“Pada September 2013, Olandina Ranggel dan Dominggas de Jesus dari
Desa Koa, Kecamatan Mollo Utara-TTS, dipilih oleh Yayasan Wadah Titian Harapan
untuk ikut bersama enam orang ibu dari Kabupaten Sikka berangkat ke India.Di
sana mereka dilatih cara merakit alat listrik, khususnya Listrik Tenaga Surya
(LTS).Kini, Olandina dan Dominggas sudah kembali ke Desa Koa. Apa yang mereka
lalukan? Inilah catatan wartawan Pos Kupang, Jumal Hauteas, yang mengunjungi
desa itu, Rabu (8/7/2015).”
Dari Tangan Keriput
Itulah….
Ketika Olandina (50) dan Dominggas (50) terpilih ke India,
masyarakat Desa Koa, khususnya di Dusun Fatuoof, tercengang, bingung dan
bimbang. Pasalnya, Olandina dan Dominggas, hanyalah ibu rumah tangga yang tidak
mengerti apa-apa tentang listrik. Keduanya tidak memiliki ijazah sekolah
formal. Olandina putus sekolah dasar di kelas tiga. Dominggas tidak pernah
mengenyam pendidikan formal.
Walau demikian,
di tengah kebimbangan masyarakat Fatuoof, ratusan kepala keluarga di dusun itu
harus merestui kepergian dua ibu ini untuk belajar merakit listrik tenaga surya
(LTS) di India. Pasalnya, desa ini tergolong desa terpencil, sangat minim
sentuhan pembangunan.
Sarana kebutuhan
dasar seperti jalan, air dan listrik yang dinikmati banyak masyarakat di NTT,
seolah masih menjadi cerita dongeng bagi masyarakat di Desa Koa. Karena itu, selepas kepergian Olandina dan
Dominggas, masyarakat berdoa dan melakukan persiapan yang diminta oleh pendiri
Yayasan Wadah Titian Harapan, Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan semua tim wadah
yang ada di Dusun Fatuoof, Desa Koa-TTS.
Persiapan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Koa adalah harus mendapatkan lahan kosong untuk
dibersihkan dan dilakukan proses pembangunan satu unit rumah berukuran 7 x 9
meter persegi untuk menjadi bengkel LTS bagi masyarakat setempat. Karena itu,
walau bimbang, dengan sedikit harapan yang ada, warga bahu membahu melakukannya
dengan senang hati sehingga bengkel selesai dibangun sebelum Olandina dan
Dominggas kembali dari pendidikan selama enam bulan di Garefoot Collage, India.
Di balik
semangat gotong royong mereka membangun bengkel LTS, masyarakat Dusun Fatuoof,
Desa Koa, juga percaya bahwa walau ilmu kelistrikan selama ini identik dengan
para insinyur, Garefoot Collage India akan mampu memberikan pendidikan dan
pelatihan maksimal bagi kedua ibu ini untuk membawa ilmunya kembali ke Desa
Koa. Hal itu terbukti terpilihnya delapan ibu dari Indonesia sebagai tim dengan
kualitas dan nilai terbaik untuk semua peserta dari negara yang ikut dalam
pendidikan di India itu.
Dari tangan
keriput Dominggas dan Olandina, terciptalah penerangan listrik LTS di Desa Koa.
Dan, 185 rumah tangga di desa itu kini sudah terang benderang. Pada Rabu
(8/7/2015) malam listrik LTS itu diresmikan oleh pendiri Yayasan Wadah Titian
Harapan, Ny. Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan Duta Besar (Dubes) India untuk
Indonesia, HE Gurjith Singh.
Peresmian dihadiri
Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Farry Francis; Wakil Ketua DPRD NTT, Gabriel Beri
Bina; Bupati TTS, Ir. Paul VR Mella, M.Si; unsur Muspida TTS, sejumlah anggota
DPRD dari Kabupaten Kupang, Kota Kupang, TTS dan ratusan warga Desa Koa,
Kecamatan Mollo Barat.
Kepada
Pos Kupang, Rabu (8/7/2015), Dominggas dan Olandina mengaku tidak memiliki
pengetahuan apa-apa terkait penerangan LTS. Namun karena dorongan dan dukungan
dari Ny. Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan semua tim Yayasan Wadah Titian
Harapan, keduanya bersedia ikut dalam program tersebut dan bersedia belajar
untuk memberikan nilai baru bagi masyarakat di Desa Koa.
Bahasa
Isyarat
Olandina menuturkan, awal pelajaran di Garefoot Collage India, sulit karena
faktor bahasa yang terbatas antara mereka dan tim instruktur. Karenanya lebih
banyak komunikasi dengan bahasa isyarat. "Kami akhirnya berdiskusi dengan
sesama teman dari Indonesia, dan berusaha mengerti dari warna kabel dan
elemen," ujarnya.
Pengalaman luar
biasa bagi Olandina dan Dominggas adalah sistem pembelajaran yang diperoleh di
Garefoot Collage India lebih menitikberatkan pada praktek. Teori hanya sedikit
sebagai pengantar. "Awalnya piringan elemen ini dibongkar di hadapan kami.
Kemudian dicuci baru diajarkan kepada kami fungsi dari setiap elemen dan bagaimana
merakitnya agar berfungsi maksimal," tuturnya.
Keduanya
mengaku, berkat ketekunan dan kerja sama dengan enam ibu dari Sikka, mereka
akhirnya bisa mengenal semua elemen beserta cara merakitnya dalam kurun waktu
latihan tiga bulan. Selanjutnya tiga bulan terakhir digunakan ntuk memperkaya
pengetahuan mereka di bidang pelajaran lainnya.
"Memang
dari sini (Desa Koa) kami hanya diinformasikan bahwa kami akan mendapat
pelajaran tentang penerangan (LTS). Sampai di sana kami diberikan pelajaran
tata cara membuat kelambu, lilin, kapur tulis, dan (maaf) softex," jelas
Olandina.
Tokoh
masyarakat Desa Koa, Finsensius Tefa, Rabu (8/7/2015), mengatakan, apa yang
dilakukan Yayasan Wadah Titian Harapan merupakan sesuatu yang luar biasa.
Namun, ia meminta perhatian dari pemerintah daerah untuk terus membangun
infrastruktur dasar lainnya, terutama akses jalan dan jembatan, agar akses
transportasi dari dan ke Desa Koa tidak terputus saat musim penghujan.
"Sekarang
listrik sudah menyala, air juga sudah ada karena bantuan dari TNI. Jalan sudah
diperbaiki oleh pemerintah, tapi kami juga butuh jembatan agar tidak terisolasi
saat musim hujan. Karena kalau hujan dan banjir berarti kami tidak bisa ke
mana-mana lagi," ujarnya.
Pejabat
Sementara (Pjs) Kepala Desa Koa, Jesaya Liufeto, membenarkan sulitnya akses
transportasi dari dan ke Desa Koa, terutama saat musim hujan. Namun dengan
adanya penerangan LTS di desanya, akan membantu masyarakat, khususnya anak-anak
sekolah untuk mendapat waktu belajar yang lebih panjang, dan orang tua juga
bisa beraktivitas lain pada malam hari. "Kami bersyukur karena bengkel LTS
ini juga digunakan untuk anak-anak PAUD belajar, ibu-ibu menenun, dan
bapak-bapak berdiskusi mengenai pembangunan desa ini," kata Jesaya. (Jumal Hauteas/bersambung)
Sumber Pos Kupang cetak
edisi Jumat, 10 Juli 2015, halaman 1
No comments:
Post a Comment