Saturday 6 December 2014

Lestarikan Lingkungan dengan Menanam Pohon

AKSI pembakaran hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat Yohanis Elo Kaka prihatin. Pria berusia 42 tahun yang juga seorang pencinta lingkungan hidup ini terpanggil untuk mengatasi masalah ini. 

Yohanis Elo Kaka
Sehari – hari Yohanis Elo Kaka menekuni bidang penangkaran atau pembibitan berbagai anakan pohon untuk perkebunan dan kehutanan. 

Beranjak dari keprihatinan dan sebuah cita-cita sederhana yakni ingin melihat Pulau Sumba, khususnya Sumba Timur, salah satu daerah terselatan di Indonesia ini menjadi hijau. Pasalnya, alam dan hutan Kabupaten Sumba Timur kian hari kian rusak. Atas alasan inilah, dirinya bergerak untuk melakukan pembibitan berbagai anakan pohon atau tanaman umur panjang. 

Dalam wawancara eksklusif dengan wartawan Pos Kupang, John Taena, lelaki yang telah berhasil menangkar ribuan bahkan jutaan anakan pohon ini menjelaskan, dirinya ingin mengisi sisa hidupnya dengan gerakan menabung pohon demi masa depan anak cucu. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana Anda melihat kondisi lingkungan Sumba Timur?

Saya tidak memiliki basik tentang ilmu pertanian atau kehutanan. Saya hanya tamatan sekolah menengah atas (SMA) jurusan IPS dari SMA Negeri 1 Waingapu pada tahun 1990. Saya juga tidak punya referensi yang cukup untuk berbicara lebih luas tentang lingkungan hidup secara regional. Tapi kalau untuk Sumba Timur, sudah hampir tidak ada lagi hutan yang bisa melindungi alam dari erosi sewaktu-waktu.

Saya hanya merasa prihatin dengan kondisi lingkungan yang setiap hari terus bertambah rusak. Ketakutan saya, jangan sampai suatu saat nanti, alam dan ekosistem yang semula diciptakan Tuhan sangat indah akan menjadi rusak total. Kalau sudah demikian, kita sebagai manusia juga bukan tidak mungkin akan ikut punah.

Menurut Anda, di mana letak persoalan yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di daerah ini?

Penyebab terjadinya kerusakan hutan di Kabupaten Sumba Timur selama ini adalah perilaku oknum. Pertama, pembakaran liar yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Mengapa orang mau melakukan pembakaran hutan pada musim kemarau, itu karena tidak memiliki kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

Ada juga yang melakukan karena terpaksa untuk mempertahankan  hidup dan itu biasanya dilakukan ketika para petani mengalami gagal panen. Biasanya hutan dibakar untuk memudahkan proses pencarian iwi (ubi) hutan sebagai cadangan makanan. Kedua, pola pertanian yang bersifat tradisional dan selalu berpindah – pindah lokasi. Setiap kali membuka lahan baru, biasanya para petani melakukan penebangan hutan dan kemudian dibakar untuk digarap menjadi lahan pertanian. Pola pertanian seperti ini yang perlu diubah dengan meningkatkan wawasan dan sumber daya manusia para petani setempat.

Ketiga, pola peternakan yang dilakukan selama ini juga masih bersifat tradisional. Para pemilik dan penggembala ternak biasa melakukan aksi pembakaran padang serta hutan. Mengapa mereka melakukan pembakaran? Sangat sederhana, yakni untuk merangsang pertumbuhunan tunas-tunas rumput yang hijau untuk dijadikan pakan ternak. Dampak negatif dari perilaku yang salah seperti ini adalah rusaknya lingkungan. Akibatnya anak cucu kita yang akan menanggung risiko dari kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini.

Maksudnya?

Ya, kalau kebiasaan-kebiasaan buruk seperti ini terus dipelihara dan tidak diminimalisir, maka manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di dunia ini juga akan punah. Bagaimana manusia mau bertahan hidup di bumi kalau suhu panas terus meningkat dari waktu ke waktu karena tidak ada lagi pohon atau ruang terbuka hijau?

Meskipun manusia sebagai makhluk paling sempurna, kita juga butuh  pohon dan hutan. Kita tidak mungkin bisa hidup lebih lama kalau alam terus bertambah rusak dari waktu ke waktu. Di Kabupaten Sumba Timur, luas hutan terus berkurang dari waktu ke waktu. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti daerah ini sudah tidak memiliki hutan lagi.

Apa barometer untuk mengukur tingkat kerusakan lingkungan di Sumba Timur dan mengapa Anda harus prihatin dengan kondisi ini?

Sebagai seorang pencinta lingkungan dan tanaman, saya melihatnya dengan cara yang sangat sederhana. Dulu antara tahun 1970-an hingga akhir 1980-an, kita masih sering melihat pohon-pohon besar. Banyak pohon yang tumbuh dan hidup di hutan – hutan.

Pohon cendana bukan hanya tumbuh di Pulau Timor, tapi di Sumba juga ada dan itu adalah salah satu jenis tanaman hutan yang menjadi kebanggaan orang Sumba. Curah hujan juga stabil dan tidak terlalu banyak  daerah yang mengeluh kekeringan atau kekurangan air bersih. Kalau kita bandingkan dengan realitas yang terjadi sekarang, semuanya itu sudah tidak ada lagi. 

Bagaimana dengan daerah ini?

Lingkungan dan alam Pulau Sumba sudah tidak bersahabat lagi karena semuanya telah rusak. Udara yang dahulunya tidak terlalu panas dan sejuk sekarang berubah drastis dan sangat ekstrem. Kekeringan panjang dan bencana kelaparan terjadi di mana-mana.

Setiap tahun para petani selalu gagal panen karena curah hujan yang tidak menentu dan cuaca ekstrem. Isu pemanasan global sudah menjadi rahasia umum. Seharusnya luas hutan yang dimiliki oleh sebuah kabupaten itu minimal 30 persen dari total luas wilayah yang dimiliki. 

Sumba Timur adalah salah satu daerah yang paling luas di Propinsi NTT dengan wilayah teritorial seluas kurang lebih 7000,5 km². Dari total wilayah teritorial tersebut, luas hutan yang dimiliki enam persen. Sementara kawasan hutan yang dimiliki 261.466,34 hektar dari total wilayah teritorial seluas 7000,5 km².

Alasan- alasan inilah yang membuat saya prihatin. Saya merasa terpanggil untuk bergerak di bidang lingkungan hidup, dengan memanfaatkan tenaga yang ada selama sisa hidup ini sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Beranjak dari situlah, kemudian saya memutuskan untuk terjun ke bidang ini sejak tahun 2005 lalu.

Bukan hanya melihat peluang bisnis, dari usaha pembibitan anakan dari berbagai jenis tanaman umur panjang, baik itu untuk pertanian maupun kehutanan. Melalui usaha seperti ini, sebagai orang Sumba, saya juga ingin menabung pohon untuk anak cucu dan generasi muda di daerah ini.

Siapa saja yang bertanggung jawab atas upaya pelestarian lingkungan hidup?

Semua pihak mempunyai tanggung jawab yang sama sesuai dengan potensinya masing-masing. Masalah kerusakan lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah ataupun lembaga donor dari luar. Pemerintah dan lembaga donor dari luar bekerja dengan cara dan kemampuan yang dimilikinya.

Sementara kita sebagai warga daerah ini harus memiliki kesadaran. Merawat dan memelihara lingkungan alam sekitar adalah tanggung jawab kita semua sebagai manusia. Setiap warga di daerah ini, baik petani, pengusaha, pemerintah dan legislatif mempunyai tanggung jawab yang sama dalam upaya melestarikan lingkungan dan segala isinya.

Sekarang sudah saatnya, kebiasaan-kebiasaan buruk selama ini ditinggalkan untuk tidak merusak lingkungan lagi. Kita dapat melakukan segala sesuatu sesuai kemampuan dan potensi yang kita miliki. Sejak tahun 2005 hingga saat ini saya menjalin kemitraan dengan pemerintah. Pemerintah yang memiliki program penghijauan seperti Gerhan dan reboisasi.

Sebagai seorang pencinta lingkungan hidup yang bergerak di bidang pembibitan, tanaman perkebunan dan kehutanan apa saja yang telah Anda lakukan sejak tahun 2005 hingga saat ini?

Terus terang saya bukan orang yang memiliki disiplin ilmu di bidang pertanian, perkebunan ataupun kehutanan dari bangku pendidikan tinggi. Saya adalah anak petani, jadi mungkin karena itu saya tertarik dan mencintai tanaman sehingga memotivasi saya untuk bergerak di bidang pembibitan.
Setiap tahun rata-rata saya bisa menangkar 500 hingga 600 ribu anakan pohon dan kemudian dilempar ke pasar. Pihak pemerintah dan swasta lewat berbagai program penghijauan yang dilaksanakan baik di bidang pertanian maupun kehutanan yang biasanya memanfaatkan anakan pohon dari lokasi penangkaran saya selama ini.

Usaha pembibitan anakan ini tidak semata-mata untuk dikomersilkan. Selama ini kalau ada kegiatan yang sifatnya untuk penghijauan, kadang-kadang tidak dipungut biaya dari anakan diambil. Syaratnya adalah setiap anakan yang diambil dari penangkaran harus ditanam dan dirawat hingga tumbuh dan tidak boleh dijual lagi.

Jikalau sudah demikian, kita pantau sejauh mana tingkat keberhasilanya. Karena tujuan dari semua ini adalah untuk penghijuan lingkungan dan pelestarian hutan di Sumba Timur ini.

Berdasarkan pengalaman Anda selama ini, pohon atau tanaman unggulan lokal apa saja yang biasanya dikembangkan untuk penghijauan di Pulau Sumba?

Tanaman adalah makhluk hidup yang memiliki nyawa. Sebagai makhluk hidup, setiap tanaman butuh perlakuan khusus. Kita harus melakukannya dengan sepenuh hati. Perlakuan terhadap setiap tanaman itu berbeda-beda sesuai sifatnya.

Katakanlah, perlakuan bagi tanaman keras akan berbeda dengan tanaman yang lain. Biasanya untuk tanaman keras disemaikan terlebih dahulu hingga berkecambah baru dipindahkan ke polibag. Sementara jenis tanaman yang lain langsung dimasukkan ke dalam polibag yang sudah dicampur tanah dan pupuk kandang.

Sebagai makhluk hidup, tanaman akan berbicara kepada manusia kapan tanaman itu membutuhkan pasokan pakan dan air. Jadi kita perlu memiliki kepekaan untuk memahami bahasa dari tanaman agar bisa diperlakukan sesuai kebutuhannya sehingga dapat bertumbuh dan memberikan hasil sesuai yang diinginkan.

Berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan, sekalipun orang tersebut adalah jebolan dari universitas atau tepatnya sarjana pertanian maupun kehutanan. Jadi tidak semua orang bisa menyemaikan tanaman atau pembibitan anakan dari berbagai jenis pohon untuk keperluan penghijaun.

Butuh orang- orang khusus yang memahami dan menjiwai tanaman. Selama ini yang saya semaikan, antara lain, Kaduru, Lubung, Inji Watu. Jati, Mahoni, Gamalina, Kadimbil, Kiru, Kelapa, Mete, Kakao, Pinang, Kopi dan Kemiri.*


Tabungan untuk Anak Cucu

SEJAK tahun 2005 hingga sekarang, Yohanis Elo Kaka (42) melirik usaha pembibitan baik tanaman perkebunan maupun kehutanan. Usaha penangkaran berbagai jenis anakan pohon seperti Kaduru, Lubung, Inji Watu. Jati, Mahoni, Gamelina, Kadimbil, Kiru, Kelapa, Mente, Kakao, Pinang, Kopi dan Kemiri bertujuan untuk penghijauan. 

Hal ini sebagai bentuk partisipasi keikutsertaannya dalam mengampanyekan isu pemanasan global. Sebagai seorang pencinta lingkungan hidup, kegiatan yang dilakoninya tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan. Rata-rata 500 hingga 600 ribu anakan berhasil dikembangkan dan dilempar ke pasaran.


Ribuan bahkan jutaan anakan pohon yang disemaikan selama ini belum juga mampu memenuhi permintaan pasar. "Permintaan anakan cukup tinggi selama ini. Setiap tahun permintaan pasar terus meningkat seiring dengan berbagai program penghijauan yang dicanangkan oleh pemerintah," kata ayah enam orang anak ini.

Setiap tahun, permintaan akan anakan pohon baik itu tanaman perkebunan maupun kehutanan terus meningkat. Namun hingga saat ini belum terlalu banyak orang yang berminat ke bidang tersebut. Lewat usaha yang ditekuni selama ini, John Elo, demikian sapaan akrabnya, ingin mengajak warga setempat untuk mulai mencintai lingkungan dengan menanam pohon.

Selain itu, lewat menanam pohon, setiap orang bisa menabung untuk masa depan anak cucu mereka. "Kita menanam pohon itu juga bagian dari tabungan bagi anak cucu kita. Bagi segenap orang Sumba, khususnya Kabupaten Sumba Timur, mari kita menjaga dan melestarikan lingkungan dengan menanam pohon untuk penghijauan," imbaunya. 


Pasalnya, setiap pohon yang berhasil ditanam dan terus hidup akan memiliki manfaat yang cukup besar bagi banyak orang. Selain itu, sebagai orang yang menanam atau menyemaikan anakan pohon, dirinya akan mendapatkan banyak manfaat. Manfaat-manfaat tersebut anatara lain meningkatkan ekonomi keluarga. Selain itu memiliki nilai dan kesan tersendiri yang tidak bisa digambarkan yakni kepuasan batin. "Manfaat yang tidak ternilai itu adalah kepuasan batin yang tidak bisa dinilai dengan uang," tandasnya. (jet)

http://kupang.tribunnews.com/2012/04/23/lestarikan-lingkungan-dengan-menanam-pohon

No comments: