Friday 10 July 2015

Kiprah Orlandia dan Dominggas Seusai Belajar LTS di India I

“Pada September 2013, Olandina Ranggel dan Dominggas de Jesus dari Desa Koa, Kecamatan Mollo Utara-TTS, dipilih oleh Yayasan Wadah Titian Harapan untuk ikut bersama enam orang ibu dari Kabupaten Sikka berangkat ke India.Di sana mereka dilatih cara merakit alat listrik, khususnya Listrik Tenaga Surya (LTS).Kini, Olandina dan Dominggas sudah kembali ke Desa Koa. Apa yang mereka lalukan? Inilah catatan wartawan Pos Kupang, Jumal Hauteas, yang mengunjungi desa itu, Rabu (8/7/2015).”
                                                                                                                                                                       POS KUPANG/JUMAL HAUTEAS
NATONI—Pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Ny. Angie Hasyim Djojohadikusumo, Dubes India untuk Indonesia, Gurjith Singh, Bupati TTS, Paul Mella, dan Ketua Komisi V DPR RI, Farry Francis, diterima masyarakat Desa Koa dengan sapaan adat Natoni, Rabu (8/7/2015).
Dari Tangan Keriput Itulah….

Ketika Olandina (50) dan Dominggas (50) terpilih ke India, masyarakat Desa Koa, khususnya di Dusun Fatuoof, tercengang, bingung dan bimbang. Pasalnya, Olandina dan Dominggas, hanyalah ibu rumah tangga yang tidak mengerti apa-apa tentang listrik. Keduanya tidak memiliki ijazah sekolah formal. Olandina putus sekolah dasar di kelas tiga. Dominggas tidak pernah mengenyam pendidikan formal.

Walau demikian, di tengah kebimbangan masyarakat Fatuoof, ratusan kepala keluarga di dusun itu harus merestui kepergian dua ibu ini untuk belajar merakit listrik tenaga surya (LTS) di India. Pasalnya, desa ini tergolong desa terpencil, sangat minim sentuhan pembangunan.

Sarana kebutuhan dasar seperti jalan, air dan listrik yang dinikmati banyak masyarakat di NTT, seolah masih menjadi cerita dongeng bagi masyarakat di Desa Koa.  Karena itu, selepas kepergian Olandina dan Dominggas, masyarakat berdoa dan melakukan persiapan yang diminta oleh pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan semua tim wadah yang ada di Dusun Fatuoof, Desa Koa-TTS.

Persiapan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Koa adalah harus mendapatkan lahan kosong untuk dibersihkan dan dilakukan proses pembangunan satu unit rumah berukuran 7 x 9 meter persegi untuk menjadi bengkel LTS bagi masyarakat setempat. Karena itu, walau bimbang, dengan sedikit harapan yang ada, warga bahu membahu melakukannya dengan senang hati sehingga bengkel selesai dibangun sebelum Olandina dan Dominggas kembali dari pendidikan selama enam bulan di Garefoot Collage, India.

Di balik semangat gotong royong mereka membangun bengkel LTS, masyarakat Dusun Fatuoof, Desa Koa, juga percaya bahwa walau ilmu kelistrikan selama ini identik dengan para insinyur, Garefoot Collage India akan mampu memberikan pendidikan dan pelatihan maksimal bagi kedua ibu ini untuk membawa ilmunya kembali ke Desa Koa. Hal itu terbukti terpilihnya delapan ibu dari Indonesia sebagai tim dengan kualitas dan nilai terbaik untuk semua peserta dari negara yang ikut dalam pendidikan di India itu.

Dari tangan keriput Dominggas dan Olandina, terciptalah penerangan listrik LTS di Desa Koa. Dan, 185 rumah tangga di desa itu kini sudah terang benderang. Pada Rabu (8/7/2015) malam listrik LTS itu diresmikan oleh pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Ny. Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan Duta Besar (Dubes) India untuk Indonesia, HE Gurjith Singh.

Peresmian dihadiri Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Farry Francis; Wakil Ketua DPRD NTT, Gabriel Beri Bina; Bupati TTS, Ir. Paul VR Mella, M.Si; unsur Muspida TTS, sejumlah anggota DPRD dari Kabupaten Kupang, Kota Kupang, TTS dan ratusan warga Desa Koa, Kecamatan Mollo Barat.

Kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015), Dominggas dan Olandina mengaku tidak memiliki pengetahuan apa-apa terkait penerangan LTS. Namun karena dorongan dan dukungan dari Ny. Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan semua tim Yayasan Wadah Titian Harapan, keduanya bersedia ikut dalam program tersebut dan bersedia belajar untuk memberikan nilai baru bagi masyarakat di Desa Koa.

Bahasa Isyarat

Olandina menuturkan, awal pelajaran di Garefoot Collage India, sulit karena faktor bahasa yang terbatas antara mereka dan tim instruktur. Karenanya lebih banyak komunikasi dengan bahasa isyarat. "Kami akhirnya berdiskusi dengan sesama teman dari Indonesia, dan berusaha mengerti dari warna kabel dan elemen," ujarnya.

Pengalaman luar biasa bagi Olandina dan Dominggas adalah sistem pembelajaran yang diperoleh di Garefoot Collage India lebih menitikberatkan pada praktek. Teori hanya sedikit sebagai pengantar. "Awalnya piringan elemen ini dibongkar di hadapan kami. Kemudian dicuci baru diajarkan kepada kami fungsi dari setiap elemen dan bagaimana merakitnya agar berfungsi maksimal," tuturnya.

Keduanya mengaku, berkat ketekunan dan kerja sama dengan enam ibu dari Sikka, mereka akhirnya bisa mengenal semua elemen beserta cara merakitnya dalam kurun waktu latihan tiga bulan. Selanjutnya tiga bulan terakhir digunakan ntuk memperkaya pengetahuan mereka di bidang pelajaran lainnya.

"Memang dari sini (Desa Koa) kami hanya diinformasikan bahwa kami akan mendapat pelajaran tentang penerangan (LTS). Sampai di sana kami diberikan pelajaran tata cara membuat kelambu, lilin, kapur tulis, dan (maaf) softex," jelas Olandina.

Tokoh masyarakat Desa Koa, Finsensius Tefa, Rabu (8/7/2015), mengatakan, apa yang dilakukan Yayasan Wadah Titian Harapan merupakan sesuatu yang luar biasa. Namun, ia meminta perhatian dari pemerintah daerah untuk terus membangun infrastruktur dasar lainnya, terutama akses jalan dan jembatan, agar akses transportasi dari dan ke Desa Koa tidak terputus saat musim penghujan.

"Sekarang listrik sudah menyala, air juga sudah ada karena bantuan dari TNI. Jalan sudah diperbaiki oleh pemerintah, tapi kami juga butuh jembatan agar tidak terisolasi saat musim hujan. Karena kalau hujan dan banjir berarti kami tidak bisa ke mana-mana lagi," ujarnya.

Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Koa, Jesaya Liufeto, membenarkan sulitnya akses transportasi dari dan ke Desa Koa, terutama saat musim hujan. Namun dengan adanya penerangan LTS di desanya, akan membantu masyarakat, khususnya anak-anak sekolah untuk mendapat waktu belajar yang lebih panjang, dan orang tua juga bisa beraktivitas lain pada malam hari. "Kami bersyukur karena bengkel LTS ini juga digunakan untuk anak-anak PAUD belajar, ibu-ibu menenun, dan bapak-bapak berdiskusi mengenai pembangunan desa ini," kata Jesaya. (Jumal Hauteas/bersambung)

Sumber Pos Kupang cetak edisi Jumat, 10 Juli 2015, halaman 1

No comments: