Meneteskan Air Mata Bahagia
Mendapat perhatian dari pemerintah atau pihak lain dalam bentuk
pembangunan fisik secara langsung akan memberikan rasa bahagia yang sangat luar
biasa bagi suatu kelompok masyarakat, apalagi sentuhan pembangunan tersebut
sudah lama dirindukan oleh masyarakat.
Namun
pembangunan yang lebih luar biasa adalah membangun sumber daya manusia untuk
mengangkat harkat dan martabat kelompok masyarakat dari keterkebelakangan. Itulah
yang dirasakan Dominggas de Jesus, dan Olandina Ranggel, seusai mengikuti
pelatihan Listrik Tenaga Surya (LTS) di Garefoot Collage India, September 2014
hingga Maret 2015.
Keduanya ditempa
dengan pengetahuan yang biasanya hanya bagi para teknisi dan ahli kelistrikan.
Namun kedua ibu yang sudah masuk usia lanjut dan tidak menamatkan pendidikan
dasar, kini bisa merakit jaringan listrik. Kebahagiaan Olandina dan Dominggas
memuncak saat keduanya berhasil menerapkan ilmu yang mereka dapat di Garefoot
Collage India, dengan merakit jaringan listrik bersumber dari LTS di Dusun
Fafioban, Desa Koa, Kecamatan Mollo Barat, TTS yang dilakukan sejak April 2015
dan diresmikan Rabu (8/7/2015).
Tanda
kebahagiaan tersebut seakan meluap dan saat rombongan Ibu Ani Hasyim
Djojohadikusumo masuk halaman Bengkel LTS, Rabu (8/7/2015) sore. Diiringi
nyanyian selamat datang dari anak-anak sekolah dan tarian penyambutan oleh
warga masyarakat setempat, Olandina dan Dominggas, yang menunggu tepat di pintu
masuk ke halaman Bengkel LTS, seakan tak percaya bahwa keduanya akan mendapat
penghargaan luar biasa untuk karya mereka yang sulit dipercaya banyak orang.
Karenanya,
Dominggas dan Olandina berjabatan tangan dengan Ibu Ani Hasyim Djojohadikusumo,
dilanjutkan pelukan hangat hingga kedua ibu ini meneteskan air mata kebahagiaan
di pelukan Ibu Ani Hasyim Djojohadikusumo, dan ibu-ibu dari Yayasan Wadah
Titian Harapan.
Kepada
Pos Kupang, Rabu (8/7/2015), Olandina mengatakan, apa yang mereka lakukan saat
ini memasang jaringan LTS bagi 185 rumah tangga di Dusun Fafioban, Desa Koa
merupakan berkat tak terhingga yang diberikan Tuhan melalui Yayasan Wadah
Titian Harapan.
"Kami
sangat berterima kasih kepada Tuhan karena melalui Wadah (Yayasan Wadah Titian
Harapan), kami bisa belajar penerangan (LTS) di India. Dan, sekarang bisa
memasang listrik untuk 185 rumah di dusun kami ini," ujar Olandina.
Olandina
juga mengaku masih mengingat pelajaran merakit perangkat LTS yang diperoleh di
Garefoot Collage India. Jika harus bagi dengan ibu-ibu yang ada di Desa Koa,
keduanya akan dengan senang hati melakukannya untuk kebaikan bersama.
"Saya
pasti bagi pengetahuan dengan siapa saja di sini (Desa Koa). Karena ilmu ini
saya dapatkan dari pemberian orang lain. Jadi, saya juga harus siap
membaginya," ujarnya.
Kebutuhan
Air Bersih
Mengenai harapan untuk pembangunan di Desa Koa, Dominggas dan Olandina mengatakan, sejak puluhan tahun silam, baru kali ini ada sentuhan pembangunan secara nyata oleh pemerintah, TNI, dan Yayasan Wadah Titian Harapan.
"Kami
berharap pemerintah tidak hanya melihat kami hari ini dan kembali melupakan
kami. Tetapi terus memberikan sentuhan pembangunan, agar desa kami merasakan
apa yang sudah dirasakan desa-desa lain saat ini," harap Dominggas.
Ketua Komisi V
DPR RI, Ir. Farry Francis, kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015) menjelaskan,
pembangunan di Desa Koa masih kurang, namun pihaknya saat ini sudah memberikan
perhatian melalui peningkatan infrastruktur dan peningkatan sarana kebutuhan
dasar masyarakat setempat berupa pembangunan embung-embung, dan saluran
irigasi. Embung dan saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih
sekaligus untuk bercocok tanam bagi masyarakat.
Jalan
masuk ke desa itu sebelumnya dari pinggir sungai ke pemukiman warga ditempuh
hampir satu jam, karena harus berbelok-belok mencari ruang kosong diantara
pepohonan. Tetapi sekarang sudah bisa ditempuh kurang dari 10 menit.
Pejabat
Sementara (Pjs) Kepala Desa Koa, Jesaya Liufeto, Jumat (10/7/2015) mengatakan,
Desa Desa Koa merupakan salah satu desa tua di Kabupaten TTS. Namun sentuhan
pembangunan di desa ini cukup minim dan harus terus ditingkatkan agar kehidupan
masyarakatnya bisa berkembang.
Ia
menjelaskan, waktu tempuh ke Desa Koa dari SoE, ibukota Kabupaten TTS saat
musim kemarau hanya satu jam. Namun saat musim penghujan, untuk mencapai desa
tersebut harus melintasi jalan panjang, mengambil jalur dari Kecamatan Mollo
Selatan, kemudian menyeberang melalui Desa Fatukoko dan Desa Salbait, baru tiba
di Desa Koa. Itu juga jika tidak terjadi banjir. Karena ada satu anak sungai di
Desa Salbait yang belum ada jembatan, sehingga jika banjir masyarakat harus
bersabar menunggu hingga banjir surut untuk menyeberang.
Kalau putar
lewat Fatukoko dari SoE untuk sampai di Desa Koa butuh waktu hampir tiga jam.
Karena jalan yang sudah disertu, terbawa aliran air sehingga boleh dibilang
masih jalan alam.
Bupati
TTS, Ir. Paul VR Mella, M.Si, kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015) mengatakan,
Desa Koa masih tergolong desa terpencil dan belum banyak tersentuh pembangunan
fisik.
Apa yang dilakukan Yayasan Wadah Titian Harapan sudah cukup memberikan spirit bagi pemerintah daerah agar tidak hanya membangun dengan pola umum yang selama ini dilakukan dengan mengutamakan pembangunan fisik. Tetapi, peningkatan sumber daya manusia juga penting, karena dengan sentuhan hati melalui masyarakat yang ada di desa, akan melahirkan rasa memiliki bagi masyarakat untuk hasil pembangunan.
"Saya
pikir ini sesuatu yang bagus dan luar biasa. Kita selama ini berpikir bahwa
listrik itu harus ahli kelistrikan. Tetapi ternyata ibu-ibu yang tidak
bersekolah bisa. Pemerintah akan mencoba menggunakan pola pendekatan ini, untuk
pembangunan yang lebih baik," katanya.
Desa Koa
merupakan salah satu desa di Kecamatan Mollo Barat, Kabupaten TTS. Jumolah
penduduk 242 kepala keluarga, terbagi 10 RW dan 23 RT. Desa ini diapit Sungai
Noebesi yang cukup lebar, sehingga jika musim penghujan, masyarakat desa
tersebut tidak bisa keluar, kecuali menunggu banjir redah atau memilih jalan
panjang melintasi Desa Salbait.(jumal
hauteas/bersambung)
Sumber Pos Kupang
cetak, edisi Sabtu, 11 Juli 2015, halaman 1