Sunday 28 December 2014

Revolusi Menulis I



Bloger Adalah Wartawan

ilustrasi
Pernahkah terlintas dalam pikiran tuan dan puan kalau bloger adalah wartawan? Mungkin pernah, dan mungkin juga tidak. Sama halnya dengan Beta, sebelumnya tidak pernah terlintas sama sekali.

Di penghujung tahun ini, Minggu (28/12/2014), tepatnya pukul 15.00 Wita, spontan pikiran itu terlintas dalam pikiran saat menyentuh huruf “B” di atas tuts laptop. Itu sebabnya tulisan “Bloger Adalah Wartawan” sengaja disajikan kepada pembaca.   

Tuan dan puan, tidak selamanya harus menjadi seorang kontributor Harian Kompas dan Jawa Pos, baru disebut kita sebagai wartawan. Tidak selamanya pula harus menjadi seorang reporter MetroTv, TvOne atau Radio KBR baru anda layak menyandang gelar jurnalis. Tidak selamanya harus demikian.

Kegiatan seorang jurnalis biasanya tidak jauh dari aktivitas tulis menulis. Nyaris 1 x 24 dan 16 bulan setahun, para pewarta akan menghabiskan waktunya untuk melakukan pekerjaan mereka yang identik dengan bahasa tulisan. Hakikatnya adalah untuk memuaskan hasrat khalayak umum akan informasi public lewat tulisan.

Ketika memutuskan untuk menulis sesuatu yang layak dibaca khalayak melalui media apapun, di saat itupula seseorang telah memproklamirkan diri sebagai journalis. Begitupun dengan bloger. Meskipun hanya sekedar menyalurkan hobby dengan memposting tulisannya lewat blog, seorang bloger juga telah menjalankan tugas pewartaan.

Tugas seorang jurnalis tidak beda jauh dngan seorang bloger. Keduanya menulis dan wartakan informasi untuk dibaca dan diketahui public. Maka dapat boleh dikata bloger adalah wartawan, namun tidak semua wartawan adalah bloger.

Karya seorang bloger jauh lebih mulia dan original dibanding seorang jurnalis. Tulisan dan karya seorang bloger jauh lebih natural dan kaya dibanding seorang jurnalis. Bloger menulis dan mempublikasikan segala sesuatu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa pamrih.



Berbeda dengan seorang pekerja media masa yang disebut dengan jurnalis. Mereka menulis untuk memenuhi tuntutan kampung tengah. Jurnalis menulis untuk menyambung hidup, sementara bloger tidak demikian.

Memang tulisan seorang jurnalis akan jauh berbeda dan enak dibaca ketimbang tulisan bloger, apa lagi yang baru mau memulai untuk menulis. Namun tulisan seorang bloger jauh lebih natural dibanding seorang jurnalis media cetak maupun elektorik.

Karya seorang jurnalis senior sekalipun dijamin pasti akan melalui proses editing oleh editor. Sementara karya dan tulisan seorang bloger, hampir dapat dipastikan tidak melalui proses demikian. Itu sebabnya kebanyakan tulisan seorang jurnalis yang sudah diterbitkan oleh media tempatnya bekerja, akan berbeda dan nyaris jauh lebih menarik dibaca ketimbang tulisan seorang bloger apalagi pemula. Namun pada hakikatnya, bloger dan jurnalis sama – sama menyajikan irformasi kepada public.

***


K
apan seorang bloger disebut sebagai pewarta yang tidak kalah jauh dengan jurnalis? Jawabannya adalah ketika seseorang menghasilkan sebuah tulisan, kemudian dipublikasikan lewat blog pribadinya, saat itulah ia telah menjalan tugas jurnalistik.

Tuan dan puan, bloger adalah wartawan sejati. Alasanya tulisan dan hasil karya seorang bloger biasanya lebih cenderung untuk mengejar kepuasan bathin. Hal ini tentu sedikit berbeda dengan karya seorang jurnalis, yang bekerja pada perusahaan media. Kebanyakan jurnalis melakukan tugasnya untuk memenuhi tuntutan kampung tengah.

Beta dapat memastikan saat menulis, seorang jurnalis melakukannya dalam tekanan yakni deadline. Nyaris saat menyajikan tulisan kepada pembacanya, seorang jurnalis menjalankan tugas liputan yang sudah diputuskan dalam rapat redaksi setiap pagi. Hasil karya jurnalis yang kadang bertolak belakang dengan orientasi perusahaan tak jarang akan “disembunyikan” dari khalayak umum.

Karya pekerja perusahaan media masa yang lebih keren disebut dengan “kuli tinta” hampir dapat dipastikan, lebih cenderung berorientasi pada material. Kalau tidak menulis maka kampung tengah tidak lagi terisi. Akibatnya, tak jarang pula seorang jurnalis akan dilanda strees ketika sebuah tulisan yang dibuat untuk mendapat kepuasan bathin tidak diterbitkan. Jauh berbeda dengan bloger, menulis dan menyajikan informasi tanpa mengharapkan imbalan.

Kaya harta sudah biasa namun kaya akan karya baru luar biasa.” Mungkin tuan dan puan pernah mendengar ungkapan bijak yang satu ini. Seorang bloger akan lebih tenang hidupnya karena sudah berkontribusi untuk kehidupan bangsa ini. Ikut ambil bagian menjadi pewarta sama halnya para jurnalis yang mencintai aktivitas tulis menulis.

Di saat kebanyakan anak bangsa malas menulis, para bloger terus melakukan aktivitas tulis menulis. Mereka telah berkontribusi untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sadar atau tidak, para bloger telah mendengungkan revolusi menulis di negeri ini, tuan dan puan.

Harus diakui, hingga saat ini masih banyak kita anak – anak negeri yang masih kurang piawai dalam mencurahkan perasaan, ide dan pikiran lewat tulisan. Bukan hanya orang muda, hal serupa juga terjadi dengan para orang tua dan semua kita masuk dalam kategori malas. Kebanyakan kita orang Indonesia, lebih suka dengan budaya bahasa lisan dan bukan tulisan.


Beta jadi teringat seorang teman lama yang sudah dikenal sejak beberapa tahun silam. Sebuah pengalaman yang hingga saat ini masih terus menghantui pikiran ini. Sang teman lama itu dari dulu sampai sekarang belum berubah. Dia termasuk salah satu dari sekian banyak anak negeri yang masuk kategori malas menulis.

Kamis (25/12/2014) yang lalu, sebagai seorang nasrani kami telah merayakan hari raya natal. Kebetulan teman lama itu tinggal di luar negeri sehingga tidak bisa dikunjungi untuk bersilaturahmi. Lewat sebuah pesan singkat, Beta mengirimkan ucapan selamat hari raya natal.

Selama kurang lebih 10 tahun berteman sejak masih di bangku kuliah, kebiasan buruknya itupun tidak pernah hilang. Bayangkan, sekian lama berteman, selama itu pula tidak pernah satu SMS dibalasnya. Alasanya tombol angka dan huruf diponsel terlalu kecil untuk jari – jarinya.

Tangannya tergolong cukup besar dan bobot tubuh yang dimiliki hampir 100 kg. Maka lebih mudah untuk menelpon ketimbang harus mengetik satu layar SMS di ponselnya. Mungkin benar dan mungkin juga tidak. Tapi ini alasan dan salah satu contoh kemalasan menulis yang dimiliki oleh manusia modern.

Meskipun menulis di blog hanya paruh waktu namun menjadi seorang bloger,  tuan dan puan jauh lebih baik dari siapapun. Paling tidak di saat sebagian besar warga Negara ini dikategorikan sebagai orang malas, para bloger telah membantu seorang penulis buku handal yang ternama dan para pekerja media masa untuk membangkitkan semangat menulis.

Para bloger telah berkarya untuk generasi kini dan yang akan datang. Lalu apa yang sudah anda lakukan untuk bangsa ini tuan dan puan? Apakah hanya akan mengisi sisa – sisa hidup dengan bekerja sepanjang hari hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga?

Sebagai manusia modern, kabanyakan kita hanya hanya berkontribusi untuk diri sendiri dan keluarga. Jangankan untuk bangsa dan Negara, berkontribusi untuk masyarakat sekitar, lingkungan terkadat yakni tetangga saja terkadang kita tidak melakukan apapun.

Tuan dan puan, mungkin saat ini anda sedang memikirkan bagaimana caranya untuk berkontribusi kepada generasi kini dan mendatang. Lantas apa yang harus dilakukan agar dikenang? Jawabannya adalah menulis. Kalau anda belum dapat melakukan sesuatu yang layak untuk dicatat, maka sekarang sudah saatnya untuk menulis. Menuliskan sesuatu yang layak dibaca.

Mari bergandengan tangan bersama para bloger, kita mulai menulis apa saja tanpa harus memikirkan apa dampak yang bakal kita peroleh dari kegiatan ini. Pasalnya ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimiliki saat ini tidak akan pernah memberikan manfaat jangka panjang kalau tidak bisa diabadikan lewat tulisan.

Lewat sebuah tulisan yang dibuat, tuan dan puan sekalian akan mendapat dua hal dalam waktu yang bersamaan. Membagikan manfaat kepada public saat ini sekaligus mewariskan ilmu kepada generasi yang akan datang.

Percaya atau tidak setiap tulisan merupakan warisan paling berharag yang dapat diwariskan secara turun temurun bagi anak cucu. Setiap kata akan terus berlalu, namun setiap tulisan akan tetap bertahan dan tidak pernah lekang oleh waktu.

Silahkan menelusuri kembali sejarah perjalana manusia sejak dahulu hingg kini, untuk membuktikan apa yang tersisa dari masa lalu. Apa saja warisan nenek moyang kita yang masih ada sampai saat ini? Tiada yang lain kecuali wujud fisik berupa bangunan dan tulis – tulisan yang akan kita temukan. Sekali lagi tuan dan puan, bloger adalah wartawan yang telah mengengungkan revolusi menulis di tanah air. (bersambung)

Wednesday 24 December 2014

Mungkinkah Dia Adalah Belahan Jiwaku?



Selamat menempuh hidup baru sobat
“Apakah kamu bersedia menerima dia sebagai suami atau istri?” Sebuah pertanyaan sederhana yang selalu dan senantiasa diajukan oleh imam, kepada setiap insan manusia yang hendak menerima sakramen pernikahan.

Mengapa dalam setiap Misa Pernikahan, seorang imam tidak pernah bertanya, apakah kalian saling mencintai? Bukan cinta, melainkan kehendak bebas, tekad dan keputusan atau komitmen yang seharusnya menjadi fondasi sebuah hubungan. Mungkin itu alasannya mengapa harus ada pertanyaan demikian?

Dalam hidup manusia, tidak ada yang namanya cinta sejati yang siap pakai. Belahan jiwa yang sempurna dan tanpa cacat atau cela itu sama sekali tidak ada. Selama manusia masih hidup di muka bumi ini, maka selama itu pula akan selalu ada orang yang lebih baik daripada pasangan kita. Oleh sebab itu itu yang dibutuhkan hanyalah sebuah ketegasan. Yakni, “Ya, saya mau mengasihinya dalam kerapuhannya.  Mau menjadi sempurna bersamanya dalam untung dan malang. Dalam suka maupun duka, di waktu sehat dan sakit, sampai maut memisahkan memisahkan.”

Tatkala seseorang telah memutuskan untuk menikahi orang lain, di saat itu pula sebagai manusia kita tidak akan pernah bisa tahu secara mutlak, apakah ia sungguh “jodoh saya?” Seseorang baru akan akan mengetahuinya, ketika telah memasuki masa tua dan melihat ke ke belakang.  Memandang setiap momen yang telah dijalani bersama pasangannya dalam suka maupun dukanya. Di saat itu ia akan berkata dengan tulus, “Setelah semua yang terjadi, saya bersyukur telah memilih kamu sebagai istri atau suami saya.”

Manusia menikahi manusia lain yang berbeda jenis kelamin, bukan karena ia adalah jodohnya, melainkan mereka bertekad untuk saling menjadikan pendamping hidup. Sahabat sejati hingga  maut datang untuk memisahkan. Kedengarannya sederhana dan mudah dilakukan, namuan tidak semua orang akan mampu melakukan sebuah taruhan seumur hidupnnya.



Sebagai umat kristiani, kita akan senantiasa dihadapkan pada proses pencarian seorang pribadi yang hendak menjadi pasangan hidup. Pasangan yang mau menerima kita apa adanya dan mau menghabiskan sisa – sisa nafas bersama dalam suka maupu duka hingga maut memisahkan. Namun konsep akan belahan jiwa yang demikian tentu akan menimbulkan efek negative, dan di sinilah tantangan bagi setiap umat kristiani menyikapinya.

“Pater, bagaimana saya dapat mengetahui pacara saya yang sekarang ini adalah pasangan hidup yang Tuhan siapkan bagi saya?” Masih segar dalam ingatan, pada suatu senja ketika usai melakukan pengakuan bersama seorang bapak rohani di kapela kala itu.

“Kalau relasi kita sungguh intim dengan Allah, kita mungkin bisa tahu dengan pasti (maksudnya ialah kita dapat langsung bertanya dan mendengarkan jawaban Allah secara langsung). Namun bila tidak, kita hanya bisa membaca tanda-tanda. Apakah ia setia, apakah ia orang yang baik secara moral, rajin ke Gereja, tekun bekerja? Dan untuk mengetahui segala sesuatu, kita harus selalu mendengarkan suara hati.”

Sebagai manusia, kita tidak bisa berharap Allah akan membisikan di telinga kita, “Ya, dia adalah jodohmu!”   Kita tidak pernah bisa merasa yakin secara absolut bahwa seseorang yang kita cintai memang sungguh dikehendaki Tuhan bagi kita.

Kita hanya berusaha untuk lebih mengenal kepribadianya sebagai manusia biasa. Satu hal yang perlu diutamakan adalah mengetahui apakah seseorang yang hendak kita jadikan sahbat dan pendamping itu mengutamakan Tuhan dalam hidupnya atau tidak?  Sungguhka ia berusaha menjalani hidup yang kudus dan murni?

Sebagai manusai, apakah ia memiliki karakter yang diperlukan untuk dapat menjalani hidup bersama? Apakah ia berusaha mengembangkan keutamaan, tekun berdoa dan bekerja? Setia dan rela berkorban dengan semua kelebihan dan kekurangan yang dimiliki? Bila tlah usai menimbang semuanya, dan dengan kejernihan hati serta budi, di saat itulah baru kita dapat mengambil sebuah keputusan, “Ya, saya ingin membangun keluarga dan menghabiskan seluruh hidup saya bersamanya.”

Manusia menikahi pasangannya bukan karena ia adalah jodoh kita, melainkan karena kita bertekad untuk menjadikannya pendamping hidup kita, sampai maut yang memisahkan. Dan ini merupakan sebuah taruhan seumur hidup.


****




Di luar sana, ada jodohku yang harus dicari dan ditemukan. Tak jarang banyak orang berpikir demikian. Akibatnya, pemikiran mereka terpusat untuk mendapat dan menemukan belahan jiwanya di luar sana. Mengharapkan cinta sejati kita, dengan kepercayaaan dan tanpa disadari telah melahirkan anggapan jika sang belahan jiwa akan memberikan kebahagiaan yang meniadakan kesusahan hidup.

Dalam hidup manusia, jikalau kita mengharapkan pasangan hidup yang sempuran akan melahirkan rasa tidak aman (insecure). Hal ini cenderung terjadi bila kita melihat kelemahan pasangan kita, akibatnya mungkin akan melahirkan. Pasalnya manusia dari sononya memang tidak tahan dengan godaan. Sering terganggu dengan pertanyaan, “Apakah benar dia sunggun jodoh saya? Bagaimana bila dia bukan jodoh saya? Biar tidak salah memilih jodoh, maka saya harus lebih berhati – hati karena saya tidak mau hidup dengan orang yang salah. 

Selain itu rasa cemburu juga sering tampil ke permukaan. Ini disebabkan bisa saja karena kita lebih cenderung berpikir bahwa di luar sana, akan ada pria atau wanita yang lebih baik. Ada orang lain yang lebih sempurna. Lebih cantik dan ganteng dan lebih pengertian daripada pasangan kita. Dampaknya, muncullah rasa cemburu terhadap invisible man or woman,sebuah sosok tanpa wajah yang tidak kita kenal, yang ada di luar sana, yang dapat membahayakan relasi yang sedang dibangun.

Rasa tidak aman dan cemburu seperti ini dapat berdampak negative dan pada akhirnya melemahnya rasa saling percaya di antara pasangan. Kita terlalu takut kehilangan orang yang kita cintai. Kita resah memikirkan kemungkinan bahwa bisa saja pria atau wanita yang sedang berinteraksi dengan pasangan kita, dianggap sebagai belahan jiwa yang lebih sempurna. Akibatnya, timbullah rasa curiga yang berlebihan.

Keyakinan tentang adanya soulmate malah menempatkan beban yang begitu besar ke pundak pasangan kita, karena kita memiliki keyakinan bahwa jodohku harus sempurna, ia bisa membahagiakan saya, memenuhi kebutuhan saya, tidak membuat saya menderita, dsb. Akibatnya, bisa saja pernikahan yang baru berjalan sebentar menjadi rapuh dan pecah. Seseorang merasa salah dalam memilih, dan tidak tahan menanggung kesulitan. Akibatnya, perceraian pun terlihat sebagai sebuah godaan yang menggiurkan, sebuah pintu yang akan menyelesaikan segala persoalan.

Bila kita beranggapan bahwa soulmate kita harus memenuhi semua kebutuhan kita dan membahagiakan kita, ada kemungkinan bahwa kebahagiaan kita bergantung pada orang lain. Sebagai orang Katolik, satu-satunya sumber kebahagiaan kita ialah Allah. Dan kita disebut berbahagia bila kita menjalani delapan Sabda Bahagia dengan sungguh-sungguh. Bukan berarti kita ataupun pasangan kita boleh berhenti untuk mengasihi, melainkan bahwa tidak selayaknya kita mengharuskan atau menuntut kesempurnaan yang sangat tinggi terhadap mereka.

Pemahaman soulmate yang serba sempurna akan membuat kita mudah kecewa kita menghadapi konflik dan bertemu dengan kelemahan ia yang menjadi pasangan kita. Kekecewaan ini dapat berujung pada sebuah perpisahan, dikarenakan kita merasa yakin ia bukan orang yang tepat bagi kita, bukan cinta sejati kita. Bila kita tidak berhati-hati, kita akan menjadi takut untuk membuat komitmen seumur hidup, atau kita akan terus melakukan pencarian cinta sejati tanpa henti, karena di luar sana akan tetap selalu ada orang yang lebih baik dari pasangan kita.

Gambaran soulmate yang terlalu idealis dapat membuat kita sulit untuk berpuas diri terhadap kelemahan seseorang. Padahal, sikap kita seharusnya ialah mensyukuri apa yang sudah dipercayakan pada kita, termasuk pasangan kita. Ketidaksempurnaan pasangan kita, itulah yang dapat menguduskan kita, asal kita dapat mengolahnya dengan baik. (*)

(Refleksi Natal 2014 di Negeri 1001 Padang Savanna. Dari tempat kita bertugas, Beta titipkan salam  bagimu Nonato Sarmento yang akan segera mengakhiri masa lajangnya di penghujung tahun ini. Selamat menempuh hidup baru sobat, semoga bahagia dan langgeng dalam membangun keluarga kecilnya.)

Tuesday 23 December 2014

Meldawati Bertualangan di Sumba



                           Meldawati
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi,
Kini petang datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi

MUHAMMAD Ali Hasyim, salah satu penyair era 1970 -an, melalui puisinya 'Menyesal' ingin menggugah kaum muda agar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin.  Selagi masih bisa menimba ilmu dan mencari pengalaman, teruslah berjuang untuk mengalahkan tantangan. Bahkan harus berpetualangan ke daerah pelosok atau pedalaman sekalipun demi menambah ilmu dan pengalaman hidup.

Tidak semua orang mau, apalagi dari kota besar mau mengabdikan sebagai guru di daerah pelosok atau pedalaman. Sebagian orang yang tidak sanggup akan segera pergi meninggalkan tempat tugasnya apabila tidak merasa terpanggil atau memiliki jiwa bertualang.

Tantangan demikian akan menjadi santapan empuk bagi gadis yang satu ini. Namanya  Meldawati, S,pd, salah satu alumni Universitas Negeri Makassar (UNM) Fakultas Ilmu Olahara (FIK) angkatan 2007.

Kepada Pos Kupang di Kataka, Kecamatan Kahunga Eti, Kabupaten Sumba Timur, Rabu (13/2/2013),  gadis kelahiran Balikpapan, 24 Oktober 1987 ini mengatakan, sejak kecil dirinya sudah sering bermimpi jadi guru. Alasanya, dengan mengajar seseorang dari tidak bisa menjadi bisa dapat menempatkan diri seorang guru menjadi panutan atau teladan.

"Mengajar di daerah terpencil, itu bukan masalah buat saya untuk menghentikan langkah mengabdi pada negeri. Karena menurut saya, guru itu bisa jadi teladan. Mengajar seseorang dari tidak bisa menjadi bisa," ujar Meldawati, salah seorang peserta Program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) di SMP Satu Atap Kataka.

Menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang mengemban misi mencerdaskan anak bangsa merupakan kebanggan tersendiri baginya. Kebanggan ini selalu ditunjukan dan diwujudkan dalam keseharianya sebagai seorang guru olahraga. Disamping mengajarkan pendidikan olahraga, Meldawati juga mengajak anak didiknya mencintai dan memelihara alam. 


Meldawati mengatakan, "Melintasi alam itu juga bagian dari olahraga. Jadi, alam harus dijaga dan dipelihara."

Bertualangan dengan menjadi seorang guru di pedalaman, kata Mel, demikian sapaan akrabnya,  belum lengkap kalau tidak melesuri alam sekitar. Hal ini yang selalu dilakukan di setiap waktu senggang dengan melakukan hiking, rockclimbing dan caving. Melalui kegiatan - kegiatan itu, demikian Mel, ia akan mendapatkan kepuasaan tersendiri.

Meskipun terkadang harus merasa was - was ketika menelusuri hingga keluar dari dunia bawah tanah hanya untuk bisa menikmati dan melihat setiap ornamen dalam gua.
Anak ke lima dari enam orang bersaudara ini mengatakan, ketika di alam bebas tentunya akan bertemu dengan banyak binatang buas seperti ular berbisa. Namun hal ini bukan harus ditakuti karena disitulah letak tentangan yang sesungguhnya selain alam itu sendiri.
"Seorang caver tentunya memiliki ilmu tentang penelusuran gua. Tentunya tidak sembarang masuk juga sebelum mengetahui kondisi gua dn mendapatkan informasi tentang gua-gua yang akan di masuki itu," kata salah satu putri  pasangan Asfar Ali dan Junnuati.

Memegang moto; "Melangkah hingga jauh, meraih yang ku mau", Mel mengaku di Pulau Sumba untuk petualangan naik gunung memang agak susah. Pasalnya, alam daerah tersebut tidak memiliki gunung dan yang ditemukan hanya bukit.

Sementara untuk kegiatan hiking bisa dilakukan jika menaiki gunung yang tingginya sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) ke atas. Namun, kata Mel,  ada potensi lain di daerah ini, yakni untuk kegiatan  rockclimbing karena terdapat banyak tebing alam yang bagus untuk dipanjati.

"Cuma  kendala di sini alat - alat untuk pemanjatan itu tidak ada. Baik itu dipakai untuk pengaman maupun membuka jalur pemanjatan. Kalau caving juga bisa, karena dari informasinya banyak gua di Sumba yang belum pernah dimasuki orang atau belum terjamah. Saya tertantang dan ingin menjadi orang pertama untuk berpetualang di sana. Itu bisa dilakukan jika ada alat yng memadai," ujar Mel. (john taena)

Monday 22 December 2014

Penganan Khas Pulau Sumba Itu Mulai Tergeser


Manggulu, salah satu penganan khas Pulau Sumba
Manggulu. Demikian sebutan untuk salah satu jenis makanan khas daerah yang sudah dikenal secara turun temurun dari para leluhur orang Sumba Timur, di Pulau Sumba. Mungkin kedengarannya agak sedikit asing bagi Tuan dan Puan, namun ssejujurnya jenis makanan khas yang dibungkus daun pisang kering ini sangat lezat rasanya.

Tuan dan Puan, Manggulu adalah salah satu jenis penganan khas daerah di Pulau Sumba yang terbuat dari kacang tanah dan pisang. Ukurannya kecil dan bentuknya pun mirip dodol. Meskipun kedua jenis makanana ini mirip, namun  tetap tidak sama baik rasa maupun kemasan. Namanya juga makanan khas, kalau sama rasa dan kemasan maka tidak akan khas lagi.  

Sesungguhnya penganan khas daerah yang satu ini tidak kalah lezatnya. Sayangnya jenis penganan lokal Sumba Timur itu sudah jarang ditemukan. Hanya di beberapa wilayah yang masyarakatnya masih membuat produk tersebut. Itu pun hanya pada waktu – waktu tertentu dan jumlahnya pun terbatas di Pulau Sumba Tuan  dan Puan.

Dalam kemasan aslinya, Manggulu dibungkus dengan daun pisang kering. Bagi orang Sumba, daun pisang kering memiliki nilai pengawet. Sayangnya, belakangan daun pisang mulai ditinggalkan dan diganti dengan kemasan modern seperti plastik. Keasliannya sebagai penganan khas yang sehat serta ramah lingkungan karena tidak mengandung unsure kimia itu mulai terancam.

Jika Tuan dan Puan sempat mengunjungi Pulau Sumba, Manggulu saat ini memang masih ada di daerah itu terutama Sumba Timur. Namun keberadaannya mulai tergeser oleh penganan dari luar. Selain karena produksinya terbatas, perubahan gaya hidup masyarakat setempat pun turut mempengaruhi eksistensi produk tersebut. Keterbatasan produksi disebabkan oleh proses pembuatannya yang cukup memakan waktu.


Biasanya, pisang kapok masak harus dikeringkan terlebih dahulu. Sementara kacang tanah digoreng kemudian diangkat kulit arinya. Pisang yang sudah dikeringkan kemudian kemudian ditumbuk. Demikian juga kacang tanah yang sudah digoreng. Selanjutnya, kedua bahan yang sudah dihaluskan ini dicampur dan dibentuk. Jika cara tradisional pembentukan Manggulu menggunakan tangan, maka belakangan pencampuran dan pembentukannya kini beralih menggunakan mesin penggiling.

Saat ini Manggulu memang masih bisa ditemukan di Sumba Timur, namun hanya di wilayah – wilayah tertentu saja. Di Kota Waingapu juga ada sejumlah industry rumah tangga yang membuat Manggulu. Itupun produksinya tidak banyak dan sangat terbatas, selain karena kekurangan modal usaha, akibatnya Menggulu jarang ditemukan di toko kue. Jikalau ada, jumlahnya sangat terbatas. Itupun jarang laku terjual karena Manggulu sebagai cirri khas daerah seakan tenggelam di antara penganan dari luar.

Tuan dan Puan, selain kacang Sumba yang dikenal memiliki karena kekhasan rasanya,  Sumba Timur juga kaya akan penganan lokal. Namun harus diakui karena gaungnya kalah dengan penganan dari luar. Kemasan dan tampilan yang lebih menarik, pergeseran pola hidup masyarakat setempta juga turut mempengaruhi eksistensi Manggulu sebagai penganan lokal.


Beta melihat, masyarakat Sumba Timur akan merasa lebih berkelas jika menenteng donat atau roti dengan kemasan yang menarik daripada Manggulu dengan kemasan daun pisang kering. Mungkin ini juga disebabkan oleh pengaruh promosi dan pencitraan pangan lokal yang masih terbatas. Akibatnya, menyebabkan penganan ini tidak banyak dilirik oleh masyarakat Sumba Timur.

Tuan dan Puan, Manggulu memang belum terkenal seperti kacang Sumba. Jangankan untuk masyarakat luar, generasi muda Pulau Sumba saja bahkan sudah ada yang tidak mengenal Manggulu. Padahal kalau diperkenalkan terus – menerus, Manggulu bisa menjadi penganan yang diminati banyak orang karena rasanya khas. (*)

Saturday 20 December 2014

Zainab Hud Assegaf Penampilan Segalanya



POS KUPANG/JOHN TAENA
Zainab Hud Assegaf
POS KUPANG.COM --  Ramah, nada suaranya lembut. Sinar matanya memancarkan persahabatan. Berpenampilan anggun dengan seragam batik khas para karyawati Bank NTT, membuat petugas teller yang satu ini menjadi perhatian para nasabah. Dialah Zainab Hud Assegaf.  Prinsipnya sederhana. 

Menjaga penampilan agar tetap segar. Dia salah satu dari sekian banyak wanita karir yang selalu memperhatikan penampilan. Hal ini yang selalu ditanamkan dalam dirinya sebagai seorang karyawan Bank NTT Cabang Waingapu,  Sumba Timur. Alasannya agar tampil menarik  dan percaya diri dalam menjalankan tugas. 

"Bagi saya sebagai seorang perempuan, penampilan itu segalanya," ujar Zainab, salah satu petugas teller Bank NTT Cabang Waingapu, ketika ditemui di bank setempat, Jumat (13/7/2012).

Zainab, sapaan gadis kelahiran Waingapu, 7 November 1989, ini  mengakui pekerjaan petugas bank cukup menyita waktu. Tuntutan pekerjaan membuat dirinya terkadang merasa capek dan jenuh. Setiap hari sejak masuk kantor hingga pulang kantor, selalu melakukan rutinitas yang sama.

 "Jadi, saya selalu berusaha untuk tetap tersenyum kepada semua nasabah," ujar putri pertama pasangan Hud Assegaf dan Ny. Farida K Riwa ini.

Alumna Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Waingapu 2008 ini, menuturkan, untuk tampil cantik tidak selamanya harus mengeluarkan biaya mahal. Tergantung bagaimana seorang perempuan pandai merawat diri agar terlihat menarik. 

Selain itu, dalam berdandan, dirinya  tidak pernah memilih produk berdasarkan harga. Yang diutamakan adalah kenyamanan dalam  menggunakan produk tersebut. 

"Menjaga penampilan agar tetap cantik dan menarik adalah segala-galanya. Kalau kulit indah dan cantik akan membuat kita percaya diri di hadapan nasabah," kata putri pertama dari tiga bersaudara ini.

Sebagai seorang wanita karir, kata perempuan berambut hitam dan panjang sebahu ini, keseimbangan antara beban kerja dan ketenangan jiwa harus selalu dijaga. Perlu menghindari kekalutan batin yang sewaktu-waktu bisa muncul pada jam kerja karena tekanan waktu dan beban pekerjaan serta sifat nasabah yang berbeda-beda. Salah satu cara yang biasanya dilakukan Zainab untuk menghindari tekanan adalah mengunjungi salon kecantikan.

 "Kalau ada waktu, saya ke salon merawat kulit biar segar. Jadi, nasabah juga tidak jenuh dan bosan untuk datang ke bank," tukas sang teller yang memiliki hobi menyanyi dan shopping ini. (john taena)
Sumber :http://kupang.tribunnews.com/2012/07/16/zainab-hud-assegaf-penampilan-segalanya

Friday 19 December 2014

Rambu Kori Anahida Jaga Kelembutan



                                                                                                                          POS KUPANG/JET
            Rambu Kori Anahida                                                                                                                                                                              
POS KUPANG.COM -- Suara mempunyai kekuatan. Dengan kekuatan suara, seseorang dapat mengguncang, bahkan melumpuhkan kekuatan apapun di dunia. Lewat suara juga orang lain akan merasa damai, senang dan gembira apabila dihibur.

Adalah Rambu Kori Anahida, penyiar Radio Max 96,6 FM Waingapu, Sumba Timur, telah mengalaminya. Kualitas suara yang baik sangat mempengaruhi karier seseorang yang bergerak di dunia entertainment seperti penyiar radio. Suara yang berkualitas dan lembut dari seorang penyiar akan semakin memanjakan telinga pendengar.

"Salah satu tugas kami sebagai penyiar radio adalah menghibur pendengar. Ada kepuasan batin tersendiri kalau pendengar senang," tutur Rambu Kori Anahida, akrab disapa Opy, saat ditemui Pos Kupang di Waingapu, Senin (9/7/2012). Gadis kelahiran Hambapraing, Kecamatan Haharu, 6 April 1986, ini mengaku kurang lebih sudah tujuh tahun (2005-2012) telah menjadi penyiar radio.

Selama kurun waktu tersebut, Opy mengaku mendapat banyak pengalaman, terutama terkait profesinya sebagai seorang entertainer.  "Saya selalu menikmati pekerjaan ini karena dapat menambah wawasan, banyak pengalaman, juga banyak teman," ujarnya.
Opy menyebut kebiasaan yang dilakukannya setiap hari selain olah vokal adalah lulur kulit untuk menjaga kelembutan dan keindahan kulit. Biasanya mandi lulur dua kali sehari. "Menjaga keindahan suara dan kulit itu adalah hobi saya, selain olahraga, dengar musik dan nyanyi," katanya.

Putri kedua dari empat bersaudara ini mengatakan, ketika berada di dalam ruangan siaran ia merasa percaya diri untuk menyapa dan menghibur para pendengar radio. Rasa percaya dirinya itu akan terasa lebih lengkap ketika kulitnya tetap dijaga agar terlihat cantik di luar studio siaran oleh para penggemarnya. "Pokoknya lebih rasa pede (percaya diri) kalau memiliki kulit lembut dan indah," ujarnya.

Alumna SMA Negeri 2 Waingapu tahun 2004 ini mengatakan, kulit tubuh dan suara yang indah adalah harta yang tak ternilai baginya. Itu sebabnya, ia tidak tanggung-tanggung  merogoh kocek membeli produk perawatan kulit. "Olah vokal atau senam mulut biasanya di dalam ruangan atau alam terbuka dan berteriak sekuat mungkin itu minimal sekali seminggu. Sementara kalau merawat kulit, itu hampir setiap ada waktu luang," tutur gadis dari pasangan Rambu Kahi Temba dan Umbu Hapu Motu ini. (john taena)

Sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/07/10/rambu-kori-anahida-jaga-kelembutan


Kami Tidur dengan Perut Kosong


POS KUPANG/JOHN TAENA
Beberapa warga Kampung Hiliwuku, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Sumba Timur mendaki bukti untuk mengambil air di kubangan di padang, Sabtu (11/10/2014) sore
Laporan Wartawan Pos Kupang, John Taena
POS KUPANG.COM, WAINGAPU --  Akibat gagal tanam dan gagal panen tanaman padi dan jagung, sekitar 130 jiwa warga RT10/RW 04, Dusun Tandai Rotu, Desa Katikuluku, Kecamatan Matawai Lapawu, Kabupaten Sumba Timur, kelaparan.
Demikian disampaikan Ketua RT 10/RW 04, Dusun Tandai Rotu, Desa Katikuluku, Yakob Hiwal Maramba Djawa (42), kepada  Pos Kupang di Kampung Hiliwuku, Sabtu (11/10/2014) malam. "Tahun ini kami tidak panen. Sekarang sudah musim lapar, kadang - kadang kami tidur dengan perut kosong," ujar Yakob.
Bencana kelaparan yang dialami rutasan jiwa di kampung itu, kata Yakob, sudah disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumba Timur. Laporan disampaikan langsung kepada Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora, saat berkunjung ke desa itu beberapa waktu lalu. Tetapi, lanjut Yakob, sampai saat ini bantuan yang diharapkan dari pihak pemerintah belum direalisasikan.
Ia menjerlaskan, meskipun iwi adalah jenis umbian yang beracun, tapi tetap dijadikan  makanan alternatif. Sebab, padi dan jagung yang ditanam oleh para petani setempat pada musim lalu tidak bisa dipanen. "Kalau setiap hari hanya makan iwi dari pagi sampai malam, anak - anak tidak mau, tapi mau bagaimana lagi hanya itu makanan yang ada," katanya.
Yakob menjelaskan, salah satu jenis umbian hutan yang memiliki kadar racun cukup tinggi membutuhkan waktu paling sedikit satu minggu proses pengolahan sebelum dikonsumsi. Akibatnya, tak jarang sejumlah anggota keluarga petani kehabisan stok pangan.
"Kadang anak - anak pergi sekolah tidak makan. Kami tidak bisa berbuat banyak, hanya mengharapkan bantuan pemerintah. Kalau  pemerintah mau bantu kami  syukur, tidak bantu juga kami tetap bersyukur," ujarnya.
                                                        Krisis Air 
Selain kekurangan pangan, warga juga mengalami krisis air bersih. Untuk memenhi kebutuhan air bersih, baik untuk minum maupun untuk memasak, warga Kampung Hiliwuku harus berjalan kaki lima kilometer untuk menimba air di tengah padang.
Air yang ada di padang itu juga menjadi sumber air bagi ternak yang berkeliaran bebas di padang di wiayah perkampung yang berjarak kurang lebih 50 kilometer dari Kota Waingaou, Ibu Kota Kabupaten Sumba Timur itu.
"Ini satu - satunya sumber air terdekat bagi kami di sini. Rebutan air minum dengan ternak itu sudah biasa bagi kami. Beberapa tahun lalu, pemerintah bangun embung di tengah kampung, tapi tidak bermanfaat dan mubazir karena tidak bisa tampung air," kata Yakob Hiwal Maramba Djawa.
Sekali jalan, lanjut Yakob, setiap orang  membawa 10 liter air minum yang ditampung dalam dua jeriken lima liter. Air ini untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam rumah tangga masing - masing warga.
Hal senada dikatakan oleh Kepala Urusan  Pembangunan Desa Katikuluku, Hambumanda (55). Di lokasi sumber mata air, kata Hambumanda, warga bukan hanya rebutan air minum dengan ternak, tapi juga rebutan bahan pangan.
Singkong, talas dan jenis umbian lain  yang dibudidayakan oleh warga untuk mengantisipasi gagal panen dan bencana kelaparan, ungkap Hambumanda, juga habis dimakan ternak.
"Beruntung iwi itu ada racun, jadi tidak bisa dimakan ternak. Kami harus jalan dan keluar masuk hutan untuk gali iwi. Setelah digali, iwi itu dikupas kulitnya, diiris lalu dikeringkan selama tiga hari. Kalau sudah kering baru kami ambil dan bawa ke sungai untuk direndam selama 24 jam," tutur Hambumanda.
Salah satu aliran sungai yang dimanfaatkan untuk merendam iwi, lanjutnya, berjarak  30 kilometer dari  permukiman. Setelah direndam, warga  membawa  umbian itu ke rumah untuk diolah lagi menjadi bahan makanan. Proses pengolahan untuk dikonsumsi melalui beberapa tahapan.
Hambumanda menjelaskan, getah dari umbian itu dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan luka hingga berdarah. Hal ini menjadi alasan mengapa warga mengambil dan memroses bahan makanan dari umbian cukup lama.
"Butuh waktu satu minggu supaya bisa dimakan. Setelah digali dan dikupas kulitnya, kami harus berhenti beberapa hari supaya tangan tidak luka. Kalau persediaan sudah habis, dan yang digali belum diproses dengan baik, maka setiap malam kami bisa tidur tanpa makan," kata Hambumanda.*


Thursday 18 December 2014

Diana Andayani Djoh Selalu Enjoy

POS KUPANG/JOHN TAENA
Diana Andayani Djoh
POS KUPANG.COM, WAINGAPU  --- Rambutnya hitam lurus dibiarkan jatuh terurai. Senyumnya yang lembut selalu ditebarkan kepada setiap orang yang berpapasan dengannya. Ia kian anggun ketika mengenakan seragam Bank Rakyat Indonesia (BRI). 

Itulah penampilan Diana Andayani Djoh, S.Si Tel, M.Si, wanita pemilik tahi lalat di pipi kiri, kelahiran Kambaniru-Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, 4 Desember 1985.

"Senyum, sapa dan salam, itu selalu kita tanamkan dalam jiwa sehingga bisa memberikan pelayanan maksimal kepada semua nasabah," kata putri sulung dari lima bersaudara, saat ditemui Pos Kupang, di ruang customer service (CS) di BRI setempat,  Rabu (30/5/2012).

Bertugas sebagai customer service (CS), tutur dara hitam manis ini, menuntutnya harus selalu tenang. Sebab untuk tampil prima, seseorang harus enjoy dan terbebas dari berbagai tekanan.

"Saya selalu berusaha untuk enjoy. Kalau kita enjoy, apa pun akan kita kerjakan dengan baik. Artinya selain melayani nasabah, pekerjaan lain pun akan kita laksanakan dengan senang hati," tutur alumni Universitas Satya Wacana tahun 2010 ini.


Menurut gadis ayu berdarah Sabu ini, dulu ia tak pernah bercita-cita menjadi karyawan bank. Saat di bangku SMA Negeri II Waingapu, ia malah ingin menjadi guide. Karena saat itu ia siswi kelas bahasa.

"Tapi setelah tamat tahun 2003, saya kuliah di Theologia dan lanjut S2 (Magister Sosiologi Agama). Setelah lulus, saya malah diminta orang tua untuk menjadi seorang pengajar," jelas Diana sapaan akrabnya.

Bagi Diana, basic boleh dibidang agama, tapi lahan yang ditekuni saat ini justeru di dunia perbankan. Ketika ia bergabung di lembaga itu, ketertarikan pada pekerjaan, semakin tinggi. Soalnya setiap hari melayani banyak orang.

Ia menuturkan saban hari ia banyak kesibukan. Mulai dari pagi hingga petang, tak ada waktu untuk bersantai. "Saat ini memang banyak pekerjaan, tapi saya tidak bekerja dalam tekanan, sehingga saya sangat enjoy," jelas putri sulung dari pasangan, Abraham Djoh dan Ny. Melani Udju ini.

Wanita karier yang suka membaca ini menjelaskan, satu prinsip yang selalu ia pegang teguh, yakni mengisi hidup yang diberikan Tuhan dengan berkarya sebaik-baiknya bagi banyak orang. Motto ini juga yang membuatnya tak pernah berhenti berkarya dan berbagi kasih kepada semua orang, terutama bagi orang- orang yang dicintainya. (john taena)
Sumber : http://kupang.tribunnews.com/2012/06/01/diana-andayani-djoh-selalu-enjoy

Monday 15 December 2014

Belanja Sayur, di Pasar Atau Kebun?



Yuuuk pelajari dulu jenis sayur yang akan dikonsumsi. Saat berkunjung ke kebun sayuran organik di Waingapu, anda akan mendapat keuntangan besar. Selain panen sendiri, anda juga dapat belajar tentang ilmu pertanian organik. 

Berkunjung ke lahan para petani sayur organik di Waingapu dapat menambah wawasan, selain itu kita tahu proses pengolahan sejak tanam hingga panen. Begitupun  jenis pupuk yang digunakan, siapa tau bisa produksi sendiri pupuk organik yang ramah lingkungan dan sehat bagi tubuh.

Selain belajar, kita juga langsung panen sendiri kalau makan sayur organik di lahannya para petani di Waingapu. Bukan jamannya lagi belanja belanja sayuran dipasar yang diawetkan. Pilih mana, belanja dan panen sendiri atau di pasar?