Saturday 13 December 2014

Cerita Dari Pedalaman Sumba




Demi menuntun ilmu, walau harus bertelanjang setiap kali pergi dan pulang sekolah itu adalah motivasi. Kami memang tidak semujur anak – anak di kota, bagi kami keterbatasan itu adalah sebuah kenikmatan. Berani nggak sobat sekalian mau menikmati kehidupan seprti kami di SDI Maulumbi, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur? Udara di lingkungan sekitar masih bersih dan sehat.

“Jadilah berani hidup secara kreatif dan menuju ruang – ruang kreatif di mana belum pernah ada manusia menjejakkan kakinya di sana” sebuah petuah bijak dari Alan Alda ini telah membuat kami semangat. Derasnya aliran sungai bukan sebuah hambatan.


Di bawah langit biru dan teriknya mentari adalah sebuah kenikmatan tersendiri, kenikmatan yang tiada duanya. Berjalan kaki sejauh belasan kilo meter setiap hari tanpa alas kaki adalah perjuangan yang selalu ditaklukkan oleh anak – anak pedalaman Sumba Timur.  Anak – anak di kota siap untuk tantangan ini?

 “Jejak kakimu di Bumi, tapi biarkan hatimu mengangkasa! Tolak pribadimu yang biasa – biasa saja” Arthur Help menasihati kami tidak berhenti berjuang. Menapaki setiap tikungan dan duri jua debu yang melumuri kaki – kaki mungil kami bukan untuk menghentikan perjuangan ini. Ada sebuah kenikmatan dalam perjuangan menuntun ilmu. 



“Rasa sakit membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup” John Pattrick menginspirasi kami sebagai anak – anak desa untuk tidak menyerah. 


Hamparan pasir putih di garis pantai dan anak – anak yang bermain di air yang jernih mana ada di kota – kota besar. Anda hanya akan menikmati pemandangan seperti ini di Pulau Salura, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur. 

Selain airnya jernih, salah satu wilayah NKRI yang berbtasan langsung dengan  Australia ini memiliki banyak potensi. Yuuuk mari kita lestarikan sobat… 



Anda hanya akan menyaksikan pemandangan nan elok seperti ini di negeri 1001 padang savanna, saat si gembala sapi menunggang kuda putih berjalanan di bawah kolong langit seperti ini tidak ada di kota.  Langit berawan, padang rumput dan ilalang serta ternak hanya ada di alam bebas. Kalau ingin menyaksikan hamparan padang savanna yang dihuni oleh ribuan ekor ternak sapi ongole, kerbau dan kuda sandle wood  datang saja ke Pulau Sumba sobat… 



Friday 12 December 2014

Desi Rihi, Waktu Pacaran Sedikit



Desi Rihi
POS KUPANG.COM -- Menjaga kesegaran kulit agar tetap mulus dan terlihat elok, serta tampil memikat merupakan dambaan setiap kaum wanita. Perawatan tubuh untuk tetap terlihat cantik dan berpenampilan sempurna penuh percaya diri, tidak dapat disangkal lagi. Ada banyak motivasi bagi seorang wanita untuk tampil cantik. Mulai dari memikat hati  kaum pria hingga menjadi selebriti.
"Persaingan dan gaya hidup di Jakarta sangat besar. Kita harus bisa menyesuaikan. Kalau tidak bisa menyesuaikan, pasti kita akan mati. Kalau orang mengandalkan keterampilan, kita di dunia entertain mengandalkan face dan suara. Jadi, fashion memang sangat penting agar orang tertarik. Modal cantik saja tidak cukup," kata Desi Rahmania yang memiliki nama asli Desi Rihi, saat ditemui di Waingapu, Sumba Timur,  Senin (20/1/2014).
Kepada Pos Kupang, Chy, demikian sapaan akrab putri tunggal pasangan Farug Alhaddad dan Yuliati Rihi, ini mengatakan, berawal dari hobi potret  dirinya terjun ke dunia model fotographi hingga kini menjadi salah seorang host atau presenter. "Tadinya tidak terpikir terjun ke dunia entertain, karena memang tidak punya basic. Hobi memotret akhirnya dipotret jadi model dan sekarang seperti ini," ujar gadis kelahiran Kupang, 16 Desember 1989.
Berawal dari kedekatannya dengan sejumlah fotografer yang memiliki kenalan dengan orang-orang di dunia entertain, akhirnya membuka jalan bagi Chy  untuk menjadi seorang host.
Selain itu, pengalaman pertama sebagai presenter acara Edit Foto di ANTV yang sekarang sudah diganti dengan Mata Lensa, membuat Chy  sempat gugup tampil di depan kamera. Hal ini disebabkan dirinya seorang programmer yang pernah belajar di Institut Pembangunan Surabaya Jurusan Teknik Informatika.
"Waktu itu sempat kaget juga dan tidak percaya diri karena tidak memiliki basic. Tapi kata teman saya, muka kamu itu menjual Chy. Terus mungkin karena saya juga banyak ngomong dan cerita. Jadi, tidak panik saat pertama tampil di depan kamera. Namanya juga orang Sabu, pasti cerewet ya, jadi keterusan sampai sekarang," ujarnya.
Anak-anak NTT, kata Chy, tidak terlalu beda jauh kemampuannya dengan orang Jakarta. Namun untuk mewujudkan impian, kembali lagi dan tergantung pembawaan seseorang. Misalnya, sudah memiliki kemampuan, tapi tidak bisa untuk mengekspresikan semuanya, maka hal itu tidak akan mungkin diwujudkan. 
"Jadi, tidak hanya orang Jakarta yang bisa, kitapun bisa asalkan ada kemauan. Modal cantik saja tidak cukup. Harus berani mengekspresikan semuanya, misalnya tampil di depan umum,"  jelas alumni SMA Kristen Payeti 2009 ini. 
Menekuni profesi entertain, kata Chy, seseorang harus memiliki kemampuan minimal pernah kursus atau sekolah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Hal ini berbeda dengan dirinya yang tidak mengenyam pendidikan di dunia seni.  Selain itu, untuk menjadi seorang host yang dijual adalah face, suara serta penampilan. 
"Waktu untuk keluarga, bermain, shoping dan pacaran juga agak sedikit terbatas, karena kegiatan sangat padat. Saya bersyukur walaupun tidak pernah belajar atau minimal kursus tapi bisa bersaing," kata Chy. (john taena)




Thursday 11 December 2014

Ingin Menguji Kadar Cinta Kekasih Malah Diborgol Hansip

Ilustrasi (Google)
Di luar skenario dan tidak pernah diduga sebelumnya, Martinus sang kekasih Martina alias Rambu harus dibawa ke kantor polisi. Lebih perih dan parah lagi orang yang mengadukan dirinya ke pihak berwajib adalahg kekasihnya sendiri. Namun apa hendak dikata, semua sudah terjadi.

Begitupun Martina, gadis asal Pulau Mengkudu juga semakin bingung. Semula ia berharap kekasihnya itu segera mengungkap jadi dirinya dan berterus terang malah rela diborgol oleh petugas hansip dan di bawa ke Markas Kantor Kepolisian.

Sebab musab peristiwa yang semua bertujua untuk menguji kadar cinta masing – masing pasangan, terpaksa harus berujung di kantor polisi. Peristiwa yang tergolong unik, konyol, lucu dan rumit ini. Namun apa hendak dikata, ibaratnya nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi, tiada guna lagi disesali. Kedua tangan Martinus telah diborgol dan digiring ke kantor Polisi untuk diminta keterangannya.

Sesaat sebelum dijebloskan ke dalam sel oleh petugas, Martina buru – buru menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Kepada petugas kepolisian Dia menjelaskan, pemuda misterius yang dilaporkan itu adalah kekasihnya Martinus yang sedang menyamar sebgai seorang pelanglang. Pria tersebut bermaksud untuk menguji kadar cintanya seperti apa? “Tunggu! Sebenarnya dia (Martinus,red) itu saya punya pacar,” teriak Martina.

Para pertugas kepolisian semakin bingung dengan tingkah laku korban yang sebelumnya melaporkan pemuda misterius yang mendatangi rumahnya itu. Kepada Martina alias Rambu, gadis asal Pulau Mengkudu itu seorang petugas bertanya, “Apa maksudnya? Kenapa tadi kamu melapor kalau ada pemuda misterius yang mencurigakan ada di rumahmu, sekarang malah tidak mau ditahan?”

Kepada para petugas, Martina menjelaskan, sosok pemuda misterius itu adalah kekasihnya yang bernama Martinus. Sebelumnya Ia menyamar sebagai seorang pelanglang untuk menguji cintanya. Penyamaran Martinus sebenarnya sudah diketahui sejak awal, namun di saat yang bersamaan dirinya juga memiliki ide untuk sekalian menguji kadar cinta kekasihnya. Selanjutnya Ia melaporakan kekesihnya kepada petugas hansip.

“Saya pikir kalau lapor pak hansip nanti Dia (Martinus) mau mengaku. Ternyata tidak mengaku jadi akhirnya dibawa ke sini dan sampai sekarang juga masih tidak mau mengaku. Tolong Pak Polisi jangan kasih masuk saya punya pacar ke sel,” jelasnya.

Mendengar penjelas tersebut, para petugas kepolisian kemudian menanyakan hal itu kepada Martinus. Apakah benar seperti apa yang dijelaskan oleh Martina? Kemudian Martinus pun mengatakan benar. “Ia benar Pak Polisi tadi saya hanya mau menguji kadar cintanya, ternyata dia (Martina,red) lapor seperti ini,” jelasnya sambil tersenyum.

Kepada wartawan di Kantor Polisi, Martina mengisahkan, sebagai seorang bunga desa yang hendak menuntun ilmu di kota, ia terpaksa meninggalkan kampung halamnanya di Pulau Salura  beberapa waktu silam. Gayanya  yang semula sebagai seorang gadis desa telah berangsur hilang dan tumbuh nmenjadi gadis kota.

Semakin hari, penampilannya kian anggun dan menawan. Tak di sangkal, sudah banyak pemuda yang menaruh rasa simpati pada gadis yang terbilang lugu itu. “Saya telah lama menjadi tambatan hati kekasinya Martinus. Cinta kasih diantara telah lama bersemi. Keduanya saling menyangi satu sama lain, lebih dari apapun.
Namun manusia tetaplah manusia, tidak akan terlepas dari cobaan,” kisah Martina.

Lebih lanjut Dia mengatakan, peristiwa tersebut bermula sekitar pukul 20.00 kemarin. Saat itu udara dingin dan gerimis masih menyelimuti jalan Kota Waingpau, Sumba Timur. Suasana di luar sangat sepi dan tidak seperti biasanya dan hanya terdengar dentuman keras, bunyi petasan anak – anak yang sedang bermain dari kejauhan. 

Saat itu, dirinya yang tinggal seorang diri di rumah sedang menikmati secangkir teh hangat sambil menonton acara televisi di ruang tengah. Tiba – tiba dirinya dikejutkan seorang pemuda misterius mengutuk pintu rumahnya. Dari penampilan sang pemuda misterius itu sepertinya ia seorang pelanglang yang sedang membutuhkan bantuan.

“Dia (Martinus,red) masuk langsnung bilang selamat malam rambu, saya temanya Martinus kebetulan kehujanan. Boleh saya numpang berteduh sebentar? Jadi saya kasih tumpangan, padahal sebenaranya saya sudah tau dia (Martinus,red) sedang menyamar untuk menguji saya,” katanya.

Di saat yang bersamaan, dirinya memiliki ide untuk menguji kadar cinta dari kekasih itu sekalian. Hal ini kemudian membuat dirinya menghubungi komandan hansip dan melaporkan ada seorang pemuda misterius yang mencurigakan sedang berada di rumahnya.

Petugas hansip segera datang. Selanjutnya menanyakan tujuan si pemuda misterisu itu mendatangi rumah Matina malam – malam. Ternyata memang benar, dari gelagatnya si pemuda itu sangat gugup sehingga semakin mencurigakan. Tanpa ragu – ragu, petugas hansip pun memborgol kedua tangannya pemuda misterius itu dan selanjutnya diserahkan ke kantor polisi. “Begitu ceritanya pak. Tadi saya sudah bingung waktu mau dijebloskan Dia (Martinus,red) ke dalam sel,” ceritanya sambil tertawa.

Hal yang sama dikisahkan oleh Martinus. Saat diminta komentarnya, dia mengatakan tujuan penyamaran yang dilakukan itu untuk menguji kadar cinta sang kekasih. Namun di luar dugaan ternyata berujung sampai di Kantor Polisi. “Sebenaranya hanya mau menguji kadar cintanya. Tapi nyatanya malah dilaporkan ke hansip. Saya pikir lebih baik begitu, daripada mengungkapkan siapa saya yang sebenarya, hahahaha” katanya.

Ilustrasi (google)
Setelah dirinya dilaporkan dan dibawa oleh petugas hansip ke kantor polisi, kini giliran si Martina yang tidak tahan. Martina alias rambu (25) gadis asal Pulau Salura yang melaporkan seorang pemuda misterius yang mendatangi rumahnya kepada hansip. etika hendak dijebloskan ke dalam sel, Martina buru – buru menjelaskan bahwa pemuda misterius itu adalah kekasihnya martinus yang berkunjung ke rumahnya dengan cara menyamar guna menguji kadar cintanya. 

Karena sikapnya yang mencurigakan, hansip membawa pemuda ke mapolres sumba timur selasa (10/12/2014). Ketika hendak dijebloskan ke dalam sel, Martina buru – buru menjelaskan bahwa pemuda misterius itu adalah kekasihnya martinus yang berkunjung ke rumahnya dengan cara menyamar guna menguji kadar cintanya.  Dan Ia terpaksa harus menjelaskan masalah yang demikian rumit dan konyol itu kepada anda yang sedang membaca dengan serius ini. (hahahaha...)

Tuesday 9 December 2014

Arisan Pendidikan, Solusi Reformasi Budaya Sumba

Pulau Sumba merupakan salah satu wilayah terselatan Indonesia yang memiliki keunikan budaya dan tradisi. Tradisi Marapu merupakan salah satu keunikan. Jenazah dibungkus dengan kain adat dan disemayamkan di rumah duka selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Yang unik di sini yakni jenazah tidak membusuk, tidak menebar bau meski disemayamkan demikian lama.
Tinggal serumah dengan mayat selama bertahun-tahun bukanlah kisah fiktif melainkan kenyataan di tanah Sumba. Selama belum dikuburkan, para kerabat, kenalan yang datang melayat membawa hewan seperti babi, sapi dan kerbau.
Hewan-hewan itulah yang akan disembelih selama sekitar seminggu, bahkan lebih, menjelang penguburan dan sesudah penguburan. Jumlah hewan yang disembelih menunjukkan kelas sosial si Mati dan keluarganya.
Upacara penguburan (sebelum dan sesudah) bisa berlangsung berminggu-minggu bahkan tahunan. Sepanjang hari, siang dan malam, selalu ada beberapa ekor hewan disembelih untuk disantap bersama segenap pelayat.
Selama itu pula permainan kartu remi dan aneka permaianan lainnya bahkan perjudian "memperoleh momentumnya". Rumah dan tenda duka dan sekitarnya di beberapa bagian seakan menjadi arena judi untuk mengusir kantuk. Maka aktivitas harian seperti mengolah kebun, mengurus ternak dan aktivitas produktif lainnya menjadi berkurang, bahkan tidak dilakukan sama sekali selama acara itu berlangsung.
Bayangkan, jika setahun ada enam orang yang meninggal dalam sebuah kampung dan masing-masing dijaga selama 20 hingga 30 hari baru dimakamkan, maka selama itu pula ada aktivitas perjudian dan orang tidak bisa bekerja. Sementara banyak ternak yang ikut dikurbankan. Tidak ada keseimbangan antara produksi dan konsumsi.
Tradisi mengurbankan ternak dalam jumlah besar di Sumba Timur, bukan hanya dilakukan pada upacara kematian, namun juga pada pesta adat lainnya, termasuk perkawinan. Biaya yang dihabiskan untuk urusan-urusan adat tersebut juga boleh dikata sedemikian besar.

Arisan Pendidikan

DERAJAT kesehatan di desa-desa tertentu, bahkan wilayah Sumba umumnya, masih memprihatinkan. Belum meratanya kehadiran sarana pelayanan kesehatan di semua wilayah mengakibatkan kualitas kesehatan masyarakat masih rendah. Sementara disisi lain, padang savana yang terbentang luas di seantero Pulau Sumba sangat potensial untuk pengembangan ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Itu sebabnya mengapa Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan Sumba sebagai salah satu pusat pengembangan ternak demi mewujudkan propinsi ternak.
Ikon Sumba sudah jelas, Negeri Sandle Wood. Hal ini disebabkan kecintaan warga setempat terhadap kuda. Kuda sandle wood. Terkenal di seantero nusantara. Tanah Sumba juga tenar di dunia karena keunikan budayanya seperti pasola, pacuan kuda dan wisata budaya yang unik seperti kuburan megalitik, perkampungan adat dan sebagainya.
Namun keterkenalan suatu daerah belum tentu berbanding lurus dengan kemajuan masyarakat dan daerahnya. Masih banyak warga di pedalaman wilayah Sumba yang belum menikmati jalan aspal, listrik dan masih sangat terbatas akses terhadap sarana pelayanan publik seperti puskesmas dan sarana pendidikan dasar.
Kecamatan Kambata Mapambuhang adalah salah satu contoh yang mewakili seluruh masyarakat di pelosok Kabupaten Sumba Timur. Wilayah kecamatan ini mencakup enam desa. Sebagian besar masayarakat di desa ini belum ada listrik. Sarana jalan serta alat transportasi menuju pusat kecamatan belum memadai. Di sisi lain, potensi yang di miliki cukup besar di sektor peternakan, namun tradisi pesta pora seperti ada kematian dan perkawinan adalah faktor penghambatnya.
Tradisi penyembelihan hewan dalam jumlah puluhan, bahkan ratusan ekor, pada saat upacara adat seperti kematian atau perkawinan bagi warga Kabupaten Sumba Timur merupakan hal yang lumrah. Ada nilai positif dari tradisi ini, antara lain tali kekerabatan terus dipererat dan nilai kebersamaan terus dipupuk. Seluruh rumpun keluarga tergerak dengan sendirinya membawa hewan dan sumbangan lainnya untuk meringankan beban tuan pesta, baik dalam pesta adat kematian maupun perkawinan.
Tetapi ada juga sisi negatifnya, yakni pemborosan. Ternak yang disembelih mencapai puluhan bahkan ratusan ekor bernilai ekonomi tidak kecil. Jika saja sebagian (besar) dari itu dimanfaatkan untuk keperluan non-konsumtif, misalnya untuk biaya pendidikan, maka manfaat jangka panjang yang diperoleh sungguh luar biasa.

Katakanlah dalam sekali pesta adat dihabiskan 50 ekor ternak (babi, sapi dan kerbau) dengan nilai rata-rata Rp 3 juta per ekor, maka sekali pesta menghabiskan Rp 150 juta. Kalau saja Rp 100 juta dialihkan pemanfaatannya untuk kebutuhan produktif, bukankah itu nilai yang tidak kecil? Untuk pesta adat bagi warga yang berkelas ningrat, hewan yang dihabiskan mungkin mencapai 100-an ekor. Jika dinilai dengan uang, maka ini jumlah sangat fantastis.
Pesta adat, biasanya memakan waktu lama. Ini juga mempengaruhi, tepatnya mengurangi waktu produktif warga. Bahkan tidak sedikit warga yang tidak bisa mengurus kebun dan ternaknya sepanjang pesta adat berlangsung.
Sisi negatif lainnya adalah pesta adat selalu dijadikan moment untuk berjudi. Siapapun tak bisa membantah bahwa judi adalah penyakit masyarakat. Judi tak pernah membuat seseorang menjadi kaya dan maju. Judi selalu memiskinkan orang dan memantik orang untuk melakukan beragam tindak kejahatan, mulai dari dalam rumah tangga dan atau komunitas terkecil.
Selain itu, kedatangan kerabat dengan seluruh bawaannya saat pesta adat, menjadi "hutang" bagi tuan pesta. Tradisi inilah menjadi salah satu penyumbang terbesar kemiskinan di tanah Sumba.
Kemiskinan membuat orang mudah berbuat kejahatan, yakni kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pencurian dan perampokan disertai tindak kekerasan, bahkan pembunuhan, sering terjadi di Sumba. Ternak peliharaan warga menjadi tidak aman, meski dikandangkan di pekarangan rumah sekalipun! Selalu dirampok dan dicuri orang.
Tanpa mengurangi nilai budaya yang ada, tradisi penyembelihan hewan dalam jumlah besar pada setiap acara adat harus dikurangi. Penyembelihan ternak dalam setiap pesta baik itu adat perkawinan maupun kematian perlu dibatasi. Tradisi seperti ini kurang baik dan perlu sedikit perubahan atau elegannya direformasi. Selain dapat meningkatkan produksi ternak dan ekonomi rumah tangga, mengurangi pesta pora, perjudian, pencurian dan menciptakan kenyamanan lingkungan.
Tradisi seperti itu bisa dikurangi tanpa mengurangi nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan leluhur. Misalnya, kebiasaan untuk menjaga mayat selama ini berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan perlu dibatasi. Jumlah ternak atau hewan yang disembelih pun harus dibatasi. Budaya pesta pora dan pemborosan perlu dikurangi bahkan dihentikan.
Andai saja, budaya dan tradisi yang sudah diwariskan oleh para leluhur orang Sumba Timur sedikit dialihkan ke arisan pendidikan maka akan lebih bermanfaat. Setiap keluarga wajib membiayai pendidikan anak-anak mereka sesuai standar pendidikan nasional yakni wajib belajar sembilan tahun. Investasi jangka panjang yakni meningkatan sumber daya manusia (SDM) generasi muda.
Arisan pendidikan tersebut disebut dengan acara "terima tangan". Setiap anak yang akan melanjutkan studi ke bangku kuliah akan membawa serta tanggung jawab yang dititipkan warga desanya. Semua kepala keluarga menyumbang uang untuk biaya di pendidikan tinggi.
Jadi melalui arisan pendidikan ini juga secara tidak langsung ada ikatan moril. Setiap anak yang pergi kuliah akan belajar sungguh-sungguh untuk bisa meraih gelar sarjana, karena saat dia berangkat ada tanggung jawab yang dititipkan seluruh warga melalui arisan pendidikan.

Berdasarkan pengalaman yang terjadi selama ini, banyak orang tua yang memikul hutang seumur hidup hanya untuk pesta pora. Karena pada hajatan baik itu acara adat kematian atau perkawinan, lebih cenderung orang berupaya untuk meningkatkan gengsinya. Dengan beban hutang seperti itu, pendidikan anak-anak tidak akan memperoleh alokasi biaya yang jelas. Kesehatan anak-anak tidak terurus dengan baik.
Kesadaran akan kemajuan harus dimulai dari meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dan kesadaran itu perlu dimulai dari dalam keluarga, lingkungan sekitar kita, desa hingga tingkat kabupaten. Dari keluarga pelosok Sumba Timur, mungkin akan memberi teladan bagaimana menghembuskan angin perubahan itu dari desa, bukan dari kota. Arisan pendidikan tentunya bisa menjadi momentum awal. Sanggupkah kita melakukan reformasi budaya konsumtif ke arah produktif? (*)

*) John Taena, Pemerhati Budaya Sumba


Nona Umbu Sogara Awalnya Iseng

POS KUPANG/JOHN TAENA
Nona Umbu Sogara
POS KUPANG.COM -- Jika Anda ingin berbahagia selama satu jam, silakan tidur siang. Jika Anda ingin berbahagia selama satu hari, pergilah berpiknik. Bila Anda ingin berbahagia seminggu, pergilah berlibur.
Bila Anda ingin berbahagia selama sebulan, menikahlah. Bila Anda ingin berbahagia selama setahun, warisilah kekayaan. Jika Anda ingin berbahagia seumur hidup, cintailah pekerjaan.
Demikian sepenggal kalimat dari orang bijak yang selalu dipegang oleh sejumlah ibu rumah tangga (IRT) di RT 15/RW 03, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Sumba Timur. Kaum hawa di kelurahan ini  merasa terpanggil untuk menjadi penggerak tanaman (sayur) organik. Selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, juga untuk menopang ekonomi rumah tangga menyekolah anak.
Salah satu penggeraknya Nona Umbu Sogara (39). Hawa kelahiran Ngambadeta, Sumba Barat Daya, 6 Juli 1976, ini tidak ingin berpangku tangan seperti layaknya para ibu rumah tangga pada umumnya. Setiap waktu senggang, pagi dan sore, dimanfaatkan Nona Umbu Sogara untuk membudidayakan tanaman sayur organik.
"Awalnya kita hanya iseng untuk belajar pertanian organik. Saya dan beberapa orang teman, sesama ibu rumah tangga, memanfaatkan lapangan bola ini untuk tanam sayur. Waktu itu, pertama kali kita tanam, untuk makan sendiri," kisah salah satu anggota Kelompok Tani Organik Pahammu, Ndumaluri, Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, ini.
Seiring perjalanan waktu, usaha sayuran organik yang digeluti oleh para anggota kelompok tani ini mendapat apresiasi dari masyarakat. Permintaan pasar dari waktu ke waktu terus meningkat dari berbagai kalangan.
"Karena permintaan pasar cukup banyak, kami termotivasi untuk terus membudidayakan tanaman sayur organik. Hasilnya cukup memuaskan," terang ibu rumah tangga yang akrab disapa Mama Resti ini.
Aneka sayuran organik yang dibudidayakan oleh para anggota kelompok tani tersebut, antara lain tomat, paria, kol dan bunga kol, terong, pak coy atau sawi putih, ketimun  dan sejumlah tanaman umur pendek lainnya. Rata-rata penghasilan dari setiap kali musim panen berkisar empat hingga lima juta rupiah perorang.
"Hasilnya, selain untuk makan, kami juga bisa pakai untuk biaya pendidikan anak-anak. Kalau kol dan bunga kol itu biasa setiap tiga bulan baru panen. Satu pohon sayur kol dan bunga kami jual Rp 15.000. Saya punya ada 2.500 pohon," tuturnya.
Dia menjelaskan, para anggota kelompok tani sayuran organik di Prailiu ingin memperluas usaha, namun terkendala kekurangan modal.
"Lahan yang kami tanam ini hampir satu hektar. Kami bagi-bagi, ada yang tanam sayur kol dan bunga. Ada yang tanam tomat, paria, kol dan bunga kol, terong, pak coy atau sawi putih dan ketimun. Jadi kalau pembeli datang mau belanja, kita tidak saling rebut,"  tandas Nona Sogara.

Dia menambahkan, selain belajar pola pertanian organik, para anggota kelompok tani juga belajar manajemen organisasi pemasaran. Tujuannya agar para ibu rumah tangga pembudidaya sayuran organik tidak dikorbankan. "Selama ini kami tidak pernah pergi jual di pasar, pembeli yang datang dan langsung ambil di kebun. Kami yang atur dan tentukan harga jualnya," pungkasnya. (john taena)

sumber : http://kupang.tribunnews.com/2014/10/06/nona-umbu-sogara-awalnya-iseng

Saturday 6 December 2014

Lestarikan Lingkungan dengan Menanam Pohon

AKSI pembakaran hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat Yohanis Elo Kaka prihatin. Pria berusia 42 tahun yang juga seorang pencinta lingkungan hidup ini terpanggil untuk mengatasi masalah ini. 

Yohanis Elo Kaka
Sehari – hari Yohanis Elo Kaka menekuni bidang penangkaran atau pembibitan berbagai anakan pohon untuk perkebunan dan kehutanan. 

Beranjak dari keprihatinan dan sebuah cita-cita sederhana yakni ingin melihat Pulau Sumba, khususnya Sumba Timur, salah satu daerah terselatan di Indonesia ini menjadi hijau. Pasalnya, alam dan hutan Kabupaten Sumba Timur kian hari kian rusak. Atas alasan inilah, dirinya bergerak untuk melakukan pembibitan berbagai anakan pohon atau tanaman umur panjang. 

Dalam wawancara eksklusif dengan wartawan Pos Kupang, John Taena, lelaki yang telah berhasil menangkar ribuan bahkan jutaan anakan pohon ini menjelaskan, dirinya ingin mengisi sisa hidupnya dengan gerakan menabung pohon demi masa depan anak cucu. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana Anda melihat kondisi lingkungan Sumba Timur?

Saya tidak memiliki basik tentang ilmu pertanian atau kehutanan. Saya hanya tamatan sekolah menengah atas (SMA) jurusan IPS dari SMA Negeri 1 Waingapu pada tahun 1990. Saya juga tidak punya referensi yang cukup untuk berbicara lebih luas tentang lingkungan hidup secara regional. Tapi kalau untuk Sumba Timur, sudah hampir tidak ada lagi hutan yang bisa melindungi alam dari erosi sewaktu-waktu.

Saya hanya merasa prihatin dengan kondisi lingkungan yang setiap hari terus bertambah rusak. Ketakutan saya, jangan sampai suatu saat nanti, alam dan ekosistem yang semula diciptakan Tuhan sangat indah akan menjadi rusak total. Kalau sudah demikian, kita sebagai manusia juga bukan tidak mungkin akan ikut punah.

Menurut Anda, di mana letak persoalan yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di daerah ini?

Penyebab terjadinya kerusakan hutan di Kabupaten Sumba Timur selama ini adalah perilaku oknum. Pertama, pembakaran liar yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Mengapa orang mau melakukan pembakaran hutan pada musim kemarau, itu karena tidak memiliki kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

Ada juga yang melakukan karena terpaksa untuk mempertahankan  hidup dan itu biasanya dilakukan ketika para petani mengalami gagal panen. Biasanya hutan dibakar untuk memudahkan proses pencarian iwi (ubi) hutan sebagai cadangan makanan. Kedua, pola pertanian yang bersifat tradisional dan selalu berpindah – pindah lokasi. Setiap kali membuka lahan baru, biasanya para petani melakukan penebangan hutan dan kemudian dibakar untuk digarap menjadi lahan pertanian. Pola pertanian seperti ini yang perlu diubah dengan meningkatkan wawasan dan sumber daya manusia para petani setempat.

Ketiga, pola peternakan yang dilakukan selama ini juga masih bersifat tradisional. Para pemilik dan penggembala ternak biasa melakukan aksi pembakaran padang serta hutan. Mengapa mereka melakukan pembakaran? Sangat sederhana, yakni untuk merangsang pertumbuhunan tunas-tunas rumput yang hijau untuk dijadikan pakan ternak. Dampak negatif dari perilaku yang salah seperti ini adalah rusaknya lingkungan. Akibatnya anak cucu kita yang akan menanggung risiko dari kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini.

Maksudnya?

Ya, kalau kebiasaan-kebiasaan buruk seperti ini terus dipelihara dan tidak diminimalisir, maka manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di dunia ini juga akan punah. Bagaimana manusia mau bertahan hidup di bumi kalau suhu panas terus meningkat dari waktu ke waktu karena tidak ada lagi pohon atau ruang terbuka hijau?

Meskipun manusia sebagai makhluk paling sempurna, kita juga butuh  pohon dan hutan. Kita tidak mungkin bisa hidup lebih lama kalau alam terus bertambah rusak dari waktu ke waktu. Di Kabupaten Sumba Timur, luas hutan terus berkurang dari waktu ke waktu. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti daerah ini sudah tidak memiliki hutan lagi.

Apa barometer untuk mengukur tingkat kerusakan lingkungan di Sumba Timur dan mengapa Anda harus prihatin dengan kondisi ini?

Sebagai seorang pencinta lingkungan dan tanaman, saya melihatnya dengan cara yang sangat sederhana. Dulu antara tahun 1970-an hingga akhir 1980-an, kita masih sering melihat pohon-pohon besar. Banyak pohon yang tumbuh dan hidup di hutan – hutan.

Pohon cendana bukan hanya tumbuh di Pulau Timor, tapi di Sumba juga ada dan itu adalah salah satu jenis tanaman hutan yang menjadi kebanggaan orang Sumba. Curah hujan juga stabil dan tidak terlalu banyak  daerah yang mengeluh kekeringan atau kekurangan air bersih. Kalau kita bandingkan dengan realitas yang terjadi sekarang, semuanya itu sudah tidak ada lagi. 

Bagaimana dengan daerah ini?

Lingkungan dan alam Pulau Sumba sudah tidak bersahabat lagi karena semuanya telah rusak. Udara yang dahulunya tidak terlalu panas dan sejuk sekarang berubah drastis dan sangat ekstrem. Kekeringan panjang dan bencana kelaparan terjadi di mana-mana.

Setiap tahun para petani selalu gagal panen karena curah hujan yang tidak menentu dan cuaca ekstrem. Isu pemanasan global sudah menjadi rahasia umum. Seharusnya luas hutan yang dimiliki oleh sebuah kabupaten itu minimal 30 persen dari total luas wilayah yang dimiliki. 

Sumba Timur adalah salah satu daerah yang paling luas di Propinsi NTT dengan wilayah teritorial seluas kurang lebih 7000,5 km². Dari total wilayah teritorial tersebut, luas hutan yang dimiliki enam persen. Sementara kawasan hutan yang dimiliki 261.466,34 hektar dari total wilayah teritorial seluas 7000,5 km².

Alasan- alasan inilah yang membuat saya prihatin. Saya merasa terpanggil untuk bergerak di bidang lingkungan hidup, dengan memanfaatkan tenaga yang ada selama sisa hidup ini sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Beranjak dari situlah, kemudian saya memutuskan untuk terjun ke bidang ini sejak tahun 2005 lalu.

Bukan hanya melihat peluang bisnis, dari usaha pembibitan anakan dari berbagai jenis tanaman umur panjang, baik itu untuk pertanian maupun kehutanan. Melalui usaha seperti ini, sebagai orang Sumba, saya juga ingin menabung pohon untuk anak cucu dan generasi muda di daerah ini.

Siapa saja yang bertanggung jawab atas upaya pelestarian lingkungan hidup?

Semua pihak mempunyai tanggung jawab yang sama sesuai dengan potensinya masing-masing. Masalah kerusakan lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah ataupun lembaga donor dari luar. Pemerintah dan lembaga donor dari luar bekerja dengan cara dan kemampuan yang dimilikinya.

Sementara kita sebagai warga daerah ini harus memiliki kesadaran. Merawat dan memelihara lingkungan alam sekitar adalah tanggung jawab kita semua sebagai manusia. Setiap warga di daerah ini, baik petani, pengusaha, pemerintah dan legislatif mempunyai tanggung jawab yang sama dalam upaya melestarikan lingkungan dan segala isinya.

Sekarang sudah saatnya, kebiasaan-kebiasaan buruk selama ini ditinggalkan untuk tidak merusak lingkungan lagi. Kita dapat melakukan segala sesuatu sesuai kemampuan dan potensi yang kita miliki. Sejak tahun 2005 hingga saat ini saya menjalin kemitraan dengan pemerintah. Pemerintah yang memiliki program penghijauan seperti Gerhan dan reboisasi.

Sebagai seorang pencinta lingkungan hidup yang bergerak di bidang pembibitan, tanaman perkebunan dan kehutanan apa saja yang telah Anda lakukan sejak tahun 2005 hingga saat ini?

Terus terang saya bukan orang yang memiliki disiplin ilmu di bidang pertanian, perkebunan ataupun kehutanan dari bangku pendidikan tinggi. Saya adalah anak petani, jadi mungkin karena itu saya tertarik dan mencintai tanaman sehingga memotivasi saya untuk bergerak di bidang pembibitan.
Setiap tahun rata-rata saya bisa menangkar 500 hingga 600 ribu anakan pohon dan kemudian dilempar ke pasar. Pihak pemerintah dan swasta lewat berbagai program penghijauan yang dilaksanakan baik di bidang pertanian maupun kehutanan yang biasanya memanfaatkan anakan pohon dari lokasi penangkaran saya selama ini.

Usaha pembibitan anakan ini tidak semata-mata untuk dikomersilkan. Selama ini kalau ada kegiatan yang sifatnya untuk penghijauan, kadang-kadang tidak dipungut biaya dari anakan diambil. Syaratnya adalah setiap anakan yang diambil dari penangkaran harus ditanam dan dirawat hingga tumbuh dan tidak boleh dijual lagi.

Jikalau sudah demikian, kita pantau sejauh mana tingkat keberhasilanya. Karena tujuan dari semua ini adalah untuk penghijuan lingkungan dan pelestarian hutan di Sumba Timur ini.

Berdasarkan pengalaman Anda selama ini, pohon atau tanaman unggulan lokal apa saja yang biasanya dikembangkan untuk penghijauan di Pulau Sumba?

Tanaman adalah makhluk hidup yang memiliki nyawa. Sebagai makhluk hidup, setiap tanaman butuh perlakuan khusus. Kita harus melakukannya dengan sepenuh hati. Perlakuan terhadap setiap tanaman itu berbeda-beda sesuai sifatnya.

Katakanlah, perlakuan bagi tanaman keras akan berbeda dengan tanaman yang lain. Biasanya untuk tanaman keras disemaikan terlebih dahulu hingga berkecambah baru dipindahkan ke polibag. Sementara jenis tanaman yang lain langsung dimasukkan ke dalam polibag yang sudah dicampur tanah dan pupuk kandang.

Sebagai makhluk hidup, tanaman akan berbicara kepada manusia kapan tanaman itu membutuhkan pasokan pakan dan air. Jadi kita perlu memiliki kepekaan untuk memahami bahasa dari tanaman agar bisa diperlakukan sesuai kebutuhannya sehingga dapat bertumbuh dan memberikan hasil sesuai yang diinginkan.

Berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan, sekalipun orang tersebut adalah jebolan dari universitas atau tepatnya sarjana pertanian maupun kehutanan. Jadi tidak semua orang bisa menyemaikan tanaman atau pembibitan anakan dari berbagai jenis pohon untuk keperluan penghijaun.

Butuh orang- orang khusus yang memahami dan menjiwai tanaman. Selama ini yang saya semaikan, antara lain, Kaduru, Lubung, Inji Watu. Jati, Mahoni, Gamalina, Kadimbil, Kiru, Kelapa, Mete, Kakao, Pinang, Kopi dan Kemiri.*


Tabungan untuk Anak Cucu

SEJAK tahun 2005 hingga sekarang, Yohanis Elo Kaka (42) melirik usaha pembibitan baik tanaman perkebunan maupun kehutanan. Usaha penangkaran berbagai jenis anakan pohon seperti Kaduru, Lubung, Inji Watu. Jati, Mahoni, Gamelina, Kadimbil, Kiru, Kelapa, Mente, Kakao, Pinang, Kopi dan Kemiri bertujuan untuk penghijauan. 

Hal ini sebagai bentuk partisipasi keikutsertaannya dalam mengampanyekan isu pemanasan global. Sebagai seorang pencinta lingkungan hidup, kegiatan yang dilakoninya tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan. Rata-rata 500 hingga 600 ribu anakan berhasil dikembangkan dan dilempar ke pasaran.


Ribuan bahkan jutaan anakan pohon yang disemaikan selama ini belum juga mampu memenuhi permintaan pasar. "Permintaan anakan cukup tinggi selama ini. Setiap tahun permintaan pasar terus meningkat seiring dengan berbagai program penghijauan yang dicanangkan oleh pemerintah," kata ayah enam orang anak ini.

Setiap tahun, permintaan akan anakan pohon baik itu tanaman perkebunan maupun kehutanan terus meningkat. Namun hingga saat ini belum terlalu banyak orang yang berminat ke bidang tersebut. Lewat usaha yang ditekuni selama ini, John Elo, demikian sapaan akrabnya, ingin mengajak warga setempat untuk mulai mencintai lingkungan dengan menanam pohon.

Selain itu, lewat menanam pohon, setiap orang bisa menabung untuk masa depan anak cucu mereka. "Kita menanam pohon itu juga bagian dari tabungan bagi anak cucu kita. Bagi segenap orang Sumba, khususnya Kabupaten Sumba Timur, mari kita menjaga dan melestarikan lingkungan dengan menanam pohon untuk penghijauan," imbaunya. 


Pasalnya, setiap pohon yang berhasil ditanam dan terus hidup akan memiliki manfaat yang cukup besar bagi banyak orang. Selain itu, sebagai orang yang menanam atau menyemaikan anakan pohon, dirinya akan mendapatkan banyak manfaat. Manfaat-manfaat tersebut anatara lain meningkatkan ekonomi keluarga. Selain itu memiliki nilai dan kesan tersendiri yang tidak bisa digambarkan yakni kepuasan batin. "Manfaat yang tidak ternilai itu adalah kepuasan batin yang tidak bisa dinilai dengan uang," tandasnya. (jet)

http://kupang.tribunnews.com/2012/04/23/lestarikan-lingkungan-dengan-menanam-pohon

Thursday 4 December 2014

Orang Sumba dan Tradisi Makan Umbi Gadung

KEBAKARAN — Api dari aksi pembakaran liar yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab sedang melahap hutan dan padang savanna yang terbentang luas di wilayah Desa Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Sumba Timur. Gambar diabadikan Kamis (16/10/2014) petang. 
Bersavanna, kering dan gersang. Itulah kesan pertama ketika seseorang mengunjungi Pulau Sumba. Ibarat hamparan mutiara hitam yang terbentang luas sejauh mata memandang, akan melengkapi pemnadangan alam daerah ini disetiap musim kemarau. Hal ini bertolak belakang dengan  pemandangan musim hujan, dimana sejauh mata memandang akan terlihat hijau bak sebuah permadani.
Membakar hamparan rumput dan ilalang yang sudah mongering membuat kondisi alam sekitar sangat memprihatinkan. Namun inilah realitanya. Fakta yang boleh dikata sebagai tradisi orang Sumba di setiap kalau musim kemarau. Tangan – tangan jahil dari oknum tidak bertanggung jawab selalu membakar dan bakar lagi tanpa rasa bersalah.
Meskipun bersavana, tandus dan kering, namun tanah Sumba memiliki sejuta potensi dan mampu menarik perhatian. Taufiq Ismail, merupakan salah satu contoh dari sekian banyak yang terpikat oleh tanah yang satu ini. Lewat puisinya berjudul, "Beri Daku Sumba" sang penyair era 1970-an, menggambarkan kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri padang savanna, Pulau Sumba. Bukan hanya pemandangan alamnya yang mampu memikat pandangan mata setiap orang. Para gembala ternak kuda sandelwood, kerbau dan sapi Sumba Ongole (SO) melengkapi indahnya alam setempat.
Bukan hanya seorang penyair kondang yang terpikat oleh kekayaan alam yang satu ini, jauh sebelumnya pemerintah Belanda pun sudah tertarik. Ketertarikan penjajah ini dibuktikan dengan sekitar 600 ekor sapi ongole dari  India, dan dikembangkan di padang savanna yang terbentang laus sejauh mata memandang itu. Seiring perjalanan waktu dan didukung oleh kekayaan alam setempat menyebabkan sapi ongole terus berkembang biak dan memadati padang savanna itu hingga sekarang.
Pulau Sumba kini dikenal sebagai gudang ternaknya Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).  Seorang elite dan penguasa daerah inipun akan bangga hingga menepuk dadanya ditingkat pusat ketika berbicara mengenai ternak. Ratusan ribu ekor ternak yang berkeliaran di hamparan padanga savanna Sumba kini, bukan milik orang perorang melainkan kaum borjuis.
Aksi pembakaran hutan yang dilakukan setiap tahun tidak dapat dipisahkan dari seorang pemilik ternak di daerah ini. Sebuah pemahaman yang mungkin sedikit keliru telah merasuki pikiran setiap penguasa ternak. Musim panas, rumput dan ilalang mongering. Ratusan ribu ternak milik mereka kesulitan stok pangan. Untuk mendapatkan tunas baru, maka perlu dilakukan aksi pembakaran liar.
Aksi pembakaran liar yang merusak lingkungan membawa petaka. Setiap tahun, musim hujan yang ada hanya berkisar dua hingga tiga bulan. Selebihnya adalah kemarau panjang. Masalah kekeringan panjang dan kekurangan air bersih menjadi persoalan klasik bagi setiap rakyat jelata di pedalaman Sumba. Para petani selalu dilanda bencana gagal tanam dan gagal panen. Akibatnya rawan pangan hingga bencana kelaparan seakan enggan meninggalkan kehidupan setiap anggota petani Sumba sudah menjadi agenda tahunan.

                                                                        ***


Cari Iwi (Dioscoreaceae) — Seorang petani di Kampung Hiliwuku, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Sumba Timur ditemani dua orang anaknya saat mencari iwi (Dioscoreaceae) di hutan. Gambar diambil Senin (13/10/2014). 
Kala musim hujan, pemandangan nan elok terlihat di seantero Bumi Marapu. Layaknya sebuah permadani hijau sedang terbentang menghiasi jagad raya. Terbentang luas sejauh mata memandang terus memanjakan mata setiap insane manusia. Namun kondisi ini akan terbalik 180 derajat kala musim kemarau.  Selain aksi pembakaran hutan secara liar, musim kemarau panjang juga menyebabkan berbagai tanaman milik seperti pisang dan kelapa akan mati.
Bencana kelaparan akibat gagal tanam dan gagal panen tanaman padi dan jagung, menyebabkan setiap anggota keluarga petani dipaksa survive. Akibatnya, Gadung (Dioscorea hispida  Dennst., suku  gadung – gadungan atau Dioscoreaceae) merupakan tempat pelarian paling tepat untuk bertahan hidup.
Gadung merupakan salah satu tumbuhan yang cukup akrab dengan petani di sejumlah daerah dan dikenal dengan nama masing–massing. Misalnya, bitule (Gorontalo),  gadu (Bima), gadung (Bali, Jawa, Madura, Sunda) iwi (Sumba), kapak (Sasak), salapa (Bugis) dan sikapa (Makassar). Jenis tanaman ini juga menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Namun kandungan racunnya dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya.
Di tempat lain, umbi gadung akan diolah dan diproduksi menjadi keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Selain itu ada juga yang menjadikan sebagai (difermentasi) sehingga di Malaysiadikenal pula sebagai ubi arak, selain taring pelandok.
Selain diproduksi jadi kripik atau difermentasi menjadi arak, umbi dari jenis tumbuhan yang satu ini juga dapat dimanfaatkan sebagai racun tikus. Tanaman gadung ini termasuk kelompok tumbuhan redentisida atau kelompok tumbuhan yang mengahasilkan pestisida pengendali hama rodentia.
Tradisi orang Sumba saat dilanda bencana kelaparan adalah mencari dan mengolah umbi gadung untuk dikonsumsi. Meskipun beracun, umbi gadung harus dimakan tiga kali sehari tanpa memperhatikan kandungan gizi. Tak jarang, kekurangan stok pangan menyebabkan banyak kasus kurang gizi, gizi buruk hingga busung lapar menimpa anak – anak petani akibat mengkonsumsi ubi gadung setiap hari.

Tak jarang, para petani di Kabupaten Sumba Timur  mendapat cacian dan hujatan dari oknum pejabat pemerintah dan penguasa setempat. Para pejabat pemerintah yang tidak ingin dinilai gagal, dalam menjaga popularitasnya akan berkilah iwi adalah pangan lokal. Makan umbi gadung adalah sebuah tradisi yang juga dikonsumsi oleh mereka. Meskipun menjadi pejabat, mereka juga sering makan iwi walaupun lima tahun sekali. Berbeda dengan anggota keluarga petani, tiga sehari makan iwi selama berminggu –  minggu.

Para elite Sumba Timur tak sungkan untuk menilai petani di daerahnya malas. Sebuah kata yang dilontarkan begitu saja dari mulut seorang pemimpin tanpa melihat fakta di lapangan. Meskipun mereka dibilang malas, namun upaya untuk keluar dari masa sulit seperti ini terus dilakukan.  Sebagala hal dilakukan diupayakan untuk bisa makan: mencari ubi beracun di hutan untuk diolah menjadi makanan. Mencari dan menjual kayu bakar, menjual alang – alang yang mulai menipis karena kebakaran padang. Menjual kunyit yang digali di hutan dan ternak kecil maupun besar seperti ayam dan sapi juga dijual. Pertanyaanya, adakah orang malas yang melakukan hal demikian?

Di sisi lain, untuk mendapatkan umbi gadung mereka juga harus menempuh perjalanan dengan  mendaki serta menuruni bukit demi mendapatkan iwi. Bukan sebatas itu saja, mereka juga harus harus berjalan jauh lagi untuk merendam irisan iwi di lokasi sumber air mengalir selama 24 jam sebelum layak dikonsumsi. Para anggota keluarga petani juga terpaksa harus menginap di lokasi yang terdapat sungai mengalir yang jauh dari pemukiman mereka. Masih pantas kah seorang pejabat pemerintah menilai mereka ini sebagai orang – orang malas? 

Ternak besar seperti sapi, kuda dan kerbau biasanya akan dijual oleh mereka jika kondisi sudah sangat parah. Itupun jika para anggota keluarga petani Sumba Timur memiliki ternak besar. Pada situasi seperti ini, hukum ekonomi pun berlaku: untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan ternak mereka terpakas dijual dengan harga murah. Di sini peran rentenir merajalela. Tak ketinggalan para mafia ternak pun ikut bermain.

Kesempatan emas yang ditunggu – tunggu oleh para renternir untuk mendapatkan ternak dengan harga murah. Selanjutnya dijual ke luar pulau tanpa seleksi yang ketat, terlepas dari jantan atau betina. Masih produktif atau tidak lagi meskipun sudah ada larangan namun tidak berlaku bagi para elite dan penguasa Sumba Timur.

AIR BERSIH — Warga Kampung Hiliwuku, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Sumba Timur, yang dilanda bencana kekeringan sedang mengambil air dari sebuah kubangan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Gambar diambil Senin (13/10/2014).
Masih pantaskah para petani di Sumba Timur yang selalu dilanda bencana kelaparan akibat bencana alam ini disebut malas? Sipakah yang harus bertanggung jawab untuk mensejahterakan kehdipuan setiap anggota keluarga petani di daerah ini? Sudahkah Negara menjamin kesejahteraan rakyatnya, terutama masyarakat kecil di pedalaman Kabupaten Sumba Timur?

Sepertinya nasib para anggota keluarga petani Sumba Timur untuk terus mencari umbi gadung sebagai makanan alternative masih akan panjang. Musim laparan dan umbi gadung yang mulai diolah sejak bulan Oktober akan dikonsumsi hingga penghujang Februari 2015. Saat ini para anggota keluarga petani yang dilanda benacana kelaparan ini juga harus mulai menghemata dan menyimpan sebagian sebagai stok pangan mereka sampai musim panen.

Hujan yang diharapkan mulai November agar panen di bulan Februari agar rawan pangan hanya bisa dinikmati selama Oktober hingga Februari. Namun ternyata para petani harus pasra untuk menanti musim panen hingga bulan Maret 2015 mendatang karena musim hujan baru tiba di awal Desember saat. (*)

Saturday 2 August 2014

Gaji Untuk PBB Warga

Umbu Kahumbu Nggiku
Laporan Wartawan Pos-Kupang.Com, John Taena

GAYA bicaranya penuh semangat, ditunjang suaranya yang lantang dan jelas didengar. Cepat akrab dengan siapa saja yang menemuinya. Dia memiliki visi yang jauh ke depan untuk membanguan desanya yang memiliki territorial sekitar 10.000 kilometer persegi. Sorot matanya tajam dan sejuk, serta mencerminkan jiwa yang luhur sebagai seorang pemimpin dari sekitar 219 kepala keluarga (KK) atau 750 jiwa penduduk desa  setempat.

Itulah sosok Kepala Desa Praibakul, Kecamatan Katala Hamu Lingu, Kabupaten Sumba Timur, Umbu Kahumbu Nggiku yang ditemui Pos-Kupang.Com di Waingapu, Rabu (4/4/2012). Banyak hal yang dibicarakan tentang Desa Praibakul yang dipimpinnya sejak 2009 lalu. Umbu, sapaan akrabnya berkisah, sejak masa mudanya dia tak pernah bermimpi menjadi kepala desa. Namun, karena dipercayakan warga
desa Praibakul, sehingga sebagai putra desa dia harus menerima kepercayaan dan tanggungjawab berat itu.Sejak terpilih menjadi Kepala Desa Paraibakul, dia  hanya memiliki satu tekad yakni membebaskan warganya dari kemiskinan, membuka akses bagi warganya yang hidup terisolasi  selama bertahun - tahun sejak bangsa ini membebaskan diri dari belenggu penjajah.

Alumnus Sekolah Menengah Atas (SMA) Bina Karya Atambua, Kabupaten Belu ini mengisahkan, sejak dipercaya warga setempat untuk memimpin desa itu, gajinya sebagai kepala desa tidak pernah disentuhnya. "Saya melihat rakyat saya di desa ini hidupnya terlalu susah. Karena itu saya ambil keputusan  untuk pakai gaji saya bantu mereka yakni membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) seluruh KK yang ada di desa ini selama masa jabatan saya. Kalau tidak berbuat seperti itu, mau bagaimana lagi? Seluruh masyarakat saya ini petani yang susah sekali untuk mendapat uang Rp 100 ribu dalam sebulan. Daripada mereka  terbeban lagi dengan pajak, lebih baik dibayar pakai gaji saya," ujar ayah satu orang putra ini.

Selain membabaskan warganya dari PBB, Umbu juga memiliki orientasi kuat pada bidang pengembangan sektor pariwisata di desanya. Alasannya, desa tersebut memiliki sejumlah obyek wisata alam menarik seperti Pantai Kambaru, Mambang dan Pantai Walakari. Selain itu, terdapat beberapa satwa langkah diantaranya penyu, rusa,  burung kakatua, rangkong dan burung ongkang.

"Potensi pantai ini sudah ada investor luar yang mau beli,  tapi kita tidak mau jual. Kita punya rencana untuk membuat penangkaran rusa, tapi masih kurang modal." kata pria kelahiran desa itu, 13 Maret 1966 lalu

Suami dari Ny. Marniwati Rambu Hida ini menjelaskan, sebelumnya satwa langkah yang hidup di daerah tersebut nyaris punah. Hal ini disebabkan oleh ulah oknum tidak bertanggung jawab yang selalu memburu dan membunuh binatang - binatang yang dilindungi tersebut. Merasa khawatir akan kepunahan  habitat satwa - satwa langkah tersebut, pihaknya

bersama para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat setempat membuat peraturan desa (perdes). "Sekarang sudah mulai ada kembali. Terutama rusa yang dulunya hampir punah, kini junmlahnya sudah mencapai 5.000 ekor. Saya berharap potensi-potensi ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa ini," tandasnya.

Sumber http://kupang.tribunnews.com/2012/04/10/gaji-untuk-pbb-warga