di bank setempat, Jumat (13/7/2012).

Zainab, sapaan gadis kelahiran Waingapu, 7 November 1989, ini  mengakui pekerjaan petugas bank cukup menyita waktu. Tuntutan pekerjaan membuat dirinya terkadang merasa capek dan jenuh. Setiap hari sejak masuk kantor hingga pulang kantor, selalu melakukan rutinitas yang sama.

 "Jadi, saya selalu berusaha untuk tetap tersenyum kepada semua nasabah," ujar putri pertama pasangan Hud Assegaf dan Ny. Farida K Riwa ini.

Alumna Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Waingapu 2008 ini, menuturkan, untuk tampil cantik tidak selamanya harus mengeluarkan biaya mahal. Tergantung bagaimana seorang perempuan pandai merawat diri agar terlihat menarik. 

Selain itu, dalam berdandan, dirinya  tidak pernah memilih produk berdasarkan harga. Yang diutamakan adalah kenyamanan dalam  menggunakan produk tersebut. 

"Menjaga penampilan agar tetap cantik dan menarik adalah segala-galanya. Kalau kulit indah dan cantik akan membuat kita percaya diri di hadapan nasabah," kata putri pertama dari tiga bersaudara ini.

Sebagai seorang wanita karir, kata perempuan berambut hitam dan panjang sebahu ini, keseimbangan antara beban kerja dan ketenangan jiwa harus selalu dijaga. Perlu menghindari kekalutan batin yang sewaktu-waktu bisa muncul pada jam kerja karena tekanan waktu dan beban pekerjaan serta sifat nasabah yang berbeda-beda. Salah satu cara yang biasanya dilakukan Zainab untuk menghindari tekanan adalah mengunjungi salon kecantikan.

 "Kalau ada waktu, saya ke salon merawat kulit biar segar. Jadi, nasabah juga tidak jenuh dan bosan untuk datang ke bank," tukas sang teller yang memiliki hobi menyanyi dan shopping ini. (john taena)
Sumber :http://kupang.tribunnews.com/2012/07/16/zainab-hud-assegaf-penampilan-segalanya

Friday 19 December 2014

Rambu Kori Anahida Jaga Kelembutan



                                                                                                                          POS KUPANG/JET
            Rambu Kori Anahida                                                                                                                                                                              
POS KUPANG.COM -- Suara mempunyai kekuatan. Dengan kekuatan suara, seseorang dapat mengguncang, bahkan melumpuhkan kekuatan apapun di dunia. Lewat suara juga orang lain akan merasa damai, senang dan gembira apabila dihibur.

Adalah Rambu Kori Anahida, penyiar Radio Max 96,6 FM Waingapu, Sumba Timur, telah mengalaminya. Kualitas suara yang baik sangat mempengaruhi karier seseorang yang bergerak di dunia entertainment seperti penyiar radio. Suara yang berkualitas dan lembut dari seorang penyiar akan semakin memanjakan telinga pendengar.

"Salah satu tugas kami sebagai penyiar radio adalah menghibur pendengar. Ada kepuasan batin tersendiri kalau pendengar senang," tutur Rambu Kori Anahida, akrab disapa Opy, saat ditemui Pos Kupang di Waingapu, Senin (9/7/2012). Gadis kelahiran Hambapraing, Kecamatan Haharu, 6 April 1986, ini mengaku kurang lebih sudah tujuh tahun (2005-2012) telah menjadi penyiar radio.

Selama kurun waktu tersebut, Opy mengaku mendapat banyak pengalaman, terutama terkait profesinya sebagai seorang entertainer.  "Saya selalu menikmati pekerjaan ini karena dapat menambah wawasan, banyak pengalaman, juga banyak teman," ujarnya.
Opy menyebut kebiasaan yang dilakukannya setiap hari selain olah vokal adalah lulur kulit untuk menjaga kelembutan dan keindahan kulit. Biasanya mandi lulur dua kali sehari. "Menjaga keindahan suara dan kulit itu adalah hobi saya, selain olahraga, dengar musik dan nyanyi," katanya.

Putri kedua dari empat bersaudara ini mengatakan, ketika berada di dalam ruangan siaran ia merasa percaya diri untuk menyapa dan menghibur para pendengar radio. Rasa percaya dirinya itu akan terasa lebih lengkap ketika kulitnya tetap dijaga agar terlihat cantik di luar studio siaran oleh para penggemarnya. "Pokoknya lebih rasa pede (percaya diri) kalau memiliki kulit lembut dan indah," ujarnya.

Alumna SMA Negeri 2 Waingapu tahun 2004 ini mengatakan, kulit tubuh dan suara yang indah adalah harta yang tak ternilai baginya. Itu sebabnya, ia tidak tanggung-tanggung  merogoh kocek membeli produk perawatan kulit. "Olah vokal atau senam mulut biasanya di dalam ruangan atau alam terbuka dan berteriak sekuat mungkin itu minimal sekali seminggu. Sementara kalau merawat kulit, itu hampir setiap ada waktu luang," tutur gadis dari pasangan Rambu Kahi Temba dan Umbu Hapu Motu ini. (john taena)

Sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/07/10/rambu-kori-anahida-jaga-kelembutan


Kami Tidur dengan Perut Kosong


POS KUPANG/JOHN TAENA
Beberapa warga Kampung Hiliwuku, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Sumba Timur mendaki bukti untuk mengambil air di kubangan di padang, Sabtu (11/10/2014) sore
Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena
POS KUPANG.COM, WAINGAPU --  Akibat gagal tanam dan gagal panen tanaman padi dan jagung, sekitar 130 jiwa warga RT10/RW 04, Dusun Tandai Rotu, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Kabupaten Sumba Timur, kelaparan.
Demikian disampaikan Ketua RT 10/RW 04, Dusun Tandai Rotu, Desa Katikuluku, Yakob Hiwal Maramba Djawa (42), kepada  Pos Kupang di Kampung Hiliwuku, Sabtu (11/10/2014) malam. "Tahun ini kami tidak panen. Sekarang sudah musim lapar, kadang - kadang kami tidur dengan perut kosong," ujar Yakob.
Bencana kelaparan yang dialami rutasan jiwa di kampung itu, kata Yakob, sudah disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumba Timur. Laporan disampaikan langsung kepada Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora, saat berkunjung ke desa itu beberapa waktu lalu. Tetapi, lanjut Yakob, sampai saat ini bantuan yang diharapkan dari pihak pemerintah belum direalisasikan.
Ia menjerlaskan, meskipun iwi adalah jenis umbian yang beracun, tapi tetap dijadikan  makanan alternatif. Sebab, padi dan jagung yang ditanam oleh para petani setempat pada musim lalu tidak bisa dipanen. "Kalau setiap hari hanya makan iwi dari pagi sampai malam, anak - anak tidak mau, tapi mau bagaimana lagi hanya itu makanan yang ada," katanya.
Yakob menjelaskan, salah satu jenis umbian hutan yang memiliki kadar racun cukup tinggi membutuhkan waktu paling sedikit satu minggu proses pengolahan sebelum dikonsumsi. Akibatnya, tak jarang sejumlah anggota keluarga petani kehabisan stok pangan.
"Kadang anak - anak pergi sekolah tidak makan. Kami tidak bisa berbuat banyak, hanya mengharapkan bantuan pemerintah. Kalau  pemerintah mau bantu kami  syukur, tidak bantu juga kami tetap bersyukur," ujarnya.
                                                        Krisis Air 
Selain kekurangan pangan, warga juga mengalami krisis air bersih. Untuk memenhi kebutuhan air bersih, baik untuk minum maupun untuk memasak, warga Kampung Hiliwuku harus berjalan kaki lima kilometer untuk menimba air di tengah padang.
Air yang ada di padang itu juga menjadi sumber air bagi ternak yang berkeliaran bebas di padang di wiayah perkampung yang berjarak kurang lebih 50 kilometer dari Kota Waingaou, Ibu Kota Kabupaten Sumba Timur itu.
"Ini satu - satunya sumber air terdekat bagi kami di sini. Rebutan air minum dengan ternak itu sudah biasa bagi kami. Beberapa tahun lalu, pemerintah bangun embung di tengah kampung, tapi tidak bermanfaat dan mubazir karena tidak bisa tampung air," kata Yakob Hiwal Maramba Djawa.
Sekali jalan, lanjut Yakob, setiap orang  membawa 10 liter air minum yang ditampung dalam dua jeriken lima liter. Air ini untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam rumah tangga masing - masing warga.
Hal senada dikatakan oleh Kepala Urusan  Pembangunan Desa Katikuluku, Hambumanda (55). Di lokasi sumber mata air, kata Hambumanda, warga bukan hanya rebutan air minum dengan ternak, tapi juga rebutan bahan pangan.
Singkong, talas dan jenis umbian lain  yang dibudidayakan oleh warga untuk mengantisipasi gagal panen dan bencana kelaparan, ungkap Hambumanda, juga habis dimakan ternak.
"Beruntung iwi itu ada racun, jadi tidak bisa dimakan ternak. Kami harus jalan dan keluar masuk hutan untuk gali iwi. Setelah digali, iwi itu dikupas kulitnya, diiris lalu dikeringkan selama tiga hari. Kalau sudah kering baru kami ambil dan bawa ke sungai untuk direndam selama 24 jam," tutur Hambumanda.
Salah satu aliran sungai yang dimanfaatkan untuk merendam iwi, lanjutnya, berjarak  30 kilometer dari  permukiman. Setelah direndam, warga  membawa  umbian itu ke rumah untuk diolah lagi menjadi bahan makanan. Proses pengolahan untuk dikonsumsi melalui beberapa tahapan.
Hambumanda menjelaskan, getah dari umbian itu dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan luka hingga berdarah. Hal ini menjadi alasan mengapa warga mengambil dan memroses bahan makanan dari umbian cukup lama.
"Butuh waktu satu minggu supaya bisa dimakan. Setelah digali dan dikupas kulitnya, kami harus berhenti beberapa hari supaya tangan tidak luka. Kalau persediaan sudah habis, dan yang digali belum diproses dengan baik, maka setiap malam kami bisa tidur tanpa makan," kata Hambumanda.*


Thursday 18 December 2014

Diana Andayani Djoh Selalu Enjoy

POS KUPANG/JOHN TAENA
Diana Andayani Djoh
POS KUPANG.COM, WAINGAPU  --- Rambutnya hitam lurus dibiarkan jatuh terurai. Senyumnya yang lembut selalu ditebarkan kepada setiap orang yang berpapasan dengannya. Ia kian anggun ketika mengenakan seragam Bank Rakyat Indonesia (BRI). 

Itulah penampilan Diana Andayani Djoh, S.Si Tel, M.Si, wanita pemilik tahi lalat di pipi kiri, kelahiran Kambaniru-Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, 4 Desember 1985.

"Senyum, sapa dan salam, itu selalu kita tanamkan dalam jiwa sehingga bisa memberikan pelayanan maksimal kepada semua nasabah," kata putri sulung dari lima bersaudara, saat ditemui Pos Kupang, di ruang customer service (CS) di BRI setempat,  Rabu (30/5/2012).

Bertugas sebagai customer service (CS), tutur dara hitam manis ini, menuntutnya harus selalu tenang. Sebab untuk tampil prima, seseorang harus enjoy dan terbebas dari berbagai tekanan.

"Saya selalu berusaha untuk enjoy. Kalau kita enjoy, apa pun akan kita kerjakan dengan baik. Artinya selain melayani nasabah, pekerjaan lain pun akan kita laksanakan dengan senang hati," tutur alumni Universitas Satya Wacana tahun 2010 ini.


Menurut gadis ayu berdarah Sabu ini, dulu ia tak pernah bercita-cita menjadi karyawan bank. Saat di bangku SMA Negeri II Waingapu, ia malah ingin menjadi guide. Karena saat itu ia siswi kelas bahasa.

"Tapi setelah tamat tahun 2003, saya kuliah di Theologia dan lanjut S2 (Magister Sosiologi Agama). Setelah lulus, saya malah diminta orang tua untuk menjadi seorang pengajar," jelas Diana sapaan akrabnya.

Bagi Diana, basic boleh dibidang agama, tapi lahan yang ditekuni saat ini justeru di dunia perbankan. Ketika ia bergabung di lembaga itu, ketertarikan pada pekerjaan, semakin tinggi. Soalnya setiap hari melayani banyak orang.

Ia menuturkan saban hari ia banyak kesibukan. Mulai dari pagi hingga petang, tak ada waktu untuk bersantai. "Saat ini memang banyak pekerjaan, tapi saya tidak bekerja dalam tekanan, sehingga saya sangat enjoy," jelas putri sulung dari pasangan, Abraham Djoh dan Ny. Melani Udju ini.

Wanita karier yang suka membaca ini menjelaskan, satu prinsip yang selalu ia pegang teguh, yakni mengisi hidup yang diberikan Tuhan dengan berkarya sebaik-baiknya bagi banyak orang. Motto ini juga yang membuatnya tak pernah berhenti berkarya dan berbagi kasih kepada semua orang, terutama bagi orang- orang yang dicintainya. (john taena)
Sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/06/01/diana-andayani-djoh-selalu-enjoy

Monday 15 December 2014

Belanja Sayur, di Pasar Atau Kebun?



Yuuuk pelajari dulu jenis sayur yang akan dikonsumsi. Saat berkunjung ke kebun sayuran organik di Waingapu, anda akan mendapat keuntangan besar. Selain panen sendiri, anda juga dapat belajar tentang ilmu pertanian organik. 

Berkunjung ke lahan para petani sayur organik di Waingapu dapat menambah wawasan, selain itu kita tahu proses pengolahan sejak tanam hingga panen. Begitupun  jenis pupuk yang digunakan, siapa tau bisa produksi sendiri pupuk organik yang ramah lingkungan dan sehat bagi tubuh.

Selain belajar, kita juga langsung panen sendiri kalau makan sayur organik di lahannya para petani di Waingapu. Bukan jamannya lagi belanja belanja sayuran dipasar yang diawetkan. Pilih mana, belanja dan panen sendiri atau di pasar? 


Saturday 13 December 2014

Cerita Dari Pedalaman Sumba




Demi menuntun ilmu, walau harus bertelanjang setiap kali pergi dan pulang sekolah itu adalah motivasi. Kami memang tidak semujur anak – anak di kota, bagi kami keterbatasan itu adalah sebuah kenikmatan. Berani nggak sobat sekalian mau menikmati kehidupan seprti kami di SDI Maulumbi, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur? Udara di lingkungan sekitar masih bersih dan sehat.

“Jadilah berani hidup secara kreatif dan menuju ruang – ruang kreatif di mana belum pernah ada manusia menjejakkan kakinya di sana” sebuah petuah bijak dari Alan Alda ini telah membuat kami semangat. Derasnya aliran sungai bukan sebuah hambatan.


Di bawah langit biru dan teriknya mentari adalah sebuah kenikmatan tersendiri, kenikmatan yang tiada duanya. Berjalan kaki sejauh belasan kilo meter setiap hari tanpa alas kaki adalah perjuangan yang selalu ditaklukkan oleh anak – anak pedalaman Sumba Timur.  Anak – anak di kota siap untuk tantangan ini?

 “Jejak kakimu di Bumi, tapi biarkan hatimu mengangkasa! Tolak pribadimu yang biasa – biasa saja” Arthur Help menasihati kami tidak berhenti berjuang. Menapaki setiap tikungan dan duri jua debu yang melumuri kaki – kaki mungil kami bukan untuk menghentikan perjuangan ini. Ada sebuah kenikmatan dalam perjuangan menuntun ilmu. 



“Rasa sakit membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup” John Pattrick menginspirasi kami sebagai anak – anak desa untuk tidak menyerah. 


Hamparan pasir putih di garis pantai dan anak – anak yang bermain di air yang jernih mana ada di kota – kota besar. Anda hanya akan menikmati pemandangan seperti ini di Pulau Salura, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur. 

Selain airnya jernih, salah satu wilayah NKRI yang berbtasan langsung dengan  Australia ini memiliki banyak potensi. Yuuuk mari kita lestarikan sobat… 



Anda hanya akan menyaksikan pemandangan nan elok seperti ini di negeri 1001 padang savanna, saat si gembala sapi menunggang kuda putih berjalanan di bawah kolong langit seperti ini tidak ada di kota.  Langit berawan, padang rumput dan ilalang serta ternak hanya ada di alam bebas. Kalau ingin menyaksikan hamparan padang savanna yang dihuni oleh ribuan ekor ternak sapi ongole, kerbau dan kuda sandle wood  datang saja ke Pulau Sumba sobat… 



Friday 12 December 2014

Desi Rihi, Waktu Pacaran Sedikit



Desi Rihi
POS KUPANG.COM -- Menjaga kesegaran kulit agar tetap mulus dan terlihat elok, serta tampil memikat merupakan dambaan setiap kaum wanita. Perawatan tubuh untuk tetap terlihat cantik dan berpenampilan sempurna penuh percaya diri, tidak dapat disangkal lagi. Ada banyak motivasi bagi seorang wanita untuk tampil cantik. Mulai dari memikat hati  kaum pria hingga menjadi selebriti.
"Persaingan dan gaya hidup di Jakarta sangat besar. Kita harus bisa menyesuaikan. Kalau tidak bisa menyesuaikan, pasti kita akan mati. Kalau orang mengandalkan keterampilan, kita di dunia entertain mengandalkan face dan suara. Jadi, fashion memang sangat penting agar orang tertarik. Modal cantik saja tidak cukup," kata Desi Rahmania yang memiliki nama asli Desi Rihi, saat ditemui di Waingapu, Sumba Timur,  Senin (20/1/2014).
Kepada Pos Kupang, Chy, demikian sapaan akrab putri tunggal pasangan Farug Alhaddad dan Yuliati Rihi, ini mengatakan, berawal dari hobi potret  dirinya terjun ke dunia model fotographi hingga kini menjadi salah seorang host atau presenter. "Tadinya tidak terpikir terjun ke dunia entertain, karena memang tidak punya basic. Hobi memotret akhirnya dipotret jadi model dan sekarang seperti ini," ujar gadis kelahiran Kupang, 16 Desember 1989.
Berawal dari kedekatannya dengan sejumlah fotografer yang memiliki kenalan dengan orang-orang di dunia entertain, akhirnya membuka jalan bagi Chy  untuk menjadi seorang host.
Selain itu, pengalaman pertama sebagai presenter acara Edit Foto di ANTV yang sekarang sudah diganti dengan Mata Lensa, membuat Chy  sempat gugup tampil di depan kamera. Hal ini disebabkan dirinya seorang programmer yang pernah belajar di Institut Pembangunan Surabaya Jurusan Teknik Informatika.
"Waktu itu sempat kaget juga dan tidak percaya diri karena tidak memiliki basic. Tapi kata teman saya, muka kamu itu menjual Chy. Terus mungkin karena saya juga banyak ngomong dan cerita. Jadi, tidak panik saat pertama tampil di depan kamera. Namanya juga orang Sabu, pasti cerewet ya, jadi keterusan sampai sekarang," ujarnya.
Anak-anak NTT, kata Chy, tidak terlalu beda jauh kemampuannya dengan orang Jakarta. Namun untuk mewujudkan impian, kembali lagi dan tergantung pembawaan seseorang. Misalnya, sudah memiliki kemampuan, tapi tidak bisa untuk mengekspresikan semuanya, maka hal itu tidak akan mungkin diwujudkan. 
"Jadi, tidak hanya orang Jakarta yang bisa, kitapun bisa asalkan ada kemauan. Modal cantik saja tidak cukup. Harus berani mengekspresikan semuanya, misalnya tampil di depan umum,"  jelas alumni SMA Kristen Payeti 2009 ini. 
Menekuni profesi entertain, kata Chy, seseorang harus memiliki kemampuan minimal pernah kursus atau sekolah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Hal ini berbeda dengan dirinya yang tidak mengenyam pendidikan di dunia seni.  Selain itu, untuk menjadi seorang host yang dijual adalah face, suara serta penampilan. 
"Waktu untuk keluarga, bermain, shoping dan pacaran juga agak sedikit terbatas, karena kegiatan sangat padat. Saya bersyukur walaupun tidak pernah belajar atau minimal kursus tapi bisa bersaing," kata Chy. (john taena)




Thursday 11 December 2014

Ingin Menguji Kadar Cinta Kekasih Malah Diborgol Hansip

Ilustrasi (Google)
Di luar skenario dan tidak pernah diduga sebelumnya, Martinus sang kekasih Martina alias Rambu harus dibawa ke kantor polisi. Lebih perih dan parah lagi orang yang mengadukan dirinya ke pihak berwajib adalahg kekasihnya sendiri. Namun apa hendak dikata, semua sudah terjadi.

Begitupun Martina, gadis asal Pulau Mengkudu juga semakin bingung. Semula ia berharap kekasihnya itu segera mengungkap jadi dirinya dan berterus terang malah rela diborgol oleh petugas hansip dan di bawa ke Markas Kantor Kepolisian.

Sebab musab peristiwa yang semua bertujua untuk menguji kadar cinta masing – masing pasangan, terpaksa harus berujung di kantor polisi. Peristiwa yang tergolong unik, konyol, lucu dan rumit ini. Namun apa hendak dikata, ibaratnya nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi, tiada guna lagi disesali. Kedua tangan Martinus telah diborgol dan digiring ke kantor Polisi untuk diminta keterangannya.

Sesaat sebelum dijebloskan ke dalam sel oleh petugas, Martina buru – buru menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Kepada petugas kepolisian Dia menjelaskan, pemuda misterius yang dilaporkan itu adalah kekasihnya Martinus yang sedang menyamar sebgai seorang pelanglang. Pria tersebut bermaksud untuk menguji kadar cintanya seperti apa? “Tunggu! Sebenarnya dia (Martinus,red) itu saya punya pacar,” teriak Martina.

Para pertugas kepolisian semakin bingung dengan tingkah laku korban yang sebelumnya melaporkan pemuda misterius yang mendatangi rumahnya itu. Kepada Martina alias Rambu, gadis asal Pulau Mengkudu itu seorang petugas bertanya, “Apa maksudnya? Kenapa tadi kamu melapor kalau ada pemuda misterius yang mencurigakan ada di rumahmu, sekarang malah tidak mau ditahan?”

Kepada para petugas, Martina menjelaskan, sosok pemuda misterius itu adalah kekasihnya yang bernama Martinus. Sebelumnya Ia menyamar sebagai seorang pelanglang untuk menguji cintanya. Penyamaran Martinus sebenarnya sudah diketahui sejak awal, namun di saat yang bersamaan dirinya juga memiliki ide untuk sekalian menguji kadar cinta kekasihnya. Selanjutnya Ia melaporakan kekesihnya kepada petugas hansip.

“Saya pikir kalau lapor pak hansip nanti Dia (Martinus) mau mengaku. Ternyata tidak mengaku jadi akhirnya dibawa ke sini dan sampai sekarang juga masih tidak mau mengaku. Tolong Pak Polisi jangan kasih masuk saya punya pacar ke sel,” jelasnya.

Mendengar penjelas tersebut, para petugas kepolisian kemudian menanyakan hal itu kepada Martinus. Apakah benar seperti apa yang dijelaskan oleh Martina? Kemudian Martinus pun mengatakan benar. “Ia benar Pak Polisi tadi saya hanya mau menguji kadar cintanya, ternyata dia (Martina,red) lapor seperti ini,” jelasnya sambil tersenyum.

Kepada wartawan di Kantor Polisi, Martina mengisahkan, sebagai seorang bunga desa yang hendak menuntun ilmu di kota, ia terpaksa meninggalkan kampung halamnanya di Pulau Salura  beberapa waktu silam. Gayanya  yang semula sebagai seorang gadis desa telah berangsur hilang dan tumbuh nmenjadi gadis kota.

Semakin hari, penampilannya kian anggun dan menawan. Tak di sangkal, sudah banyak pemuda yang menaruh rasa simpati pada gadis yang terbilang lugu itu. “Saya telah lama menjadi tambatan hati kekasinya Martinus. Cinta kasih diantara telah lama bersemi. Keduanya saling menyangi satu sama lain, lebih dari apapun.
Namun manusia tetaplah manusia, tidak akan terlepas dari cobaan,” kisah Martina.

Lebih lanjut Dia mengatakan, peristiwa tersebut bermula sekitar pukul 20.00 kemarin. Saat itu udara dingin dan gerimis masih menyelimuti jalan Kota Waingpau, Sumba Timur. Suasana di luar sangat sepi dan tidak seperti biasanya dan hanya terdengar dentuman keras, bunyi petasan anak – anak yang sedang bermain dari kejauhan. 

Saat itu, dirinya yang tinggal seorang diri di rumah sedang menikmati secangkir teh hangat sambil menonton acara televisi di ruang tengah. Tiba – tiba dirinya dikejutkan seorang pemuda misterius mengutuk pintu rumahnya. Dari penampilan sang pemuda misterius itu sepertinya ia seorang pelanglang yang sedang membutuhkan bantuan.

“Dia (Martinus,red) masuk langsnung bilang selamat malam rambu, saya temanya Martinus kebetulan kehujanan. Boleh saya numpang berteduh sebentar? Jadi saya kasih tumpangan, padahal sebenaranya saya sudah tau dia (Martinus,red) sedang menyamar untuk menguji saya,” katanya.

Di saat yang bersamaan, dirinya memiliki ide untuk menguji kadar cinta dari kekasih itu sekalian. Hal ini kemudian membuat dirinya menghubungi komandan hansip dan melaporkan ada seorang pemuda misterius yang mencurigakan sedang berada di rumahnya.

Petugas hansip segera datang. Selanjutnya menanyakan tujuan si pemuda misterisu itu mendatangi rumah Matina malam – malam. Ternyata memang benar, dari gelagatnya si pemuda itu sangat gugup sehingga semakin mencurigakan. Tanpa ragu – ragu, petugas hansip pun memborgol kedua tangannya pemuda misterius itu dan selanjutnya diserahkan ke kantor polisi. “Begitu ceritanya pak. Tadi saya sudah bingung waktu mau dijebloskan Dia (Martinus,red) ke dalam sel,” ceritanya sambil tertawa.

Hal yang sama dikisahkan oleh Martinus. Saat diminta komentarnya, dia mengatakan tujuan penyamaran yang dilakukan itu untuk menguji kadar cinta sang kekasih. Namun di luar dugaan ternyata berujung sampai di Kantor Polisi. “Sebenaranya hanya mau menguji kadar cintanya. Tapi nyatanya malah dilaporkan ke hansip. Saya pikir lebih baik begitu, daripada mengungkapkan siapa saya yang sebenarya, hahahaha” katanya.

Ilustrasi (google)
Setelah dirinya dilaporkan dan dibawa oleh petugas hansip ke kantor polisi, kini giliran si Martina yang tidak tahan. Martina alias rambu (25) gadis asal Pulau Salura yang melaporkan seorang pemuda misterius yang mendatangi rumahnya kepada hansip. etika hendak dijebloskan ke dalam sel, Martina buru – buru menjelaskan bahwa pemuda misterius itu adalah kekasihnya martinus yang berkunjung ke rumahnya dengan cara menyamar guna menguji kadar cintanya. 

Karena sikapnya yang mencurigakan, hansip membawa pemuda ke mapolres sumba timur selasa (10/12/2014). Ketika hendak dijebloskan ke dalam sel, Martina buru – buru menjelaskan bahwa pemuda misterius itu adalah kekasihnya martinus yang berkunjung ke rumahnya dengan cara menyamar guna menguji kadar cintanya.  Dan Ia terpaksa harus menjelaskan masalah yang demikian rumit dan konyol itu kepada anda yang sedang membaca dengan serius ini. (hahahaha...)

Tuesday 9 December 2014

Arisan Pendidikan, Solusi Reformasi Budaya Sumba

Pulau Sumba merupakan salah satu wilayah terselatan Indonesia yang memiliki keunikan budaya dan tradisi. Tradisi Marapu merupakan salah satu keunikan. Jenazah dibungkus dengan kain adat dan disemayamkan di rumah duka selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Yang unik di sini yakni jenazah tidak membusuk, tidak menebar bau meski disemayamkan demikian lama.
Tinggal serumah dengan mayat selama bertahun-tahun bukanlah kisah fiktif melainkan kenyataan di tanah Sumba. Selama belum dikuburkan, para kerabat, kenalan yang datang melayat membawa hewan seperti babi, sapi dan kerbau.
Hewan-hewan itulah yang akan disembelih selama sekitar seminggu, bahkan lebih, menjelang penguburan dan sesudah penguburan. Jumlah hewan yang disembelih menunjukkan kelas sosial si Mati dan keluarganya.
Upacara penguburan (sebelum dan sesudah) bisa berlangsung berminggu-minggu bahkan tahunan. Sepanjang hari, siang dan malam, selalu ada beberapa ekor hewan disembelih untuk disantap bersama segenap pelayat.
Selama itu pula permainan kartu remi dan aneka permaianan lainnya bahkan perjudian "memperoleh momentumnya". Rumah dan tenda duka dan sekitarnya di beberapa bagian seakan menjadi arena judi untuk mengusir kantuk. Maka aktivitas harian seperti mengolah kebun, mengurus ternak dan aktivitas produktif lainnya menjadi berkurang, bahkan tidak dilakukan sama sekali selama acara itu berlangsung.
Bayangkan, jika setahun ada enam orang yang meninggal dalam sebuah kampung dan masing-masing dijaga selama 20 hingga 30 hari baru dimakamkan, maka selama itu pula ada aktivitas perjudian dan orang tidak bisa bekerja. Sementara banyak ternak yang ikut dikurbankan. Tidak ada keseimbangan antara produksi dan konsumsi.
Tradisi mengurbankan ternak dalam jumlah besar di Sumba Timur, bukan hanya dilakukan pada upacara kematian, namun juga pada pesta adat lainnya, termasuk perkawinan. Biaya yang dihabiskan untuk urusan-urusan adat tersebut juga boleh dikata sedemikian besar.

Arisan Pendidikan

DERAJAT kesehatan di desa-desa tertentu, bahkan wilayah Sumba umumnya, masih memprihatinkan. Belum meratanya kehadiran sarana pelayanan kesehatan di semua wilayah mengakibatkan kualitas kesehatan masyarakat masih rendah. Sementara disisi lain, padang savana yang terbentang luas di seantero Pulau Sumba sangat potensial untuk pengembangan ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Itu sebabnya mengapa Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan Sumba sebagai salah satu pusat pengembangan ternak demi mewujudkan propinsi ternak.
Ikon Sumba sudah jelas, Negeri Sandle Wood. Hal ini disebabkan kecintaan warga setempat terhadap kuda. Kuda sandle wood. Terkenal di seantero nusantara. Tanah Sumba juga tenar di dunia karena keunikan budayanya seperti pasola, pacuan kuda dan wisata budaya yang unik seperti kuburan megalitik, perkampungan adat dan sebagainya.
Namun keterkenalan suatu daerah belum tentu berbanding lurus dengan kemajuan masyarakat dan daerahnya. Masih banyak warga di pedalaman wilayah Sumba yang belum menikmati jalan aspal, listrik dan masih sangat terbatas akses terhadap sarana pelayanan publik seperti puskesmas dan sarana pendidikan dasar.
Kecamatan Kambata Mapambuhang adalah salah satu contoh yang mewakili seluruh masyarakat di pelosok Kabupaten Sumba Timur. Wilayah kecamatan ini mencakup enam desa. Sebagian besar masayarakat di desa ini belum ada listrik. Sarana jalan serta alat transportasi menuju pusat kecamatan belum memadai. Di sisi lain, potensi yang di miliki cukup besar di sektor peternakan, namun tradisi pesta pora seperti ada kematian dan perkawinan adalah faktor penghambatnya.
Tradisi penyembelihan hewan dalam jumlah puluhan, bahkan ratusan ekor, pada saat upacara adat seperti kematian atau perkawinan bagi warga Kabupaten Sumba Timur merupakan hal yang lumrah. Ada nilai positif dari tradisi ini, antara lain tali kekerabatan terus dipererat dan nilai kebersamaan terus dipupuk. Seluruh rumpun keluarga tergerak dengan sendirinya membawa hewan dan sumbangan lainnya untuk meringankan beban tuan pesta, baik dalam pesta adat kematian maupun perkawinan.
Tetapi ada juga sisi negatifnya, yakni pemborosan. Ternak yang disembelih mencapai puluhan bahkan ratusan ekor bernilai ekonomi tidak kecil. Jika saja sebagian (besar) dari itu dimanfaatkan untuk keperluan non-konsumtif, misalnya untuk biaya pendidikan, maka manfaat jangka panjang yang diperoleh sungguh luar biasa.

Katakanlah dalam sekali pesta adat dihabiskan 50 ekor ternak (babi, sapi dan kerbau) dengan nilai rata-rata Rp 3 juta per ekor, maka sekali pesta menghabiskan Rp 150 juta. Kalau saja Rp 100 juta dialihkan pemanfaatannya untuk kebutuhan produktif, bukankah itu nilai yang tidak kecil? Untuk pesta adat bagi warga yang berkelas ningrat, hewan yang dihabiskan mungkin mencapai 100-an ekor. Jika dinilai dengan uang, maka ini jumlah sangat fantastis.
Pesta adat, biasanya memakan waktu lama. Ini juga mempengaruhi, tepatnya mengurangi waktu produktif warga. Bahkan tidak sedikit warga yang tidak bisa mengurus kebun dan ternaknya sepanjang pesta adat berlangsung.
Sisi negatif lainnya adalah pesta adat selalu dijadikan moment untuk berjudi. Siapapun tak bisa membantah bahwa judi adalah penyakit masyarakat. Judi tak pernah membuat seseorang menjadi kaya dan maju. Judi selalu memiskinkan orang dan memantik orang untuk melakukan beragam tindak kejahatan, mulai dari dalam rumah tangga dan atau komunitas terkecil.
Selain itu, kedatangan kerabat dengan seluruh bawaannya saat pesta adat, menjadi "hutang" bagi tuan pesta. Tradisi inilah menjadi salah satu penyumbang terbesar kemiskinan di tanah Sumba.
Kemiskinan membuat orang mudah berbuat kejahatan, yakni kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pencurian dan perampokan disertai tindak kekerasan, bahkan pembunuhan, sering terjadi di Sumba. Ternak peliharaan warga menjadi tidak aman, meski dikandangkan di pekarangan rumah sekalipun! Selalu dirampok dan dicuri orang.
Tanpa mengurangi nilai budaya yang ada, tradisi penyembelihan hewan dalam jumlah besar pada setiap acara adat harus dikurangi. Penyembelihan ternak dalam setiap pesta baik itu adat perkawinan maupun kematian perlu dibatasi. Tradisi seperti ini kurang baik dan perlu sedikit perubahan atau elegannya direformasi. Selain dapat meningkatkan produksi ternak dan ekonomi rumah tangga, mengurangi pesta pora, perjudian, pencurian dan menciptakan kenyamanan lingkungan.
Tradisi seperti itu bisa dikurangi tanpa mengurangi nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan leluhur. Misalnya, kebiasaan untuk menjaga mayat selama ini berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan perlu dibatasi. Jumlah ternak atau hewan yang disembelih pun harus dibatasi. Budaya pesta pora dan pemborosan perlu dikurangi bahkan dihentikan.
Andai saja, budaya dan tradisi yang sudah diwariskan oleh para leluhur orang Sumba Timur sedikit dialihkan ke arisan pendidikan maka akan lebih bermanfaat. Setiap keluarga wajib membiayai pendidikan anak-anak mereka sesuai standar pendidikan nasional yakni wajib belajar sembilan tahun. Investasi jangka panjang yakni meningkatan sumber daya manusia (SDM) generasi muda.
Arisan pendidikan tersebut disebut dengan acara "terima tangan". Setiap anak yang akan melanjutkan studi ke bangku kuliah akan membawa serta tanggung jawab yang dititipkan warga desanya. Semua kepala keluarga menyumbang uang untuk biaya di pendidikan tinggi.
Jadi melalui arisan pendidikan ini juga secara tidak langsung ada ikatan moril. Setiap anak yang pergi kuliah akan belajar sungguh-sungguh untuk bisa meraih gelar sarjana, karena saat dia berangkat ada tanggung jawab yang dititipkan seluruh warga melalui arisan pendidikan.

Berdasarkan pengalaman yang terjadi selama ini, banyak orang tua yang memikul hutang seumur hidup hanya untuk pesta pora. Karena pada hajatan baik itu acara adat kematian atau perkawinan, lebih cenderung orang berupaya untuk meningkatkan gengsinya. Dengan beban hutang seperti itu, pendidikan anak-anak tidak akan memperoleh alokasi biaya yang jelas. Kesehatan anak-anak tidak terurus dengan baik.
Kesadaran akan kemajuan harus dimulai dari meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dan kesadaran itu perlu dimulai dari dalam keluarga, lingkungan sekitar kita, desa hingga tingkat kabupaten. Dari keluarga pelosok Sumba Timur, mungkin akan memberi teladan bagaimana menghembuskan angin perubahan itu dari desa, bukan dari kota. Arisan pendidikan tentunya bisa menjadi momentum awal. Sanggupkah kita melakukan reformasi budaya konsumtif ke arah produktif? (*)

*) John Taena, Pemerhati Budaya Sumba