Wednesday 24 December 2014

Mungkinkah Dia Adalah Belahan Jiwaku?



Selamat menempuh hidup baru sobat
“Apakah kamu bersedia menerima dia sebagai suami atau istri?” Sebuah pertanyaan sederhana yang selalu dan senantiasa diajukan oleh imam, kepada setiap insan manusia yang hendak menerima sakramen pernikahan.

Mengapa dalam setiap Misa Pernikahan, seorang imam tidak pernah bertanya, apakah kalian saling mencintai? Bukan cinta, melainkan kehendak bebas, tekad dan keputusan atau komitmen yang seharusnya menjadi fondasi sebuah hubungan. Mungkin itu alasannya mengapa harus ada pertanyaan demikian?

Dalam hidup manusia, tidak ada yang namanya cinta sejati yang siap pakai. Belahan jiwa yang sempurna dan tanpa cacat atau cela itu sama sekali tidak ada. Selama manusia masih hidup di muka bumi ini, maka selama itu pula akan selalu ada orang yang lebih baik daripada pasangan kita. Oleh sebab itu itu yang dibutuhkan hanyalah sebuah ketegasan. Yakni, “Ya, saya mau mengasihinya dalam kerapuhannya.  Mau menjadi sempurna bersamanya dalam untung dan malang. Dalam suka maupun duka, di waktu sehat dan sakit, sampai maut memisahkan memisahkan.”

Tatkala seseorang telah memutuskan untuk menikahi orang lain, di saat itu pula sebagai manusia kita tidak akan pernah bisa tahu secara mutlak, apakah ia sungguh “jodoh saya?” Seseorang baru akan akan mengetahuinya, ketika telah memasuki masa tua dan melihat ke ke belakang.  Memandang setiap momen yang telah dijalani bersama pasangannya dalam suka maupun dukanya. Di saat itu ia akan berkata dengan tulus, “Setelah semua yang terjadi, saya bersyukur telah memilih kamu sebagai istri atau suami saya.”

Manusia menikahi manusia lain yang berbeda jenis kelamin, bukan karena ia adalah jodohnya, melainkan mereka bertekad untuk saling menjadikan pendamping hidup. Sahabat sejati hingga  maut datang untuk memisahkan. Kedengarannya sederhana dan mudah dilakukan, namuan tidak semua orang akan mampu melakukan sebuah taruhan seumur hidupnnya.



Sebagai umat kristiani, kita akan senantiasa dihadapkan pada proses pencarian seorang pribadi yang hendak menjadi pasangan hidup. Pasangan yang mau menerima kita apa adanya dan mau menghabiskan sisa – sisa nafas bersama dalam suka maupu duka hingga maut memisahkan. Namun konsep akan belahan jiwa yang demikian tentu akan menimbulkan efek negative, dan di sinilah tantangan bagi setiap umat kristiani menyikapinya.

“Pater, bagaimana saya dapat mengetahui pacara saya yang sekarang ini adalah pasangan hidup yang Tuhan siapkan bagi saya?” Masih segar dalam ingatan, pada suatu senja ketika usai melakukan pengakuan bersama seorang bapak rohani di kapela kala itu.

“Kalau relasi kita sungguh intim dengan Allah, kita mungkin bisa tahu dengan pasti (maksudnya ialah kita dapat langsung bertanya dan mendengarkan jawaban Allah secara langsung). Namun bila tidak, kita hanya bisa membaca tanda-tanda. Apakah ia setia, apakah ia orang yang baik secara moral, rajin ke Gereja, tekun bekerja? Dan untuk mengetahui segala sesuatu, kita harus selalu mendengarkan suara hati.”

Sebagai manusia, kita tidak bisa berharap Allah akan membisikan di telinga kita, “Ya, dia adalah jodohmu!”   Kita tidak pernah bisa merasa yakin secara absolut bahwa seseorang yang kita cintai memang sungguh dikehendaki Tuhan bagi kita.

Kita hanya berusaha untuk lebih mengenal kepribadianya sebagai manusia biasa. Satu hal yang perlu diutamakan adalah mengetahui apakah seseorang yang hendak kita jadikan sahbat dan pendamping itu mengutamakan Tuhan dalam hidupnya atau tidak?  Sungguhka ia berusaha menjalani hidup yang kudus dan murni?

Sebagai manusai, apakah ia memiliki karakter yang diperlukan untuk dapat menjalani hidup bersama? Apakah ia berusaha mengembangkan keutamaan, tekun berdoa dan bekerja? Setia dan rela berkorban dengan semua kelebihan dan kekurangan yang dimiliki? Bila tlah usai menimbang semuanya, dan dengan kejernihan hati serta budi, di saat itulah baru kita dapat mengambil sebuah keputusan, “Ya, saya ingin membangun keluarga dan menghabiskan seluruh hidup saya bersamanya.”

Manusia menikahi pasangannya bukan karena ia adalah jodoh kita, melainkan karena kita bertekad untuk menjadikannya pendamping hidup kita, sampai maut yang memisahkan. Dan ini merupakan sebuah taruhan seumur hidup.


****




Di luar sana, ada jodohku yang harus dicari dan ditemukan. Tak jarang banyak orang berpikir demikian. Akibatnya, pemikiran mereka terpusat untuk mendapat dan menemukan belahan jiwanya di luar sana. Mengharapkan cinta sejati kita, dengan kepercayaaan dan tanpa disadari telah melahirkan anggapan jika sang belahan jiwa akan memberikan kebahagiaan yang meniadakan kesusahan hidup.

Dalam hidup manusia, jikalau kita mengharapkan pasangan hidup yang sempuran akan melahirkan rasa tidak aman (insecure). Hal ini cenderung terjadi bila kita melihat kelemahan pasangan kita, akibatnya mungkin akan melahirkan. Pasalnya manusia dari sononya memang tidak tahan dengan godaan. Sering terganggu dengan pertanyaan, “Apakah benar dia sunggun jodoh saya? Bagaimana bila dia bukan jodoh saya? Biar tidak salah memilih jodoh, maka saya harus lebih berhati – hati karena saya tidak mau hidup dengan orang yang salah. 

Selain itu rasa cemburu juga sering tampil ke permukaan. Ini disebabkan bisa saja karena kita lebih cenderung berpikir bahwa di luar sana, akan ada pria atau wanita yang lebih baik. Ada orang lain yang lebih sempurna. Lebih cantik dan ganteng dan lebih pengertian daripada pasangan kita. Dampaknya, muncullah rasa cemburu terhadap invisible man or woman,sebuah sosok tanpa wajah yang tidak kita kenal, yang ada di luar sana, yang dapat membahayakan relasi yang sedang dibangun.

Rasa tidak aman dan cemburu seperti ini dapat berdampak negative dan pada akhirnya melemahnya rasa saling percaya di antara pasangan. Kita terlalu takut kehilangan orang yang kita cintai. Kita resah memikirkan kemungkinan bahwa bisa saja pria atau wanita yang sedang berinteraksi dengan pasangan kita, dianggap sebagai belahan jiwa yang lebih sempurna. Akibatnya, timbullah rasa curiga yang berlebihan.

Keyakinan tentang adanya soulmate malah menempatkan beban yang begitu besar ke pundak pasangan kita, karena kita memiliki keyakinan bahwa jodohku harus sempurna, ia bisa membahagiakan saya, memenuhi kebutuhan saya, tidak membuat saya menderita, dsb. Akibatnya, bisa saja pernikahan yang baru berjalan sebentar menjadi rapuh dan pecah. Seseorang merasa salah dalam memilih, dan tidak tahan menanggung kesulitan. Akibatnya, perceraian pun terlihat sebagai sebuah godaan yang menggiurkan, sebuah pintu yang akan menyelesaikan segala persoalan.

Bila kita beranggapan bahwa soulmate kita harus memenuhi semua kebutuhan kita dan membahagiakan kita, ada kemungkinan bahwa kebahagiaan kita bergantung pada orang lain. Sebagai orang Katolik, satu-satunya sumber kebahagiaan kita ialah Allah. Dan kita disebut berbahagia bila kita menjalani delapan Sabda Bahagia dengan sungguh-sungguh. Bukan berarti kita ataupun pasangan kita boleh berhenti untuk mengasihi, melainkan bahwa tidak selayaknya kita mengharuskan atau menuntut kesempurnaan yang sangat tinggi terhadap mereka.

Pemahaman soulmate yang serba sempurna akan membuat kita mudah kecewa kita menghadapi konflik dan bertemu dengan kelemahan ia yang menjadi pasangan kita. Kekecewaan ini dapat berujung pada sebuah perpisahan, dikarenakan kita merasa yakin ia bukan orang yang tepat bagi kita, bukan cinta sejati kita. Bila kita tidak berhati-hati, kita akan menjadi takut untuk membuat komitmen seumur hidup, atau kita akan terus melakukan pencarian cinta sejati tanpa henti, karena di luar sana akan tetap selalu ada orang yang lebih baik dari pasangan kita.

Gambaran soulmate yang terlalu idealis dapat membuat kita sulit untuk berpuas diri terhadap kelemahan seseorang. Padahal, sikap kita seharusnya ialah mensyukuri apa yang sudah dipercayakan pada kita, termasuk pasangan kita. Ketidaksempurnaan pasangan kita, itulah yang dapat menguduskan kita, asal kita dapat mengolahnya dengan baik. (*)

(Refleksi Natal 2014 di Negeri 1001 Padang Savanna. Dari tempat kita bertugas, Beta titipkan salam  bagimu Nonato Sarmento yang akan segera mengakhiri masa lajangnya di penghujung tahun ini. Selamat menempuh hidup baru sobat, semoga bahagia dan langgeng dalam membangun keluarga kecilnya.)

No comments: