Friday 19 December 2014

Kami Tidur dengan Perut Kosong


POS KUPANG/JOHN TAENA
Beberapa warga Kampung Hiliwuku, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Sumba Timur mendaki bukti untuk mengambil air di kubangan di padang, Sabtu (11/10/2014) sore
Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena
POS KUPANG.COM, WAINGAPU --  Akibat gagal tanam dan gagal panen tanaman padi dan jagung, sekitar 130 jiwa warga RT10/RW 04, Dusun Tandai Rotu, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Kabupaten Sumba Timur, kelaparan.
Demikian disampaikan Ketua RT 10/RW 04, Dusun Tandai Rotu, Desa Katikuluku, Yakob Hiwal Maramba Djawa (42), kepada  Pos Kupang di Kampung Hiliwuku, Sabtu (11/10/2014) malam. "Tahun ini kami tidak panen. Sekarang sudah musim lapar, kadang - kadang kami tidur dengan perut kosong," ujar Yakob.
Bencana kelaparan yang dialami rutasan jiwa di kampung itu, kata Yakob, sudah disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumba Timur. Laporan disampaikan langsung kepada Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora, saat berkunjung ke desa itu beberapa waktu lalu. Tetapi, lanjut Yakob, sampai saat ini bantuan yang diharapkan dari pihak pemerintah belum direalisasikan.
Ia menjerlaskan, meskipun iwi adalah jenis umbian yang beracun, tapi tetap dijadikan  makanan alternatif. Sebab, padi dan jagung yang ditanam oleh para petani setempat pada musim lalu tidak bisa dipanen. "Kalau setiap hari hanya makan iwi dari pagi sampai malam, anak - anak tidak mau, tapi mau bagaimana lagi hanya itu makanan yang ada," katanya.
Yakob menjelaskan, salah satu jenis umbian hutan yang memiliki kadar racun cukup tinggi membutuhkan waktu paling sedikit satu minggu proses pengolahan sebelum dikonsumsi. Akibatnya, tak jarang sejumlah anggota keluarga petani kehabisan stok pangan.
"Kadang anak - anak pergi sekolah tidak makan. Kami tidak bisa berbuat banyak, hanya mengharapkan bantuan pemerintah. Kalau  pemerintah mau bantu kami  syukur, tidak bantu juga kami tetap bersyukur," ujarnya.
                                                        Krisis Air 
Selain kekurangan pangan, warga juga mengalami krisis air bersih. Untuk memenhi kebutuhan air bersih, baik untuk minum maupun untuk memasak, warga Kampung Hiliwuku harus berjalan kaki lima kilometer untuk menimba air di tengah padang.
Air yang ada di padang itu juga menjadi sumber air bagi ternak yang berkeliaran bebas di padang di wiayah perkampung yang berjarak kurang lebih 50 kilometer dari Kota Waingaou, Ibu Kota Kabupaten Sumba Timur itu.
"Ini satu - satunya sumber air terdekat bagi kami di sini. Rebutan air minum dengan ternak itu sudah biasa bagi kami. Beberapa tahun lalu, pemerintah bangun embung di tengah kampung, tapi tidak bermanfaat dan mubazir karena tidak bisa tampung air," kata Yakob Hiwal Maramba Djawa.
Sekali jalan, lanjut Yakob, setiap orang  membawa 10 liter air minum yang ditampung dalam dua jeriken lima liter. Air ini untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam rumah tangga masing - masing warga.
Hal senada dikatakan oleh Kepala Urusan  Pembangunan Desa Katikuluku, Hambumanda (55). Di lokasi sumber mata air, kata Hambumanda, warga bukan hanya rebutan air minum dengan ternak, tapi juga rebutan bahan pangan.
Singkong, talas dan jenis umbian lain  yang dibudidayakan oleh warga untuk mengantisipasi gagal panen dan bencana kelaparan, ungkap Hambumanda, juga habis dimakan ternak.
"Beruntung iwi itu ada racun, jadi tidak bisa dimakan ternak. Kami harus jalan dan keluar masuk hutan untuk gali iwi. Setelah digali, iwi itu dikupas kulitnya, diiris lalu dikeringkan selama tiga hari. Kalau sudah kering baru kami ambil dan bawa ke sungai untuk direndam selama 24 jam," tutur Hambumanda.
Salah satu aliran sungai yang dimanfaatkan untuk merendam iwi, lanjutnya, berjarak  30 kilometer dari  permukiman. Setelah direndam, warga  membawa  umbian itu ke rumah untuk diolah lagi menjadi bahan makanan. Proses pengolahan untuk dikonsumsi melalui beberapa tahapan.
Hambumanda menjelaskan, getah dari umbian itu dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan luka hingga berdarah. Hal ini menjadi alasan mengapa warga mengambil dan memroses bahan makanan dari umbian cukup lama.
"Butuh waktu satu minggu supaya bisa dimakan. Setelah digali dan dikupas kulitnya, kami harus berhenti beberapa hari supaya tangan tidak luka. Kalau persediaan sudah habis, dan yang digali belum diproses dengan baik, maka setiap malam kami bisa tidur tanpa makan," kata Hambumanda.*


No comments: