Showing posts with label Feature. Show all posts
Showing posts with label Feature. Show all posts

Sunday 28 December 2014

Revolusi Menulis I



Bloger Adalah Wartawan

ilustrasi
Pernahkah terlintas dalam pikiran tuan dan puan kalau bloger adalah wartawan? Mungkin pernah, dan mungkin juga tidak. Sama halnya dengan Beta, sebelumnya tidak pernah terlintas sama sekali.

Di penghujung tahun ini, Minggu (28/12/2014), tepatnya pukul 15.00 Wita, spontan pikiran itu terlintas dalam pikiran saat menyentuh huruf “B” di atas tuts laptop. Itu sebabnya tulisan “Bloger Adalah Wartawan” sengaja disajikan kepada pembaca.   

Tuan dan puan, tidak selamanya harus menjadi seorang kontributor Harian Kompas dan Jawa Pos, baru disebut kita sebagai wartawan. Tidak selamanya pula harus menjadi seorang reporter MetroTv, TvOne atau Radio KBR baru anda layak menyandang gelar jurnalis. Tidak selamanya harus demikian.

Kegiatan seorang jurnalis biasanya tidak jauh dari aktivitas tulis menulis. Nyaris 1 x 24 dan 16 bulan setahun, para pewarta akan menghabiskan waktunya untuk melakukan pekerjaan mereka yang identik dengan bahasa tulisan. Hakikatnya adalah untuk memuaskan hasrat khalayak umum akan informasi public lewat tulisan.

Ketika memutuskan untuk menulis sesuatu yang layak dibaca khalayak melalui media apapun, di saat itupula seseorang telah memproklamirkan diri sebagai journalis. Begitupun dengan bloger. Meskipun hanya sekedar menyalurkan hobby dengan memposting tulisannya lewat blog, seorang bloger juga telah menjalankan tugas pewartaan.

Tugas seorang jurnalis tidak beda jauh dngan seorang bloger. Keduanya menulis dan wartakan informasi untuk dibaca dan diketahui public. Maka dapat boleh dikata bloger adalah wartawan, namun tidak semua wartawan adalah bloger.

Karya seorang bloger jauh lebih mulia dan original dibanding seorang jurnalis. Tulisan dan karya seorang bloger jauh lebih natural dan kaya dibanding seorang jurnalis. Bloger menulis dan mempublikasikan segala sesuatu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa pamrih.



Berbeda dengan seorang pekerja media masa yang disebut dengan jurnalis. Mereka menulis untuk memenuhi tuntutan kampung tengah. Jurnalis menulis untuk menyambung hidup, sementara bloger tidak demikian.

Memang tulisan seorang jurnalis akan jauh berbeda dan enak dibaca ketimbang tulisan bloger, apa lagi yang baru mau memulai untuk menulis. Namun tulisan seorang bloger jauh lebih natural dibanding seorang jurnalis media cetak maupun elektorik.

Karya seorang jurnalis senior sekalipun dijamin pasti akan melalui proses editing oleh editor. Sementara karya dan tulisan seorang bloger, hampir dapat dipastikan tidak melalui proses demikian. Itu sebabnya kebanyakan tulisan seorang jurnalis yang sudah diterbitkan oleh media tempatnya bekerja, akan berbeda dan nyaris jauh lebih menarik dibaca ketimbang tulisan seorang bloger apalagi pemula. Namun pada hakikatnya, bloger dan jurnalis sama – sama menyajikan irformasi kepada public.

***


K
apan seorang bloger disebut sebagai pewarta yang tidak kalah jauh dengan jurnalis? Jawabannya adalah ketika seseorang menghasilkan sebuah tulisan, kemudian dipublikasikan lewat blog pribadinya, saat itulah ia telah menjalan tugas jurnalistik.

Tuan dan puan, bloger adalah wartawan sejati. Alasanya tulisan dan hasil karya seorang bloger biasanya lebih cenderung untuk mengejar kepuasan bathin. Hal ini tentu sedikit berbeda dengan karya seorang jurnalis, yang bekerja pada perusahaan media. Kebanyakan jurnalis melakukan tugasnya untuk memenuhi tuntutan kampung tengah.

Beta dapat memastikan saat menulis, seorang jurnalis melakukannya dalam tekanan yakni deadline. Nyaris saat menyajikan tulisan kepada pembacanya, seorang jurnalis menjalankan tugas liputan yang sudah diputuskan dalam rapat redaksi setiap pagi. Hasil karya jurnalis yang kadang bertolak belakang dengan orientasi perusahaan tak jarang akan “disembunyikan” dari khalayak umum.

Karya pekerja perusahaan media masa yang lebih keren disebut dengan “kuli tinta” hampir dapat dipastikan, lebih cenderung berorientasi pada material. Kalau tidak menulis maka kampung tengah tidak lagi terisi. Akibatnya, tak jarang pula seorang jurnalis akan dilanda strees ketika sebuah tulisan yang dibuat untuk mendapat kepuasan bathin tidak diterbitkan. Jauh berbeda dengan bloger, menulis dan menyajikan informasi tanpa mengharapkan imbalan.

Kaya harta sudah biasa namun kaya akan karya baru luar biasa.” Mungkin tuan dan puan pernah mendengar ungkapan bijak yang satu ini. Seorang bloger akan lebih tenang hidupnya karena sudah berkontribusi untuk kehidupan bangsa ini. Ikut ambil bagian menjadi pewarta sama halnya para jurnalis yang mencintai aktivitas tulis menulis.

Di saat kebanyakan anak bangsa malas menulis, para bloger terus melakukan aktivitas tulis menulis. Mereka telah berkontribusi untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sadar atau tidak, para bloger telah mendengungkan revolusi menulis di negeri ini, tuan dan puan.

Harus diakui, hingga saat ini masih banyak kita anak – anak negeri yang masih kurang piawai dalam mencurahkan perasaan, ide dan pikiran lewat tulisan. Bukan hanya orang muda, hal serupa juga terjadi dengan para orang tua dan semua kita masuk dalam kategori malas. Kebanyakan kita orang Indonesia, lebih suka dengan budaya bahasa lisan dan bukan tulisan.


Beta jadi teringat seorang teman lama yang sudah dikenal sejak beberapa tahun silam. Sebuah pengalaman yang hingga saat ini masih terus menghantui pikiran ini. Sang teman lama itu dari dulu sampai sekarang belum berubah. Dia termasuk salah satu dari sekian banyak anak negeri yang masuk kategori malas menulis.

Kamis (25/12/2014) yang lalu, sebagai seorang nasrani kami telah merayakan hari raya natal. Kebetulan teman lama itu tinggal di luar negeri sehingga tidak bisa dikunjungi untuk bersilaturahmi. Lewat sebuah pesan singkat, Beta mengirimkan ucapan selamat hari raya natal.

Selama kurang lebih 10 tahun berteman sejak masih di bangku kuliah, kebiasan buruknya itupun tidak pernah hilang. Bayangkan, sekian lama berteman, selama itu pula tidak pernah satu SMS dibalasnya. Alasanya tombol angka dan huruf diponsel terlalu kecil untuk jari – jarinya.

Tangannya tergolong cukup besar dan bobot tubuh yang dimiliki hampir 100 kg. Maka lebih mudah untuk menelpon ketimbang harus mengetik satu layar SMS di ponselnya. Mungkin benar dan mungkin juga tidak. Tapi ini alasan dan salah satu contoh kemalasan menulis yang dimiliki oleh manusia modern.

Meskipun menulis di blog hanya paruh waktu namun menjadi seorang bloger,  tuan dan puan jauh lebih baik dari siapapun. Paling tidak di saat sebagian besar warga Negara ini dikategorikan sebagai orang malas, para bloger telah membantu seorang penulis buku handal yang ternama dan para pekerja media masa untuk membangkitkan semangat menulis.

Para bloger telah berkarya untuk generasi kini dan yang akan datang. Lalu apa yang sudah anda lakukan untuk bangsa ini tuan dan puan? Apakah hanya akan mengisi sisa – sisa hidup dengan bekerja sepanjang hari hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga?

Sebagai manusia modern, kabanyakan kita hanya hanya berkontribusi untuk diri sendiri dan keluarga. Jangankan untuk bangsa dan Negara, berkontribusi untuk masyarakat sekitar, lingkungan terkadat yakni tetangga saja terkadang kita tidak melakukan apapun.

Tuan dan puan, mungkin saat ini anda sedang memikirkan bagaimana caranya untuk berkontribusi kepada generasi kini dan mendatang. Lantas apa yang harus dilakukan agar dikenang? Jawabannya adalah menulis. Kalau anda belum dapat melakukan sesuatu yang layak untuk dicatat, maka sekarang sudah saatnya untuk menulis. Menuliskan sesuatu yang layak dibaca.

Mari bergandengan tangan bersama para bloger, kita mulai menulis apa saja tanpa harus memikirkan apa dampak yang bakal kita peroleh dari kegiatan ini. Pasalnya ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimiliki saat ini tidak akan pernah memberikan manfaat jangka panjang kalau tidak bisa diabadikan lewat tulisan.

Lewat sebuah tulisan yang dibuat, tuan dan puan sekalian akan mendapat dua hal dalam waktu yang bersamaan. Membagikan manfaat kepada public saat ini sekaligus mewariskan ilmu kepada generasi yang akan datang.

Percaya atau tidak setiap tulisan merupakan warisan paling berharag yang dapat diwariskan secara turun temurun bagi anak cucu. Setiap kata akan terus berlalu, namun setiap tulisan akan tetap bertahan dan tidak pernah lekang oleh waktu.

Silahkan menelusuri kembali sejarah perjalana manusia sejak dahulu hingg kini, untuk membuktikan apa yang tersisa dari masa lalu. Apa saja warisan nenek moyang kita yang masih ada sampai saat ini? Tiada yang lain kecuali wujud fisik berupa bangunan dan tulis – tulisan yang akan kita temukan. Sekali lagi tuan dan puan, bloger adalah wartawan yang telah mengengungkan revolusi menulis di tanah air. (bersambung)

Tuesday 23 December 2014

Meldawati Bertualangan di Sumba



                           Meldawati
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi,
Kini petang datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi

MUHAMMAD Ali Hasyim, salah satu penyair era 1970 -an, melalui puisinya 'Menyesal' ingin menggugah kaum muda agar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin.  Selagi masih bisa menimba ilmu dan mencari pengalaman, teruslah berjuang untuk mengalahkan tantangan. Bahkan harus berpetualangan ke daerah pelosok atau pedalaman sekalipun demi menambah ilmu dan pengalaman hidup.

Tidak semua orang mau, apalagi dari kota besar mau mengabdikan sebagai guru di daerah pelosok atau pedalaman. Sebagian orang yang tidak sanggup akan segera pergi meninggalkan tempat tugasnya apabila tidak merasa terpanggil atau memiliki jiwa bertualang.

Tantangan demikian akan menjadi santapan empuk bagi gadis yang satu ini. Namanya  Meldawati, S,pd, salah satu alumni Universitas Negeri Makassar (UNM) Fakultas Ilmu Olahara (FIK) angkatan 2007.

Kepada Pos Kupang di Kataka, Kecamatan Kahunga Eti, Kabupaten Sumba Timur, Rabu (13/2/2013),  gadis kelahiran Balikpapan, 24 Oktober 1987 ini mengatakan, sejak kecil dirinya sudah sering bermimpi jadi guru. Alasanya, dengan mengajar seseorang dari tidak bisa menjadi bisa dapat menempatkan diri seorang guru menjadi panutan atau teladan.

"Mengajar di daerah terpencil, itu bukan masalah buat saya untuk menghentikan langkah mengabdi pada negeri. Karena menurut saya, guru itu bisa jadi teladan. Mengajar seseorang dari tidak bisa menjadi bisa," ujar Meldawati, salah seorang peserta Program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) di SMP Satu Atap Kataka.

Menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang mengemban misi mencerdaskan anak bangsa merupakan kebanggan tersendiri baginya. Kebanggan ini selalu ditunjukan dan diwujudkan dalam keseharianya sebagai seorang guru olahraga. Disamping mengajarkan pendidikan olahraga, Meldawati juga mengajak anak didiknya mencintai dan memelihara alam. 


Meldawati mengatakan, "Melintasi alam itu juga bagian dari olahraga. Jadi, alam harus dijaga dan dipelihara."

Bertualangan dengan menjadi seorang guru di pedalaman, kata Mel, demikian sapaan akrabnya,  belum lengkap kalau tidak melesuri alam sekitar. Hal ini yang selalu dilakukan di setiap waktu senggang dengan melakukan hiking, rockclimbing dan caving. Melalui kegiatan - kegiatan itu, demikian Mel, ia akan mendapatkan kepuasaan tersendiri.

Meskipun terkadang harus merasa was - was ketika menelusuri hingga keluar dari dunia bawah tanah hanya untuk bisa menikmati dan melihat setiap ornamen dalam gua.
Anak ke lima dari enam orang bersaudara ini mengatakan, ketika di alam bebas tentunya akan bertemu dengan banyak binatang buas seperti ular berbisa. Namun hal ini bukan harus ditakuti karena disitulah letak tentangan yang sesungguhnya selain alam itu sendiri.
"Seorang caver tentunya memiliki ilmu tentang penelusuran gua. Tentunya tidak sembarang masuk juga sebelum mengetahui kondisi gua dn mendapatkan informasi tentang gua-gua yang akan di masuki itu," kata salah satu putri  pasangan Asfar Ali dan Junnuati.

Memegang moto; "Melangkah hingga jauh, meraih yang ku mau", Mel mengaku di Pulau Sumba untuk petualangan naik gunung memang agak susah. Pasalnya, alam daerah tersebut tidak memiliki gunung dan yang ditemukan hanya bukit.

Sementara untuk kegiatan hiking bisa dilakukan jika menaiki gunung yang tingginya sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) ke atas. Namun, kata Mel,  ada potensi lain di daerah ini, yakni untuk kegiatan  rockclimbing karena terdapat banyak tebing alam yang bagus untuk dipanjati.

"Cuma  kendala di sini alat - alat untuk pemanjatan itu tidak ada. Baik itu dipakai untuk pengaman maupun membuka jalur pemanjatan. Kalau caving juga bisa, karena dari informasinya banyak gua di Sumba yang belum pernah dimasuki orang atau belum terjamah. Saya tertantang dan ingin menjadi orang pertama untuk berpetualang di sana. Itu bisa dilakukan jika ada alat yng memadai," ujar Mel. (john taena)

Saturday 20 December 2014

Zainab Hud Assegaf Penampilan Segalanya



POS KUPANG/JOHN TAENA
Zainab Hud Assegaf
POS KUPANG.COM --  Ramah, nada suaranya lembut. Sinar matanya memancarkan persahabatan. Berpenampilan anggun dengan seragam batik khas para karyawati Bank NTT, membuat petugas teller yang satu ini menjadi perhatian para nasabah. Dialah Zainab Hud Assegaf.  Prinsipnya sederhana. 

Menjaga penampilan agar tetap segar. Dia salah satu dari sekian banyak wanita karir yang selalu memperhatikan penampilan. Hal ini yang selalu ditanamkan dalam dirinya sebagai seorang karyawan Bank NTT Cabang Waingapu,  Sumba Timur. Alasannya agar tampil menarik  dan percaya diri dalam menjalankan tugas. 

"Bagi saya sebagai seorang perempuan, penampilan itu segalanya," ujar Zainab, salah satu petugas teller Bank NTT Cabang Waingapu, ketika ditemui di bank setempat, Jumat (13/7/2012).

Zainab, sapaan gadis kelahiran Waingapu, 7 November 1989, ini  mengakui pekerjaan petugas bank cukup menyita waktu. Tuntutan pekerjaan membuat dirinya terkadang merasa capek dan jenuh. Setiap hari sejak masuk kantor hingga pulang kantor, selalu melakukan rutinitas yang sama.

 "Jadi, saya selalu berusaha untuk tetap tersenyum kepada semua nasabah," ujar putri pertama pasangan Hud Assegaf dan Ny. Farida K Riwa ini.

Alumna Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Waingapu 2008 ini, menuturkan, untuk tampil cantik tidak selamanya harus mengeluarkan biaya mahal. Tergantung bagaimana seorang perempuan pandai merawat diri agar terlihat menarik. 

Selain itu, dalam berdandan, dirinya  tidak pernah memilih produk berdasarkan harga. Yang diutamakan adalah kenyamanan dalam  menggunakan produk tersebut. 

"Menjaga penampilan agar tetap cantik dan menarik adalah segala-galanya. Kalau kulit indah dan cantik akan membuat kita percaya diri di hadapan nasabah," kata putri pertama dari tiga bersaudara ini.

Sebagai seorang wanita karir, kata perempuan berambut hitam dan panjang sebahu ini, keseimbangan antara beban kerja dan ketenangan jiwa harus selalu dijaga. Perlu menghindari kekalutan batin yang sewaktu-waktu bisa muncul pada jam kerja karena tekanan waktu dan beban pekerjaan serta sifat nasabah yang berbeda-beda. Salah satu cara yang biasanya dilakukan Zainab untuk menghindari tekanan adalah mengunjungi salon kecantikan.

 "Kalau ada waktu, saya ke salon merawat kulit biar segar. Jadi, nasabah juga tidak jenuh dan bosan untuk datang ke bank," tukas sang teller yang memiliki hobi menyanyi dan shopping ini. (john taena)
Sumber :http://kupang.tribunnews.com/2012/07/16/zainab-hud-assegaf-penampilan-segalanya

Friday 19 December 2014

Rambu Kori Anahida Jaga Kelembutan



                                                                                                                          POS KUPANG/JET
            Rambu Kori Anahida                                                                                                                                                                              
POS KUPANG.COM -- Suara mempunyai kekuatan. Dengan kekuatan suara, seseorang dapat mengguncang, bahkan melumpuhkan kekuatan apapun di dunia. Lewat suara juga orang lain akan merasa damai, senang dan gembira apabila dihibur.

Adalah Rambu Kori Anahida, penyiar Radio Max 96,6 FM Waingapu, Sumba Timur, telah mengalaminya. Kualitas suara yang baik sangat mempengaruhi karier seseorang yang bergerak di dunia entertainment seperti penyiar radio. Suara yang berkualitas dan lembut dari seorang penyiar akan semakin memanjakan telinga pendengar.

"Salah satu tugas kami sebagai penyiar radio adalah menghibur pendengar. Ada kepuasan batin tersendiri kalau pendengar senang," tutur Rambu Kori Anahida, akrab disapa Opy, saat ditemui Pos Kupang di Waingapu, Senin (9/7/2012). Gadis kelahiran Hambapraing, Kecamatan Haharu, 6 April 1986, ini mengaku kurang lebih sudah tujuh tahun (2005-2012) telah menjadi penyiar radio.

Selama kurun waktu tersebut, Opy mengaku mendapat banyak pengalaman, terutama terkait profesinya sebagai seorang entertainer.  "Saya selalu menikmati pekerjaan ini karena dapat menambah wawasan, banyak pengalaman, juga banyak teman," ujarnya.
Opy menyebut kebiasaan yang dilakukannya setiap hari selain olah vokal adalah lulur kulit untuk menjaga kelembutan dan keindahan kulit. Biasanya mandi lulur dua kali sehari. "Menjaga keindahan suara dan kulit itu adalah hobi saya, selain olahraga, dengar musik dan nyanyi," katanya.

Putri kedua dari empat bersaudara ini mengatakan, ketika berada di dalam ruangan siaran ia merasa percaya diri untuk menyapa dan menghibur para pendengar radio. Rasa percaya dirinya itu akan terasa lebih lengkap ketika kulitnya tetap dijaga agar terlihat cantik di luar studio siaran oleh para penggemarnya. "Pokoknya lebih rasa pede (percaya diri) kalau memiliki kulit lembut dan indah," ujarnya.

Alumna SMA Negeri 2 Waingapu tahun 2004 ini mengatakan, kulit tubuh dan suara yang indah adalah harta yang tak ternilai baginya. Itu sebabnya, ia tidak tanggung-tanggung  merogoh kocek membeli produk perawatan kulit. "Olah vokal atau senam mulut biasanya di dalam ruangan atau alam terbuka dan berteriak sekuat mungkin itu minimal sekali seminggu. Sementara kalau merawat kulit, itu hampir setiap ada waktu luang," tutur gadis dari pasangan Rambu Kahi Temba dan Umbu Hapu Motu ini. (john taena)

Sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/07/10/rambu-kori-anahida-jaga-kelembutan


Thursday 18 December 2014

Diana Andayani Djoh Selalu Enjoy

POS KUPANG/JOHN TAENA
Diana Andayani Djoh
POS KUPANG.COM, WAINGAPU  --- Rambutnya hitam lurus dibiarkan jatuh terurai. Senyumnya yang lembut selalu ditebarkan kepada setiap orang yang berpapasan dengannya. Ia kian anggun ketika mengenakan seragam Bank Rakyat Indonesia (BRI). 

Itulah penampilan Diana Andayani Djoh, S.Si Tel, M.Si, wanita pemilik tahi lalat di pipi kiri, kelahiran Kambaniru-Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, 4 Desember 1985.

"Senyum, sapa dan salam, itu selalu kita tanamkan dalam jiwa sehingga bisa memberikan pelayanan maksimal kepada semua nasabah," kata putri sulung dari lima bersaudara, saat ditemui Pos Kupang, di ruang customer service (CS) di BRI setempat,  Rabu (30/5/2012).

Bertugas sebagai customer service (CS), tutur dara hitam manis ini, menuntutnya harus selalu tenang. Sebab untuk tampil prima, seseorang harus enjoy dan terbebas dari berbagai tekanan.

"Saya selalu berusaha untuk enjoy. Kalau kita enjoy, apa pun akan kita kerjakan dengan baik. Artinya selain melayani nasabah, pekerjaan lain pun akan kita laksanakan dengan senang hati," tutur alumni Universitas Satya Wacana tahun 2010 ini.


Menurut gadis ayu berdarah Sabu ini, dulu ia tak pernah bercita-cita menjadi karyawan bank. Saat di bangku SMA Negeri II Waingapu, ia malah ingin menjadi guide. Karena saat itu ia siswi kelas bahasa.

"Tapi setelah tamat tahun 2003, saya kuliah di Theologia dan lanjut S2 (Magister Sosiologi Agama). Setelah lulus, saya malah diminta orang tua untuk menjadi seorang pengajar," jelas Diana sapaan akrabnya.

Bagi Diana, basic boleh dibidang agama, tapi lahan yang ditekuni saat ini justeru di dunia perbankan. Ketika ia bergabung di lembaga itu, ketertarikan pada pekerjaan, semakin tinggi. Soalnya setiap hari melayani banyak orang.

Ia menuturkan saban hari ia banyak kesibukan. Mulai dari pagi hingga petang, tak ada waktu untuk bersantai. "Saat ini memang banyak pekerjaan, tapi saya tidak bekerja dalam tekanan, sehingga saya sangat enjoy," jelas putri sulung dari pasangan, Abraham Djoh dan Ny. Melani Udju ini.

Wanita karier yang suka membaca ini menjelaskan, satu prinsip yang selalu ia pegang teguh, yakni mengisi hidup yang diberikan Tuhan dengan berkarya sebaik-baiknya bagi banyak orang. Motto ini juga yang membuatnya tak pernah berhenti berkarya dan berbagi kasih kepada semua orang, terutama bagi orang- orang yang dicintainya. (john taena)
Sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/06/01/diana-andayani-djoh-selalu-enjoy

Friday 12 December 2014

Desi Rihi, Waktu Pacaran Sedikit



Desi Rihi
POS KUPANG.COM -- Menjaga kesegaran kulit agar tetap mulus dan terlihat elok, serta tampil memikat merupakan dambaan setiap kaum wanita. Perawatan tubuh untuk tetap terlihat cantik dan berpenampilan sempurna penuh percaya diri, tidak dapat disangkal lagi. Ada banyak motivasi bagi seorang wanita untuk tampil cantik. Mulai dari memikat hati  kaum pria hingga menjadi selebriti.
"Persaingan dan gaya hidup di Jakarta sangat besar. Kita harus bisa menyesuaikan. Kalau tidak bisa menyesuaikan, pasti kita akan mati. Kalau orang mengandalkan keterampilan, kita di dunia entertain mengandalkan face dan suara. Jadi, fashion memang sangat penting agar orang tertarik. Modal cantik saja tidak cukup," kata Desi Rahmania yang memiliki nama asli Desi Rihi, saat ditemui di Waingapu, Sumba Timur,  Senin (20/1/2014).
Kepada Pos Kupang, Chy, demikian sapaan akrab putri tunggal pasangan Farug Alhaddad dan Yuliati Rihi, ini mengatakan, berawal dari hobi potret  dirinya terjun ke dunia model fotographi hingga kini menjadi salah seorang host atau presenter. "Tadinya tidak terpikir terjun ke dunia entertain, karena memang tidak punya basic. Hobi memotret akhirnya dipotret jadi model dan sekarang seperti ini," ujar gadis kelahiran Kupang, 16 Desember 1989.
Berawal dari kedekatannya dengan sejumlah fotografer yang memiliki kenalan dengan orang-orang di dunia entertain, akhirnya membuka jalan bagi Chy  untuk menjadi seorang host.
Selain itu, pengalaman pertama sebagai presenter acara Edit Foto di ANTV yang sekarang sudah diganti dengan Mata Lensa, membuat Chy  sempat gugup tampil di depan kamera. Hal ini disebabkan dirinya seorang programmer yang pernah belajar di Institut Pembangunan Surabaya Jurusan Teknik Informatika.
"Waktu itu sempat kaget juga dan tidak percaya diri karena tidak memiliki basic. Tapi kata teman saya, muka kamu itu menjual Chy. Terus mungkin karena saya juga banyak ngomong dan cerita. Jadi, tidak panik saat pertama tampil di depan kamera. Namanya juga orang Sabu, pasti cerewet ya, jadi keterusan sampai sekarang," ujarnya.
Anak-anak NTT, kata Chy, tidak terlalu beda jauh kemampuannya dengan orang Jakarta. Namun untuk mewujudkan impian, kembali lagi dan tergantung pembawaan seseorang. Misalnya, sudah memiliki kemampuan, tapi tidak bisa untuk mengekspresikan semuanya, maka hal itu tidak akan mungkin diwujudkan. 
"Jadi, tidak hanya orang Jakarta yang bisa, kitapun bisa asalkan ada kemauan. Modal cantik saja tidak cukup. Harus berani mengekspresikan semuanya, misalnya tampil di depan umum,"  jelas alumni SMA Kristen Payeti 2009 ini. 
Menekuni profesi entertain, kata Chy, seseorang harus memiliki kemampuan minimal pernah kursus atau sekolah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Hal ini berbeda dengan dirinya yang tidak mengenyam pendidikan di dunia seni.  Selain itu, untuk menjadi seorang host yang dijual adalah face, suara serta penampilan. 
"Waktu untuk keluarga, bermain, shoping dan pacaran juga agak sedikit terbatas, karena kegiatan sangat padat. Saya bersyukur walaupun tidak pernah belajar atau minimal kursus tapi bisa bersaing," kata Chy. (john taena)




Saturday 2 August 2014

Gaji Untuk PBB Warga

Umbu Kahumbu Nggiku
Laporan Wartawan Pos-Kupang.Com, John Taena

GAYA bicaranya penuh semangat, ditunjang suaranya yang lantang dan jelas didengar. Cepat akrab dengan siapa saja yang menemuinya. Dia memiliki visi yang jauh ke depan untuk membanguan desanya yang memiliki territorial sekitar 10.000 kilometer persegi. Sorot matanya tajam dan sejuk, serta mencerminkan jiwa yang luhur sebagai seorang pemimpin dari sekitar 219 kepala keluarga (KK) atau 750 jiwa penduduk desa  setempat.

Itulah sosok Kepala Desa Praibakul, Kecamatan Katala Hamu Lingu, Kabupaten Sumba Timur, Umbu Kahumbu Nggiku yang ditemui Pos-Kupang.Com di Waingapu, Rabu (4/4/2012). Banyak hal yang dibicarakan tentang Desa Praibakul yang dipimpinnya sejak 2009 lalu. Umbu, sapaan akrabnya berkisah, sejak masa mudanya dia tak pernah bermimpi menjadi kepala desa. Namun, karena dipercayakan warga
desa Praibakul, sehingga sebagai putra desa dia harus menerima kepercayaan dan tanggungjawab berat itu.Sejak terpilih menjadi Kepala Desa Paraibakul, dia  hanya memiliki satu tekad yakni membebaskan warganya dari kemiskinan, membuka akses bagi warganya yang hidup terisolasi  selama bertahun - tahun sejak bangsa ini membebaskan diri dari belenggu penjajah.

Alumnus Sekolah Menengah Atas (SMA) Bina Karya Atambua, Kabupaten Belu ini mengisahkan, sejak dipercaya warga setempat untuk memimpin desa itu, gajinya sebagai kepala desa tidak pernah disentuhnya. "Saya melihat rakyat saya di desa ini hidupnya terlalu susah. Karena itu saya ambil keputusan  untuk pakai gaji saya bantu mereka yakni membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) seluruh KK yang ada di desa ini selama masa jabatan saya. Kalau tidak berbuat seperti itu, mau bagaimana lagi? Seluruh masyarakat saya ini petani yang susah sekali untuk mendapat uang Rp 100 ribu dalam sebulan. Daripada mereka  terbeban lagi dengan pajak, lebih baik dibayar pakai gaji saya," ujar ayah satu orang putra ini.

Selain membabaskan warganya dari PBB, Umbu juga memiliki orientasi kuat pada bidang pengembangan sektor pariwisata di desanya. Alasannya, desa tersebut memiliki sejumlah obyek wisata alam menarik seperti Pantai Kambaru, Mambang dan Pantai Walakari. Selain itu, terdapat beberapa satwa langkah diantaranya penyu, rusa,  burung kakatua, rangkong dan burung ongkang.

"Potensi pantai ini sudah ada investor luar yang mau beli,  tapi kita tidak mau jual. Kita punya rencana untuk membuat penangkaran rusa, tapi masih kurang modal." kata pria kelahiran desa itu, 13 Maret 1966 lalu

Suami dari Ny. Marniwati Rambu Hida ini menjelaskan, sebelumnya satwa langkah yang hidup di daerah tersebut nyaris punah. Hal ini disebabkan oleh ulah oknum tidak bertanggung jawab yang selalu memburu dan membunuh binatang - binatang yang dilindungi tersebut. Merasa khawatir akan kepunahan  habitat satwa - satwa langkah tersebut, pihaknya

bersama para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat setempat membuat peraturan desa (perdes). "Sekarang sudah mulai ada kembali. Terutama rusa yang dulunya hampir punah, kini junmlahnya sudah mencapai 5.000 ekor. Saya berharap potensi-potensi ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa ini," tandasnya.

Sumber http://kupang.tribunnews.com/2012/04/10/gaji-untuk-pbb-warga

Sunday 20 July 2014

Perdes Peselingkuhan Praipaha ; Dua Kali Selingkuh, Dua Kali Didenda Adat

Dua Kali Selingkuh, Dua Kali Didenda Adat
POS KUPANG/JOHN TAENA
Pulu Ndjurumana                                                                                                                                   
Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena


POS KUPANG.COM, WAINGAPU --  Pulu Ndjurumana (51), tokoh masyarakat Desa Praipaha, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu dari sekian banyak orang pernah melakukan perselingkuhan.
Ditemui Pos Kupang di rumah Kepala Desa Praipaha, Andreas Behar Tongu Angu (40), Jumat  (13/3/2014) siang, Pulu Ndjurumana mengaku pernah melakukan perselingkuhan. Alasannya sederhana, ia tidak bisa mengendalikan diri sebagai manusia biasa ketika didekati oleh kaum perempuan.
Pulu Ndjurumana yang dikenal sebagai Wunang atau juru bicara di desa itu mengatakan, "Wunang itu adalah orang yang kaya bahasa. Jadi mungkin perempuan merasa tertarik saat ada acara adat dan saya sebagai Wunang saling berbalas pantun," ujar lelaki paruh baya itu
Pulu menceritakan, kurang lebih  dua kali ia  didenda adat karena tertangkap basah melakukan perselingkuhan. Kasus pertama terjadi sebelum  Peraturan Desa (Perdes) Perselingkuhan diterbitkan. Kasus kedua terjadi setelah Perdes Perselingkuhan diterbitkan tahun 2008. "Sebelum ada Perdes, saya pernah didenda satu ekor kuda dan satu ekor babi karena kasus perselingkuhan," ujarnya.
Sebagai seorang manusia biasa, demikian Pulu, ia menyadari perbuatan itu merupakan sesuatu yang tidak terpuji, apalagi dilakukan oleh seorang tokoh adat. Namun keanggunan dirinya saat memakai pakaian adat kebesaran, kelihaiannya memaikan pantun-pantun dalam setiap ritual adat sebagai Wunang, tidak bisa disangkal lagi memikat hati wanita sekampung. Akibatnya, tak jarang juga kaum perempuan yang menaruh hati dan menggoda dirinya  untuk berselingkuh.
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Urusan (Kaur) Pembangunan, Anton Hunga Way (39) dan Kepala Desa (Kades) Praipaha, Andreas Behar Tongu Angu (40).  Keduanya mengatakan, kasus perselingkuhan kedua yang dilakukan oleh salah satu tokoh adat d desa itu terjadi setelah Perdes Perselingkuhan diterbitkan.
Anton dan Andreas menjelaskan, salah satu tokoh masyarakat yang dikenal pandai memainkan kata-kata bisa jadi penyebab terlibat perselingkuhan. "Biar sudah tua tapi bisa jadi karena sebagai Wunang, beliau inikan pandai memainkan kata puitis dan pantun.  Jadi banyak perempuan yang tertarik," kata Anton.
Kepala Desa Praipaha, Andreas Behar Tongu Angu (40) mengatakan, ketika terlibat kasus perselingkuhan untuk kedua kalinya itu, pelaku ditindak sesuai peraturan desa yang telah ditetapkan  bersama.
Saat itu, lanjut Andreas, pelaku dikenakan denda uang Rp 250 ribu, satu ekor kuda dan satu ekor kerbau. "Itu kejadian saat saya masih menjadi Sekretaris Desa Praipaha. Sekarang beliau sudah bertobat karena diangkat menjadi anggota badan pertimbangan desa. Tugas mereka membantu memberikan pertimbangan untuk menyelesaikan setiap kasus yang terjadi di desa kami ini," kata Andreas.*

sumber ; http://kupang.tribunnews.com/2014/04/17/dua-kali-selingkuh-dua-kali-didensa-adat

Perdes Peselingkuhan Praipaha ; Dua Kali Selingkuh, Hukumannya Jadi Saudara

Dua Kali Selingkuh, Hukumannya Jadi Saudara
POS KUPANG/JOHN TAENA
Inilah akses jalan masuk menuju Desa Praipaha
Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena


POS KUPANG.COM -- Perdes Perselingkuhan di Desa Praipaha, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Sumba Timur merupakan produk hukum yang telah diterbitkan sejak tahun 2008. Hal ini disebabkan, tahun - tahun sebelumnnya terjadi banyak kasus perselingkuhan antar warga yang sering ditangani oleh aparatur pemerintahan desa bersama warga dan para tokoh masyarakat.
"Sebelum ada Perdes Perselingkuhan, cukup banyak orang yang berselingkuh. Setelah ada Perdes, sejak tahun 2008 hingga sekarang baru dua kali. Mereka juga tidak berani melakukan selingkuh untuk ke dua kalinya, karena kalau dua kali berselingkuh berarti mereka harus bersaudara," jelas Kepala Desa Praipaha, Andreas Behar Tongu Angu belum lama ini.
Sebelum diterbitkan Perdes Perselingkuhan, demikian Andreas, biasanya warga yang tertangkap berselingkuh akan dikenakan denda berupa satu ekor kuda dan satu ekor babi bahkan lebih. Namun, sanksi yang diberikan tersebut tidak menyurutkan keinginan sejumlah oknum untuk melakukan perselingkuhan meskipun dirasa sudah cukup berat.
"Sebetulnya kalau mau dilihat, hanya karena keinginan saja dari para pelaku untuk selingkuh. Kalau mau dibilang pengaruh tehnologi juga tidak karena desa jauh dari kota dan sentuhan informasi juga tehnologi," ujarnya.

Salah satu kelemahan sebelum ada perdes, kata Andreas, sanksi bagi para pelaku ringan. Hal ini menyebabkan para pelaku perselingkuhan tetap nekat melakukan perbuatan mereka. Namun setelah disepakati bersama dalam musyawarah, warga sadar dan enggan berselingkuh. Pasalnya, para tokoh pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat terus melakukan sosialisasi Perdes tersebut untuk membangkitkan kesadaran warga.
"Kalau mau dilihat dari denda yang diberikan tetap sama seperti yang sebelumnya, tapi letak perbedaan itu adalah ritualnya. Kalau undang-undang, masyarakat tidak mengerti, tapi  ritual adat dalam penanganan kasus perselingkuhan orang cepat sadar. Apalagi kalau selingkuh untuk ke dua kali oleh orang yang sama, ritual adatnya  lebih berat dan itu lebih efektif, " jelas Andreas.
Biasanya, kata Andreas, denda berupa ternak kuda diberikan kepada keluarga besar pihak perempuan. Ternak kuda itu sebagai simbol untuk membuktikan bahwa pelaku telah dikenakan sanksi atas perbuatannya. Sementara ternak babi akan dikorbankan dan disantap bersama oleh warga. Namun sebelum disembelih, ternak babi terlebih dahulu didoakan kepada para leluhur sebagai penguasa alam semesta.
Ternak babi yang sembelih, demikian Andreas, sebagai simbol yang menandakan perbuatan kedua belah pihak ditanggung oleh ternak itu. "Misalkan ada uang senilai Rp 10 ribu akan menjadi bukti dari para pelaku untuk berjanji. Mereka mengatakan bahwa saya bertobat dan tidak akan melakukan perbuatan ini lagi dalam bahasa dan ritual adat," katanya.
Jika dalam perjalanan, para pelaku yang sudah pernah bersumpah di hadapan tetua adat kembali melakukan perselingkuhan, kata Andreas,  sanksinya dilipatgandakan. Sanksi itu dikenakan kepada  perempuan dan laki-laki.
Selain itu, lanjutnya, pihak perempuan juga diwajibkan untuk menyediakan sehelai kain. "Kain itu simbol untuk mengikat kedua belah pihak sebagai saudara. Mereka akan dianggap menjadi saudara kandung lewat ritual adat. Jadi, kalau sudah seperti itu tidak mungkin ulang lagi karena akan berurusan dengan alam," kata Andreas.*

sumber ; http://kupang.tribunnews.com/2014/04/17/dua-kali-selingkuh-hukumannya-jadi-saudara

Perdes Peselingkuhan Praipaha ; Urusan Perselingkuhan Rumit

Urusan Perselingkuhan Rumit
POS KUPANG/JOHN TAENA
Inilah Kantor Desa Praipaha, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur.
Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena

POS KUPANG.COM -- Untuk membuktikan dan memutuskan satu  perkara di negara ini selalu mengacu pada aturan hukum yang berlaku. Hal ini tentunya tidak terlepas dari barang bukti dan keterangan saksi-saksi sebelum pihak yang berwewenang menindak seorang pelaku pelanggar hukum. Hal ini biasanya diberikan kepada para pelaku kriminal, pidana umum dan pidana khusus.
"Pengalaman kami, pernah ada satu kasus perselingkuhan yang terjadi di sini. Semua cara sudah ditempuh, tapi tidak menemui jalan keluar. Akhirnya kami di tingkat desa menyerah dan melimpahkan kepada pihak kepolisian, tapi hasilnya sama juga, tidak bisa diselesaikan karena bukti tidak kuat dan kembalikan lagi ke desa. Jadi, masalah perselingkuhan ini urusannya rumit. Bahkan tidak bisa diselesaikan secara hukum," kata Kepala Desa Praipaha, Andreas Behar Tongu Angu, ditemui Pos Kupang di kediamannya, beberapa waktu lalu.
Ketika kasus perselingkuhan tersebut dikembalikan oleh pihak berwajib untuk diselesaikan secara kekeluargaan, para tokoh masyarakat, adat, agama dan pemerintahan di  desa kewalahan. Hal ini disebabkan, kedua pelaku perselingkuhan yang telah memiliki pasangan masing - masing bersikukuh untuk hidup bersama.
"Sementara tingkat kekerabatan dan kekeluargaan di desa kami sangat erat. Pihak keluarga besar ke dua pelaku itu setiap saat kita ketemu. Akibatnya roda pemerintahan desa tidak bisa berjalan kasus perselingkuhan ini masih gantung itu," kata Andreas.
Beranjak dari pengalaman tersebut, lanjut Andreas, seluruh warga bersama pemerintah desa setempat menggelar rapat. Tujuan rapat untuk mencapai mufakat menangani kasus perselingkuhan. Rapat melahirkan Peraturan Desa (Perdes) Perselingkuhan.
"Undang - undang tidak bisa mengatasi kasus perselingkuhan, makanya kami menerbitkan Perdes Perselingkuhan sejak tahun 2008," ujarnya.
Perdes
Perselingkuhan, lanjutnya, bertujuan untuk mencegah dan meminimalisir kasus perselingkuhan. Pasalnya, dampak dari adanya kasus perselingkuhan sering menimbulkan persoalan dalam lingkungan masyarakat. Tak jarang kasus - kasus demikian mengancam keharmonisan warga setempat yang memiliki rasa kekeluargaan cukup tinggi.
"Kalau mau dikatakan marak, saya kira tidak juga. Tetapi memang sering terjadi kasus perselingkuhan. Sekarang sudah nyaris tidak ada lagi kasus - kasus sepereti itu. Dibandingkan sebelum ada Perdes, kami aparat pemerintah desa dan para tokoh kewahalan. Cukup banyak kasus perselingkuhan yang terjadi waktu itu, bahkan ada orang yang mengulangi perselingkuhannya dengan perempuan yang sama sampai tiga kali," kata Andreas.*

sumber ; http://kupang.tribunnews.com/2014/04/17/urusan-perselingkuhan-rumit

Friday 18 July 2014

Manusia dan Ternak Rebutan Air Minum


"HARI ini mau makan siapa?" Bagi para pemegang kekuasaan, berpikir demikian sudah tentu untuk tetap menempati kursi empuknya.

Namun warga kampung Geo Olo, Desa Gerodhere, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, setiap hari masih berpikir, "Hari ini mau minum apa?" Apa lagi pada musim kemarau panjang. Untuk mendapatkan setetes air minum, warga terpaksa berebutan dengan ternak di lokasi sumber air.


Kampung Geo Olo terletak di atas sebuah bukit yang berjarak sekitar 30 km dari Kota Mbay, Ibu Kota Kabupaten Nagekeo. Untuk mencapai lokasi tersebut, membutuhkan waktu kurang lebih empat jam. Dari pusat Desa Gerodhere harus berjalan kaki sekitar tiga jam untuk menempuh jarak 5 kilometer agar sampai di kampung ini. Waktu perjalanan cukup lama karena harus melalui jalan menanjak dan berlumpur. Selain itu, terdapat beberapa kali yang harus diseberangi.

Dari ketinggian bukit kampung Geo Olo, dapat disaksikan pemandangan indah dari berbagai penjuru. Meski demikian, tanah Geo Olo, yang tandus dan kurang subur, menjadi lokasi pilihan untuk bermukim bagi 13 kepala keluarga (KK). Mereka merupakan sekelompok masyarakat yang enggan untuk meninggalkan tanah leluhur. Meskipun pergulatan hidup kian hari kian keras dan menantang.

Kurang lebih terdapat 80 jiwa yang bermukim di kampung Geo Olo. Sebuah kampung yang hingga saat ini masih terisolir dan jauh dari sentuhan pembangunan. Akses transportasi dan pembangunan lainnya belum mereka nikmati. Tak jarang pada musim kemarau panjang, mereka membawa bekal dan mengantre sepanjang hari untuk mendapatkan
setetes air minum.

Berdasarkan hasil analisis kesejahteraan partisipatif (AKP), warga setempat masih hidup di bawah garis kemiskinan atau sangat miskin.

Hal ini dikatakan oleh tiga orang warga setempat, masing-masing Kosmas Djawa (tokoh masyarakat setempat), Rafael Bhia (Ketua RT 13) dan Hermanus Laki (Kepala Desa Gerodhere).

Mereka mengatakan, kesulitan terbesar yang dihadapi
warga setempat adalah air minum. "Kadang-kadang terjadi konflik di antara warga yang mengantre di lokasi sumber air untuk mendapatkan air minum," kata Laki.

Musim kemarau biasanya terjadi mulai bulan Juni hingga akhir Desember. Warga setempat biasanya antre sejak pukul 04.00 Wita di lokasi sumber air yang berjarak sekitar 5 km dari pusat permukiman.

Selain itu, debit air yang ada tidak besar. "Kalau kami antre dari dini hari biasanya sampai jam 12 siang baru dapat jatah air minum. Itu pun hanya mendapat sekitar 20 liter," sambung Laki.
Tak jarang sejumlah warga yang tidak mendapat air minum memilih untuk bermalam di sekitar lokasi sumber air. Hal ini terpaksa dilakukan demi dapat menampung air minum untuk dibawa kembali ke rumah.

Dikisahkan Rafel Bhia, Ketua RT setempat, terkadang air yang sudah ditampung oleh warga menunggu sejak malam hari dicuri sesama warga lainnya. "Kalau sudah seperti itu, konflik dan perkelahian di antara mereka tidak terelakkan," sambung Kosmas Djawa.

Mereka mengatakan, untuk mendapatkan air bersih yang bisa dikonsumsi saja sudah sulit sekali, apalagi kebutuhan rumah tangga yang lain tentunya tidak terpenuhi. Dari debit air yang tersedia pada musim kemarau tersebut, warga hanya bisa menggunakannya untuk konsumsi.

"Hanya untuk minum saja, sudah kesulitan sekali. Bagaimana mau mandi. Apalagi untuk kebutuhan lainnya, tentu kami tidak bisa penuhi. Kasarnya kami di sini rebutan air minum dengan ternak," kata mereka. (John Taena)


Pos Kupang edisi Sabtu, 27 Maret 2010 halaman 5

Maronggela yang Jauh


SATU-PERSATU lubang yang menghiasi jalanan terus dilewati. Demikian pula kilometer demi kilometer dilalui sejak pagi. Kampung demi kampung penduduk terus dijumpai sepanjang perjalanan. Kurang lebih sudah 60 kilometer perjalanan.

"Kuda besi" yang saya tumpangi juga sudah dua kali diisi bahan bakar, namun tujuan perjalanan ini pun belum tercapai. Tiba-tiba kuda besi tadi terasa oleng dan hampir keluar dari bahu jalan. Ternyata bannya gembos lagi.

Kendaraan ini sepertinya sudah menyerah karena medan yang cukup berat dan kurang bersahabat ini. Terpaksa saya harus turun dan mendorong kendaraan untuk mencari bengkel yang paling dekat.



Usai membetulkan ban "kuda besi" perjalanan menuju Maronggela, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, dilanjutkan. Kurang lebih 75 kilometer perjalanan yang ditempuh dengan waktu tiga jam. 

Apabila menggunakan kendaraan umum membutuhkan waktu 
lima hingga enam jam. Jarak 75 kilometer, bila dibandingkan dengan jalan di jalur negara, hanya membutuhkan waktu satu setengah sampai dua jam.

Mengapa jalan menuju pusat kecamatan harus seperti ini? Jawabannya tidak lain karena kondisi jalan yang kurang mendapat perhatian. Banyak lubang dan batuan lepas serta jalur yang sempit membuat setiap pengendara harus ekstra hati-hati. Dari kejauhan tampak sebuah tower. Di tempat itulah letak ibu kota kecamatan dengan enam desa ini. Maronggela. Kota tersebut dikenal sebagai salah satu ibu kota kecamatan tanpa listrik.

Listrik sebagai motor penggerak pelayanan kesehatan di lokasi itu belum ada. Bagaimana peralatan kesehatan yang membutuhkan daya listrik untuk dioperasikan? Jawabannya tentu tidak dapat difungsikan dan hanya sebagai pajangan yang akhirnya masuk museum gudang puskesmas itu.

Dijelaskan Alexander Songkares, Kepala Desa Ria, Kecamatan Riung Barat, bukan sebatas itu saja fasilitas umum yang belum tersedia di daerah itu. Wilayah Kecamatan Ruing Barat dengan enam desa dan jumlah penduduk 8.425 jiwa atau 1.718 kepala keluarga (KK) ini selalu dilanda kekeringan. Akibatnya warga di wilayah itu sering kekurangan air bersih.

Hal ini mengakibatkan kebersihan lingkungan tidak diperhatikan dan rawan terhadap berbagai jenis penyakit menular.


Daerah tersebut masih jauh dari sentuhan pembangunan. Untuk menjangkau ibukota kabupaten dan kembali ke daerah itu, warga membutuhkan satu hari perjalanan. Hal ini disebabkan pembangunan jalan raya dan akses transportasi belum diperhatikan. 

Selain itu, listrik dan kebutuhan air bersih yang berpengaruh terhadap kesehatan warga juga belum mendapat perhatian serius.

Dia menambahkan, pola hidup sehat warga setempat belum teratur. Menurutnya, selama ini kebanyakan warga tidak menggunakan jamban untuk buang air besar (BAB) dan lebih sering ke semak belukar. 

"Warga di sini sering BABS (buang air besar sembarang, Red) karena tidak ada stok air bersih yang cukup. Jangankan untuk BAB, untuk minum saja susah sekali," kata Songkares.
Hal senada dikatakan salah seorang petugas kesehatan, 

Agustinus Ceme, SKM. Dia mengisahkan rata-rata setiap KK di dearah tersebut belum memanfaatkan jamban. Hal ini bukan karena warga tidak memiliki kesadaran, namun kekurangan air bersih. 

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, terkadang warga harus mengonsumsi air kali yang tidak bersih. (John Taena)

Pos Kupang Sabtu 20 November 2010 halaman 5

Thursday 17 July 2014

Melirik Warga di Pulau Terluar



Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
 
REVOLUSI Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah salah satu gebrakan pemerintah untuk menekan tingkat kematian ibu dan anak di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pemerintah melalui dinas kesehatan gencar mensosialisasikan program ini sampai di kampung-kampung. Ibu-ibu hamil yang mau melahirkan harus dibawa ke puskesmas atau rumah sakit untuk mendapat pelayanan dari para tenaga kesehatan terlatih.
Program lainnya di bidang kesehatan adalah  memberikan kartu jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Setiap kepala keluarga (KK) yang masuk kategori miskin mendapat-kan kartu ini untuk menda-patkan pelayanan kesehat-an gratis di puskesmas atau rumah sakit pemerintah.
Bagi warga di daerah lain, program ini sangat mem-bantu. Akan tetapi bagi 125 kepala keluarga (KK) atau 618 jiwa yang tinggal di Pu-lau Salura, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, tidak demikian. Untuk menuju puskesmas terdekat, warga harus naik perahu motor menyeberangi laut. Dan biaya transpor luar biasa mahalnya, yakni Rp 500 ribu/orang pergi pu-lang. Kalau yang hendak berobat itu adalah ibu hamil atau pasien gawat darurat lain, tentu tidak bisa pergi sendirian. Maka biaya yang dikeluarkan minimal Rp 1 juta. Itu hanya untuk ongkos perahu motor. Meski biaya sewa perahu motor demiki-an mahal, hanya untuk 1,5 jam pelayaran dari Salura ke Puskesmas di Kecamatan Karera di daratan Sumba, tidak pernah ada intervensi pemerintah untuk memban-tu warga, misalnya menge-luarkan aturan tentang tarif angkutan.
 Akses warga terhadap sarana kesehatan begitu sulit. Harapan mereka tentang hadirnya sarana kesehatan di pulau terluar itu sudah menjadi mimpi selama puluhan tahun yang tak pernah terealisasi.
“Kami minta pemerintah bangun Poskedes (pos pela-yanan kesehatan desa) dan menempatkan perawat di desa kami. Kalau tidak, ka-mi tidak bisa ke puskesmas. Terlalu mahal biaya trans-portasi,” keluh Zahlan Abu-bakar (31), salah seorang kader posyandu di desa itu.
Tahun lalu (2010), warga setempat yang diserang malaria, diare, demam dan mencret. Umumnya yang terserang adalah anak-anak dan ibu hamil. Karena tidak ada petugas kesehatan di pulau itu yang bisa segera memberikan pertolongan medis, salah seorang anak akhirnya meninggal dunia.
Tokoh masayarakat Pulau Salura, Haji Muhamad Saleh (75), dengan suara bergetar melukiskan derita warga di pulau itu, saat berdialog dengan Dewan Pertimbangan Kesehatan Daerah, Kabupaten Sumba Timur, 10 Juni 2011, lalu.
“Awal tahun ini sudah ada dua orang mati. Bulan Februari lalu satu bayi dan satu orang ibu melahirkan yang meninggal dunia. Waktu itu kami mau bawa ke puskesmas tapi karena gelombang tinggi akhirnya tidak bisa,” katanya.
Orangtua itu tak kuasa membendung air matanya saat menceritrakan proses meninggalnya seorang ibu yang gagal melahirkan. Ka-rena tak ada petugas kese-hatan, tuturnya, ibu itu di-bantu seorang dukun. Se-lama dua hari, ibu itu ber-juang melawan maut. Akhir-nya sang ibu itu meninggal dunia bersama anak dalam kandungannya, karena lemas.
“Mati itu sudah diatur (oleh Tuhan, Red). Tapi tidak ada salahnya untuk kita berjuang. Seandainya waktu itu ada petugas kesehatan di desa kami, mungkin ibu itu bisa melahirkan dengan selamat,” katanya.
Persoalan lainnya yang menimpa masyarakat di pulau itu adalah mahalnya biaya pelayanan kesehatan. Petugas medis yang sese-kali datang memberikan pelayanan di pulau itu, menjual obat pada setiap pasien yang dilayani.
“Kami mau tanya, sebe-narnya biaya berobat itu berapa? Selama ini kami bayar Rp 50 ribu mereka (petugas medis dari puskes-mas, Red) terima, Rp 20 ribu terima dan Rp 15 ribu juga mereka terima. Jadi yang sebenarnya itu bera-pa?” tanyanya.
Menanggapi itu, Kepala Puskesmas Nggongi, dr. Rizal Edwin Kurniawan mengaku kewalahan mengontrol stafnya yang bertugas di pulau itu. Tarif pelayanan resmi, katanya, Rp 4.000/pasien. Sedangkan pasien yang mempunyai kartu jamkes-mas tidak bayar. Dia menduga, tarif yang ditetapkan petugas medis yang mencapai Rp 50 ribu itu karena petugas medis membawa obat pribadi.
Ketua DPKD Sumba Ti-mur, dr. Lapoe Moekoe me-ngatakan, ke depan harus dibangun poskesdes dan ditempatkan petugas ke-sehatan di pulau tersebut.
Dijarah Asing
Kepala Desa Praisalura, Muhamad Saleh (60) me-ngatakan bahwa kekayaan laut di sekitar pulau itu se-ring dijarah oleh para nela-yan dan kapal asing. Selain itu, wilayah perairan di pulau itu itu sering menjadi jalur penyelundupan imigran ge-lap dari Indonesia ke Australia.
“Bagaimana aparat ke-amanan bisa tangkap nela-yan asing yang punya kapal dan peralatan yang canggih, sementara petugas kita tidak memiliki peralatan yang memadai?” katanya.
Dia melukiskan bahwa selama 60 tahun lebih war-ga cinta NKRI. Tapi cinta warga itu bertepuk sebelah tangan karena warga tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Setiap pejabat pemerintah yang datang ber-kunjung ke pulau itu selalu dan selalu membawa janji.
“Kalau ada tawaran dari negara tetangga kepada kami untuk bergabung, maka jangan salahkan kami kalau kami pindah. Tapi kalau pemerintah mau perhatikan kami di sini, tidak hanya janji-janji, maka NKRI adalah harga mati,” katanya (john taena)

diterbitkan pos kupang
Selasa, 21 Juni 2011