Sunday 12 July 2015

Kiprah Orlandia dan Dominggas Seusai Belajar LTS di India II

Meneteskan Air Mata Bahagia

Mendapat perhatian dari pemerintah atau pihak lain dalam bentuk pembangunan fisik secara langsung akan memberikan rasa bahagia yang sangat luar biasa bagi suatu kelompok masyarakat, apalagi sentuhan pembangunan tersebut sudah lama dirindukan oleh masyarakat.

Namun pembangunan yang lebih luar biasa adalah membangun sumber daya manusia untuk mengangkat harkat dan martabat kelompok masyarakat dari keterkebelakangan. Itulah yang dirasakan Dominggas de Jesus, dan Olandina Ranggel, seusai mengikuti pelatihan Listrik Tenaga Surya (LTS) di Garefoot Collage India, September 2014 hingga Maret 2015.

Keduanya ditempa dengan pengetahuan yang biasanya hanya bagi para teknisi dan ahli kelistrikan. Namun kedua ibu yang sudah masuk usia lanjut dan tidak menamatkan pendidikan dasar, kini bisa merakit jaringan listrik. Kebahagiaan Olandina dan Dominggas memuncak saat keduanya berhasil menerapkan ilmu yang mereka dapat di Garefoot Collage India, dengan merakit jaringan listrik bersumber dari LTS di Dusun Fafioban, Desa Koa, Kecamatan Mollo Barat, TTS yang dilakukan sejak April 2015 dan diresmikan Rabu (8/7/2015).

Tanda kebahagiaan tersebut seakan meluap dan saat rombongan Ibu Ani Hasyim Djojohadikusumo masuk halaman Bengkel LTS, Rabu (8/7/2015) sore. Diiringi nyanyian selamat datang dari anak-anak sekolah dan tarian penyambutan oleh warga masyarakat setempat, Olandina dan Dominggas, yang menunggu tepat di pintu masuk ke halaman Bengkel LTS, seakan tak percaya bahwa keduanya akan mendapat penghargaan luar biasa untuk karya mereka yang sulit dipercaya banyak orang.

Karenanya, Dominggas dan Olandina berjabatan tangan dengan Ibu Ani Hasyim Djojohadikusumo, dilanjutkan pelukan hangat hingga kedua ibu ini meneteskan air mata kebahagiaan di pelukan Ibu Ani Hasyim Djojohadikusumo, dan ibu-ibu dari Yayasan Wadah Titian Harapan.

Kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015), Olandina mengatakan, apa yang mereka lakukan saat ini memasang jaringan LTS bagi 185 rumah tangga di Dusun Fafioban, Desa Koa merupakan berkat tak terhingga yang diberikan Tuhan melalui Yayasan Wadah Titian Harapan.

"Kami sangat berterima kasih kepada Tuhan karena melalui Wadah (Yayasan Wadah Titian Harapan), kami bisa belajar penerangan (LTS) di India. Dan, sekarang bisa memasang listrik untuk 185 rumah di dusun kami ini," ujar Olandina.

Olandina juga mengaku masih mengingat pelajaran merakit perangkat LTS yang diperoleh di Garefoot Collage India. Jika harus bagi dengan ibu-ibu yang ada di Desa Koa, keduanya akan dengan senang hati melakukannya untuk kebaikan bersama.

"Saya pasti bagi pengetahuan dengan siapa saja di sini (Desa Koa). Karena ilmu ini saya dapatkan dari pemberian orang lain. Jadi, saya juga harus siap membaginya," ujarnya.

Kebutuhan Air Bersih

Mengenai harapan untuk pembangunan di Desa Koa, Dominggas dan Olandina mengatakan, sejak puluhan tahun silam, baru kali ini ada sentuhan pembangunan secara nyata oleh pemerintah, TNI, dan Yayasan Wadah Titian Harapan.

"Kami berharap pemerintah tidak hanya melihat kami hari ini dan kembali melupakan kami. Tetapi terus memberikan sentuhan pembangunan, agar desa kami merasakan apa yang sudah dirasakan desa-desa lain saat ini," harap Dominggas.

Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Farry Francis, kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015) menjelaskan, pembangunan di Desa Koa masih kurang, namun pihaknya saat ini sudah memberikan perhatian melalui peningkatan infrastruktur dan peningkatan sarana kebutuhan dasar masyarakat setempat berupa pembangunan embung-embung, dan saluran irigasi. Embung dan saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekaligus untuk bercocok tanam bagi masyarakat.

Jalan masuk ke desa itu sebelumnya dari pinggir sungai ke pemukiman warga ditempuh hampir satu jam, karena harus berbelok-belok mencari ruang kosong diantara pepohonan. Tetapi sekarang sudah bisa ditempuh kurang dari 10 menit.

Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Koa, Jesaya Liufeto, Jumat (10/7/2015) mengatakan, Desa Desa Koa merupakan salah satu desa tua di Kabupaten TTS. Namun sentuhan pembangunan di desa ini cukup minim dan harus terus ditingkatkan agar kehidupan masyarakatnya bisa berkembang.

Ia menjelaskan, waktu tempuh ke Desa Koa dari SoE, ibukota Kabupaten TTS saat musim kemarau hanya satu jam. Namun saat musim penghujan, untuk mencapai desa tersebut harus melintasi jalan panjang, mengambil jalur dari Kecamatan Mollo Selatan, kemudian menyeberang melalui Desa Fatukoko dan Desa Salbait, baru tiba di Desa Koa. Itu juga jika tidak terjadi banjir. Karena ada satu anak sungai di Desa Salbait yang belum ada jembatan, sehingga jika banjir masyarakat harus bersabar menunggu hingga banjir surut untuk menyeberang.

Kalau putar lewat Fatukoko dari SoE untuk sampai di Desa Koa butuh waktu hampir tiga jam. Karena jalan yang sudah disertu, terbawa aliran air sehingga boleh dibilang masih jalan alam.

Bupati TTS, Ir. Paul VR Mella, M.Si, kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015) mengatakan, Desa Koa masih tergolong desa terpencil dan belum banyak tersentuh pembangunan fisik.

Apa yang dilakukan Yayasan Wadah Titian Harapan sudah cukup memberikan spirit bagi pemerintah daerah agar tidak hanya membangun dengan pola umum yang selama ini dilakukan dengan mengutamakan pembangunan fisik. Tetapi, peningkatan sumber daya manusia juga penting, karena dengan sentuhan hati melalui masyarakat yang ada di desa, akan melahirkan rasa memiliki bagi masyarakat untuk hasil pembangunan.

"Saya pikir ini sesuatu yang bagus dan luar biasa. Kita selama ini berpikir bahwa listrik itu harus ahli kelistrikan. Tetapi ternyata ibu-ibu yang tidak bersekolah bisa. Pemerintah akan mencoba menggunakan pola pendekatan ini, untuk pembangunan yang lebih baik," katanya.


Desa Koa merupakan salah satu desa di Kecamatan Mollo Barat, Kabupaten TTS. Jumolah penduduk 242 kepala keluarga, terbagi 10 RW dan 23 RT. Desa ini diapit Sungai Noebesi yang cukup lebar, sehingga jika musim penghujan, masyarakat desa tersebut tidak bisa keluar, kecuali menunggu banjir redah atau memilih jalan panjang melintasi Desa Salbait.(jumal hauteas/bersambung)

Sumber Pos Kupang cetak, edisi Sabtu, 11 Juli 2015, halaman 1

Friday 10 July 2015

Kiprah Orlandia dan Dominggas Seusai Belajar LTS di India I

“Pada September 2013, Olandina Ranggel dan Dominggas de Jesus dari Desa Koa, Kecamatan Mollo Utara-TTS, dipilih oleh Yayasan Wadah Titian Harapan untuk ikut bersama enam orang ibu dari Kabupaten Sikka berangkat ke India.Di sana mereka dilatih cara merakit alat listrik, khususnya Listrik Tenaga Surya (LTS).Kini, Olandina dan Dominggas sudah kembali ke Desa Koa. Apa yang mereka lalukan? Inilah catatan wartawan Pos Kupang, Jumal Hauteas, yang mengunjungi desa itu, Rabu (8/7/2015).”
                                                                                                                                                                       POS KUPANG/JUMAL HAUTEAS
NATONI—Pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Ny. Angie Hasyim Djojohadikusumo, Dubes India untuk Indonesia, Gurjith Singh, Bupati TTS, Paul Mella, dan Ketua Komisi V DPR RI, Farry Francis, diterima masyarakat Desa Koa dengan sapaan adat Natoni, Rabu (8/7/2015).
Dari Tangan Keriput Itulah….

Ketika Olandina (50) dan Dominggas (50) terpilih ke India, masyarakat Desa Koa, khususnya di Dusun Fatuoof, tercengang, bingung dan bimbang. Pasalnya, Olandina dan Dominggas, hanyalah ibu rumah tangga yang tidak mengerti apa-apa tentang listrik. Keduanya tidak memiliki ijazah sekolah formal. Olandina putus sekolah dasar di kelas tiga. Dominggas tidak pernah mengenyam pendidikan formal.

Walau demikian, di tengah kebimbangan masyarakat Fatuoof, ratusan kepala keluarga di dusun itu harus merestui kepergian dua ibu ini untuk belajar merakit listrik tenaga surya (LTS) di India. Pasalnya, desa ini tergolong desa terpencil, sangat minim sentuhan pembangunan.

Sarana kebutuhan dasar seperti jalan, air dan listrik yang dinikmati banyak masyarakat di NTT, seolah masih menjadi cerita dongeng bagi masyarakat di Desa Koa.  Karena itu, selepas kepergian Olandina dan Dominggas, masyarakat berdoa dan melakukan persiapan yang diminta oleh pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan semua tim wadah yang ada di Dusun Fatuoof, Desa Koa-TTS.

Persiapan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Koa adalah harus mendapatkan lahan kosong untuk dibersihkan dan dilakukan proses pembangunan satu unit rumah berukuran 7 x 9 meter persegi untuk menjadi bengkel LTS bagi masyarakat setempat. Karena itu, walau bimbang, dengan sedikit harapan yang ada, warga bahu membahu melakukannya dengan senang hati sehingga bengkel selesai dibangun sebelum Olandina dan Dominggas kembali dari pendidikan selama enam bulan di Garefoot Collage, India.

Di balik semangat gotong royong mereka membangun bengkel LTS, masyarakat Dusun Fatuoof, Desa Koa, juga percaya bahwa walau ilmu kelistrikan selama ini identik dengan para insinyur, Garefoot Collage India akan mampu memberikan pendidikan dan pelatihan maksimal bagi kedua ibu ini untuk membawa ilmunya kembali ke Desa Koa. Hal itu terbukti terpilihnya delapan ibu dari Indonesia sebagai tim dengan kualitas dan nilai terbaik untuk semua peserta dari negara yang ikut dalam pendidikan di India itu.

Dari tangan keriput Dominggas dan Olandina, terciptalah penerangan listrik LTS di Desa Koa. Dan, 185 rumah tangga di desa itu kini sudah terang benderang. Pada Rabu (8/7/2015) malam listrik LTS itu diresmikan oleh pendiri Yayasan Wadah Titian Harapan, Ny. Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan Duta Besar (Dubes) India untuk Indonesia, HE Gurjith Singh.

Peresmian dihadiri Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Farry Francis; Wakil Ketua DPRD NTT, Gabriel Beri Bina; Bupati TTS, Ir. Paul VR Mella, M.Si; unsur Muspida TTS, sejumlah anggota DPRD dari Kabupaten Kupang, Kota Kupang, TTS dan ratusan warga Desa Koa, Kecamatan Mollo Barat.

Kepada Pos Kupang, Rabu (8/7/2015), Dominggas dan Olandina mengaku tidak memiliki pengetahuan apa-apa terkait penerangan LTS. Namun karena dorongan dan dukungan dari Ny. Anie Hasyim Djojohadikusumo, dan semua tim Yayasan Wadah Titian Harapan, keduanya bersedia ikut dalam program tersebut dan bersedia belajar untuk memberikan nilai baru bagi masyarakat di Desa Koa.

Bahasa Isyarat

Olandina menuturkan, awal pelajaran di Garefoot Collage India, sulit karena faktor bahasa yang terbatas antara mereka dan tim instruktur. Karenanya lebih banyak komunikasi dengan bahasa isyarat. "Kami akhirnya berdiskusi dengan sesama teman dari Indonesia, dan berusaha mengerti dari warna kabel dan elemen," ujarnya.

Pengalaman luar biasa bagi Olandina dan Dominggas adalah sistem pembelajaran yang diperoleh di Garefoot Collage India lebih menitikberatkan pada praktek. Teori hanya sedikit sebagai pengantar. "Awalnya piringan elemen ini dibongkar di hadapan kami. Kemudian dicuci baru diajarkan kepada kami fungsi dari setiap elemen dan bagaimana merakitnya agar berfungsi maksimal," tuturnya.

Keduanya mengaku, berkat ketekunan dan kerja sama dengan enam ibu dari Sikka, mereka akhirnya bisa mengenal semua elemen beserta cara merakitnya dalam kurun waktu latihan tiga bulan. Selanjutnya tiga bulan terakhir digunakan ntuk memperkaya pengetahuan mereka di bidang pelajaran lainnya.

"Memang dari sini (Desa Koa) kami hanya diinformasikan bahwa kami akan mendapat pelajaran tentang penerangan (LTS). Sampai di sana kami diberikan pelajaran tata cara membuat kelambu, lilin, kapur tulis, dan (maaf) softex," jelas Olandina.

Tokoh masyarakat Desa Koa, Finsensius Tefa, Rabu (8/7/2015), mengatakan, apa yang dilakukan Yayasan Wadah Titian Harapan merupakan sesuatu yang luar biasa. Namun, ia meminta perhatian dari pemerintah daerah untuk terus membangun infrastruktur dasar lainnya, terutama akses jalan dan jembatan, agar akses transportasi dari dan ke Desa Koa tidak terputus saat musim penghujan.

"Sekarang listrik sudah menyala, air juga sudah ada karena bantuan dari TNI. Jalan sudah diperbaiki oleh pemerintah, tapi kami juga butuh jembatan agar tidak terisolasi saat musim hujan. Karena kalau hujan dan banjir berarti kami tidak bisa ke mana-mana lagi," ujarnya.

Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Koa, Jesaya Liufeto, membenarkan sulitnya akses transportasi dari dan ke Desa Koa, terutama saat musim hujan. Namun dengan adanya penerangan LTS di desanya, akan membantu masyarakat, khususnya anak-anak sekolah untuk mendapat waktu belajar yang lebih panjang, dan orang tua juga bisa beraktivitas lain pada malam hari. "Kami bersyukur karena bengkel LTS ini juga digunakan untuk anak-anak PAUD belajar, ibu-ibu menenun, dan bapak-bapak berdiskusi mengenai pembangunan desa ini," kata Jesaya. (Jumal Hauteas/bersambung)

Sumber Pos Kupang cetak edisi Jumat, 10 Juli 2015, halaman 1

Monday 6 July 2015

Semua Jenis Ikan Bakar Itu Enak

·        
                                                                                               POS KUPANG/JOHN TAENA
IKAN BAKAR--Salomi Wara-Amabi (45), warga RT 11/RW05, Kelurahan Kelapa Lima,
Kecamatan Kelapa Lima, sedang menyiapkan ikan bakar milik pelanggannya.
Gambar diabadikan, Sabtu (4/7/2015)
Melirik Usaha Ikan Bakar di Pantai Kelapa Lima

“Semua ikan yang dibakar itu enak. Tapi kebanyakan  pelanggan itu lebih suka ikan Kakap merah dan putih, kombong serta ikan kerapu. Biasanya kalau pas hari raya besar keagamaan atau musim pesta pasti banyak yang telpon dan minta pesan ikan bakar.”

Berbicara masalah ikan bakar, Salomi Wara – Ambi (45), warga RT 11, RW 05, Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang adalah ahlinya. Wanita tiga orang anak ini sudah menggeluti dunia usaha ikan bakar selama kurang lebih 10 tahun. Lokasi usaha ikan bakarnya berada di Jalan Timor Raya, tepatnya di bibir Pantai Kelapa Lima.

Berawal dari saran para pelanggan yang sering datang untuk membeli ikan di lapak sang suami, Salomi Wara – Ambi (45), mulai mendulang rupiah. Tanpa disadari sudah hampir 10 tahun, ibu ini mampu mengais setiap ceceran rupiah yang berhamburan di sepanjang Jalan Timor Raya dengan usaha ikan bakar.

“Ikan Bakar Om Ari” adalah sebuah nama yang tentu sudah tidak asing lagi setiap pengunjung Pantai Kelapa Lima. Bermodalkan racikan bumbu rahasia, sang pemilik usaha ikan yang satu ini dapat meraup keuntungan hingga jutaan rupiah. “Kurang lebih sudah 10 tahun saya bakar ikan di sini. Saya hanya siap bumbu dan bakar, kalau ikan itu mereka beli di tempat lain,” katanya saat ditemui Sabtu (4/7/2015).

Awalnya, kisah Ma Omi, usaha ikan bakar dipinggir Jalan Timor Raya tersebut lahir dari saran pelanggan yang biasa datang ke lokasi itu untuk membeli ikan segar. “Kebetulan suami saya jual ikan di sini, waktu itu banyak pelanggannya yang kasih saran bilang kenapa tidak sekalian bakar?” ujarnya.

Bermodalkan tenaga, arang tempurung dan racikan bumbu rahasia ikan bakar, dirinya mulai merintis usaha itu. Setiap hari dari pagi hingga malam, Ia selalu siap untuk melayani setiap pelanggan yang datang membawa ikannya untuk dibakar. Biaya yang dikenakan kepada setiap pelanggan pun bervariasi. Ha ini tergantung dari besar atau kecilnya ukuran ikan yang hendak dibakar. “Paling rendah itu Rp 10 ribu dan paling tinggi itu Rp 75 ribu, tergantung dari ukuran ikan yang mau dibakar,” jelas istri dari Samuel Wara (52) itu.

Biasanya pada hari libur atau musim pesta seperti wisuda, permandian, sunatan masal dan pernikahan masal, usaha ikan bakar ‘Om Aris’ pasti akan diserbu oleh para pelanggan. “Kadang kalau sonde bakar, pelanggan dong kecewa. Jadi kalau sudah rame, nanti ada suami dan anak – anak yang bantu. Paling ramai  itu biasanya musim pesta atau hari libur seperti sekarang, itu ikan  di sini bisa habis. Tidak selamanya mereka beli di sini, ada yang beli di tempat lain tapi datang antar baru bakar di sini,” ujarnya.

Setiap hari, paling kurang sekitar 15 kilo gram racikan bumbu rahasia ikan bakar dihabiskan. Hasil dari usaha ikan bakar tersebut dipakai untuk membiayai dan menghidupi keluarga. Selain itu dimanfaatkan untuk biaya pendidikan anak dan juga menabung. “Bilang saja tidak tau, pokoknya cukup untuk bisa makan, minum dan kasih sekolah anak,” kilahnya saat ditanya tentang penghasilan rata – rata setiap bulan yang diperoleh dari usaha bakar ikan.

Di tempat bakar ikan ‘Om Ari’ Sabtu (4/7/2015) terdapat ratusan pelanggan yang datang membawa ikan dari berbagai ukaran untuk dibakar. Harga untuk sekali bakar perekor bervariasi, mulai dari Rp 10 hingga Rp 75 ribu.  Selama kurang lebih satu jam, mulai dari sekitar pukul 12 – 13.00 Wita, penghasilan yang diraup oleh berkisar  Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta.(jet)

Sumber Pos Kupang cetak, edisi Minggu, 5 JULI 2015. Halaman 5 

Kuliner Jagung Titi dari Flotim

Suara Dentang Batu Beradu di Dapur-dapur

                                                                                                                   POS KUPANG/SYARIFAH SIFAT
JUAL JAGUNG --Bahria Lamado (45), warga Dusun I, Desa Lamawai, Kecamatan Solor Timur, menjual jagung titi di Pasar Inpres Larantuka, Kamis (2/7/2015). 
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA --- Pulau Adonara bukan hanya terkenal karena perang tanding antar-saudara memperebutkan lahan, tapi juga sangat terkenal karena jagung titi. Inilah kekhasan Pulau Adonara, bahkan Kabupaten Flores Timur (Flotim).

Belum lengkap jika seseorang berkunjung ke Flotim saat pulang tidak membawa oleh- oleh jagung titi. Jagung titi merupakan pangan lokal yang dibuat dengan cara tradisional. Bukan seperti kebanyakan sekarang emping jagung -- mirip jagung titi -- hasil olahan industri rumah tangga.

Ketika berkunjung ke Flotim, Anda bisa saksikan di Pulau Adonara, Pulau Solor dan sebagian di Kota Larantuka, Ibukota Kabupaten Flotim, hampir semua rumah pasti punya alat pembuat jagung titi. Sebab, hampir semua perempuan dan sedikit laki-laki dewasa hingga anak-anak mahir membuat jagung titi.

Jagung titi adalah jagung yang dititi pakai batu lempeng hingga jagung menjadi lempeng. Cara membuat jagung titi sangat sederhana, jagung dipipil dari tongkolnya lalu disangrai atau digoreng tanpa menggunakan minyak selama 5-7 menit menggunakan periuk tanah hingga setengah matang.

Lalu jagung diangkat menggunakan tangan kosong dan dititi di atas batu kali yang dikepalkan dengan tangan. Prosesnya dilakukan satu per satu hingga butiran jagung itu memipih. Dan jadilah jagung titi.

Batu yang digunakan untuk meniti jagung, yaitu batu kali (pantai) yang kokoh dan lempeng, sebagai landasan, kemudian sebuah batu sebesar genggaman tangan orang dewasa untuk meniti.

Jagung titi yang berkualitas tinggi adalah jagung titi yang saat dikunya rasanya gurih. Karena itu, ibu-ibu dan anak putri yang biasanya titi jagung selalu memilih jagung pulut. Jagung pulut warnanya putih dan memiliki kekhasan sendiri. Rasanya benar- benar enak dan gurih.

Sedangkan jagung yang warnanya kuning membutuhkan tenaga yang kuat. Tukang titi jagung juga harus paham saat meniti jagung, terutama saat menggoreng jagung. Jagung tidak hanya setengah matang baru dititi, tapi dibutuhkan insting untuk merasakan apakah itu sudah pas untuk dititi atau belum.

Jika insting peniti jagung bagus, maka jagung yang dititi hasilnya gurih dan enak rasanya, walaupun tanpa digoreng atau dioven. Selain itu, jagung titi yang rasanya enak adalah jagung titi yang terbuat dari jagung muda. Jika hendak makan jagung titi muda, bahannya diambil dari jagung yang baru saja dipanen.

Kulitnya dikupas lalu jagung dijemur sampai kering (kadar air harus rendah) baru kemudian dititi. Dan, jika sudah diolah sedemikian rupa, rasanya enak sekali dan harganya lebih mahal dari jagung titi biasa. Namun jagung titi muda hanya dapat ditemukan pada saat musim panen jagung.

Biasanya proses pembuatan jagung titi dilakukan di dalam pondok atau rumah kecil yang dibuat khusus untuk pengolahan jagung titi. Namun, ada juga yang jagung titi dalam rumah di atas tungku tiga batu, yang juga dipakai untuk keperluan memasak makanan sehari-hari di rumah, di pondok di kebun, atau di mana saja ada orang tinggal.

Dan, tahukah Anda, bahwa segenggam jagung titi yang Anda pegang, tidak dibuat secepat kita menghabiskannya? Jagung dititi dalam butiran-butiran, dan sekali titi hanya terdiri dari satu, dua, atau tiga butir jagung. Satu tempayan jagung seukuran satu toples bisa diselesaikan dalam waktu lebih dari satu jam.

Jagung sejak nenek moyang menjadi makanan pokok. Sebab dulu, masyarakat Adonara dan sekitarnya tidak mengenal beras. Baru setelah masyarakat mengenal beras, maka dilakukan konversi jagung ke beras. Karena itu, bisa dibayangkan tiga kali sehari atau dua kali sehari warga Adonara atau warga Flotim pada umumnya akan memakan jagung.

Untuk balita, selain makan pisang, ada orangtua yang memberi balita jagung. Prosesnya, jagung dipipil kemudian direbus hingga menjadi bubur atau yang sekarang dikenal dengan sebutan jagung sereal.

Cara membuat bubur jagung zaman dulu sederhana, jagung titi diletakan di wajan dan tambah air lalu direbus hingga hancur seperti bubur baru kemudian ditambah garam secukupnya.

Selain sebagai pengganti makanan pokok, kini jenis jagung titi sudah banyak, seperti kerupuk. Bahkan sekarang jagung sudah diolah dalam berbagai rasa antara lain, rasa original, rasa coklat, dan rasa asin. Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, sebagaimana dikutip dari simpetadonara.blogspot.com, pernah mengisahkan begini.

"Di desa saya, jagung titi cukup mewarnai kehidupan warga. Tidak sekadar kata. Kalau beberapa tahun lalu Anda berada di kampung saya, maka pagi-pagi akan kedengaran suara dentang batu beradu di dapur-dapur rumah tempat ibu-ibu membuat jagung titi. Seperti musik. Pernah dalam waktu tertentu, dentang batu bahkan dijadikan pertanda waktu. Saya bangun tepat dentang batu pertama berbunyi, demikian orang menunjukkan kapan waktunya bangun. Atau saya terjaga waktu terdengar dentang batu itu."

Sebagian besar ibu-ibu dan anak gadis hampir pasti diberi kewajiban untuk melakukan pekerjaan ini, meniti jagung. Sedangkan bagi laki-laki, ini dipandang sebagai pekerjaan dapur dan urusan para wanita. Tidak cuma menyiapkan hidangan itu. Di ladang jagung, kaum wanita juga berperan.

Mereka menugal, menanam, hingga memanen. Sedangkan laki-lakinya dominan di membuka kebun, membersihkan ladang, dan urusan pergudangan di lumbung. Pada acara-acara kebersamaan, jagung titi adalah hidangan yang utama. Setiap keluarga bisa mengumpulkan masing-masing jagung titi kepada petugas untuk kemudian dibagikan lagi pada saat acara minum bersama. Bagi sahabat maupun anggota keluarga yang lagi perantauan, jagung titi akan menjadi tanda cinta mereka yang di kampung untuk kalian.


STORY HIGHLIGHTS

* Alat Titi Jagung Batu Lempeng

* Digoreng Tanpa Minyak Tujuh Menit

* Menggunakan Periuk Tanah


Saturday 27 June 2015

In Memoriam Ben Mboi


  • “Saya Telah Mencapai Point of No Return”
                                                                                                                                                            Istimewa
PRABOWO--Ketua DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, didampingi Ketua Komisi V DPR RI, Fary Dj Francis, mendoakan jenazah mantan Gubernur NTT, dr. Ben Mboi, di rumah duka di Jakarta, Selasa (23/6/2015). 
“Saya telah mencapai point of no return. Melihat ke belakang sekarang, saya memilih probabilitas hidup yang 40 tahun persen itu,” tulisnya dalam memoar Ben Mboi, Memoar seorang dokter, prajurit, pamong praja halaman 46.  

Apa yang disampiakan oleh Ben Mboi ini sebagai respons dari briefing terakhir  dari Panglima Operasi Mandala Mayor Jendral Soeharto Di Pangkalan Udara Amahai, Pulau Seram, Maluku, tanggal 23 Juni 1962.

“Tugas kalian cukup berat. Saya perkirakan sekitar 60 persen dari kalian tidak akan kembali dan hanya 40 persen yang bisa selamat. Yang merasa ragu – ragu sekarang masih dapat mundur…” kata Mayjen Soeharto. Nyatanya tak seorang pun dari 206 anggota pasukan gabungan yang akan diterjunkan ke belantara Irian Barat yang mengambil tawaran itu.

Ben Mboi baru saja lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan secara sukarela ikut operasi militer parakomando. Penerjunan dengan tiga C-130 hercules itu dipimpin kapten Benny Moerdani (29), selaku komandan Gugus Tugas Operasi Naga, dan Kapten Bambang Soepeno sebagai wakilnya.

Dalam biografi Benny Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis, yang ditulis Julius Pour disebutkan, penerjunan di malam itu tak sepenuhnya berlangsung mulus.  Setidaknya delapan orang tewas karena masuk rawa, seorang dibunuh penduduk, seorang lagi meninggal karena sakit, dan tujuh hilang. Sebaliknya Benny  dan pasukannya berhassil mengikat 500 marinir Belanda.

Secara keseluruhan, upaya mengembalikan wilayah Irian Barat dari Belanda itu dinamai Operasi Trikora di bawah pimpinan langsung Presiden Soekarno. Untuk operasi militer itu, Bung Karno membeli banyak persenjataan dari Uni Soviet, diantaranya 24 pengebom Tu-16 yang amat ditakuti Barat serta segerombolan pesawat tempur MiG-19 dan MiG-17. Posisi Tu-16 amat strategis karena bisa digunakan untuk mengebom kapal induk Karel Doorman, senjata utama Belanda yang telah lego jangkar di perairan Biak.

Total TNI – Polri yang diterjunkan le Irian mencapai 1.419 orang. Dari jumlah itu, 216 orang gugur dan 296 lainnya ditangkap. Atas prestasinya, Benny Moerdani mendapat kenaikan pangkat menjadi mayor dan anugerah Bintang Sakti yang disematkan langsung oleh Bung Karno di Istana Merdeka pada Februari 1963. Ben Boi pun menerima anugerah serupa. Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapat penghargaan ini.

Peristiwa tanggal 23 Juni 1962 itu sepertinya kembali terjadi. Betapa tidak pada tanggal 23 Juni 2015, Ben Boi berada dalam posisi pasrah untuk menerima hari – hari terakhir hidupnya di dunia. Sebab, pukul 00.05 WIB, tanggal 23 Juni 2015, Ben Mboi menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Pondok Indah setelah keluar masuk rumah sakit sejak 19 Mei 2015.

Menurut penuturan Ignas Lega, yang sempat menjenguk almarhum di RS Pondok Indah, saat di RS almarhum masih bisa berkomunikasi walaupun sejumlah peralatan medis menempel di mulut dan hidungnya.

Bahkan ketika ditanya dokter terkait obat – obat yang dikonsumsinya selama diserang stroke, Ben Mboi masih bisa mengingat dan menulisnya secara jelas jenis obat yang dikonsumsinya. Termasuk tanggal dan tahun diserang stroke.
Perjuangannya selama selama di RS untuk sembuh masih sangat kuat. Namun, Tuhan memiliki maksud yang tidak dapat dimengerti manusia. Pada tanggal 23 Juni 2015 itu, kalimat yang sempat diungkapnya, “Saya telah mencapai point of no return” menjadi titik terakhir perjalanan hidup di dunia ini.

Hari ini Ben Mboi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di tempat ini Ben Mboi berkumpul dan “bersua” teman – teman bahkan komandannya ketika terjun untuk merebut Irian Barat. Acara pemakaman diawali seremoni adat ‘takeng peti’ dan ‘poe woja agu latung.’  Disusul misa requiem di Gereja St. Stefanus Cilandak dan seterusnya ke TMP Kalibata untuk dimakamkan secara militer. Selamat Jalan Pa Ben, jasamu terus kami kenang. (ery/dariberbagai sumber)

Diterbitkan pos kupang edisi cetak Kamis 25 Juni 2015

Ia Mengelus Lalu Mencium Patung Wanita Itu

                                                                                                                                                             POS KUPANG/SIPRI SEKO
Pantai Batu Nona di Kelurahan Lasiana, merupakan pilihan alternatif wisata pantai yang sangat mempesona.
SORE itu, seorang anak kecil berusia sekitar tujuh tahun berdiri sambil mengelus-elus sebuah patung yang nampaknya belum sebulan dipasang. Ada empat patung berbentuk dewa dan dewi dipasang di atas batu karang yang menjorok masuk ke dalam laut.

Anak kecil berambut keriting itu nampak tak peduli dengan panasnya teriknya mentari. Angin yang bertiup kencang, membuat rambutnya yang tak diikat, seperti hendak terangkat dari kepalanya. Sesekali anak itu memeluk patung wanita yang lebih tinggi darinya itu. Ia bahkan nekat mencium pipi patung wanita itu sambil tertawa puas.

Moment ini tak lepas dari jepretan kamera handphone kakaknya yang berusia sekitar 12 tahun. Kedua bocah cilik ini nampak sangat menikmati keberadaanya di Pantai Batu Nona. Puas bermain dengan patung-patung ini, kedua bocah perempuan ini beralih ke tempat duduk yang dibangun dengan semen. Namun hanya sebentar, karena di situ tertulis, yang duduk di kursi harus membayar.

Keduanya lalu masuk ke dalam laut. Air yang surut, membuat hamparan pasir di pantai yang bersih membuat keduanya tak ragu-ragu bermain pasir ataupun meloncat masuk ke dalam laut. Mereka nampak tak peduli dengan ratusan orang yang juga ikut menikmati keindahan Pantai Batu Nona.

Sejak dua bulan belakangan, pantai Batu Nona yang terletak di Kelurahan Lasiana nampak mulai ditata. Pantai yang terletak di antara Pantai Nunsui, Kelurahan Oesapa dan Pantai Lasiana, sudah mulai dikelola sebagai tujuan wisata. Kalau sebelumnya untuk masuk ke pantai ini tidak dipungut biaya, saat ini sudah ada. Sebuah palang sederhana dipasang di jalan masuk ke Pantai Batu Nona. Untuk sepeda motor dikenakkan tarif Rp 2.000 sedangkan mobil Rp 5.000.

Pungutan ini langsung dilakukan oleh warga setempat. Mereka mengaku, pungutan itu dilakukan sebagai biaya untuk membersihkan dan menata pantai agar tetap indah. Pungutan itu, kata mereka, sudah atas persetujuan pihak kelurahan yang dipercayakan kepada para tuan tanah. Dalam sehari, mereka bisa mendapat pemasukkan di atas Rp 200 ribu dan di atas Rp 500 ribu bila hari libur atau hari minggu.

Sebuah rumah makan yang menyediakan aneka masakan sea food dibangun di pantai itu. Ada juga tenda yang dibangun untuk pengunjung yang ingin makan aneka makanan yang disiapkan oleh pengelola kafe. Pengunjung bisa memanfaatkan fasilitas live music yang disiapkan pengelola kafe. Sebuah kolam renang berbentuk bulat dibangun di tepi pantai itu. Kolam ini, biasanya digunakan oleh mereka yang ingin membersihkan diri setelah mandi air laut.

Pantai yang dipenuhi pohon lontar, kelapa dan pohon lainnya ini memang tepat sebagai lokasi untuk sekadar melepas lelah sambil menikmati keindahan laut. Rindangnya pepohonan di sepanjang garis Pantai Batu Nona membuat warga sering menggunakannya untuk berbagai kegiatan seperti arisan, diskusi dan lainnya. Ada warga yang membawa ikan segar, membakarnya lalu makan di lokasi ini. Bahkan terkadang terlihat beberapa pemuda tanggung yang membeli sopi lalu menikmatinya bersama-sama di Pantai Batu Nona.

Pantai Batu Nona sudah menjadi salah satu favorit wisata pantai di Kota Kupang. Laut dan pasirnya yang bersih, membuat orang rela berlama-lama datang ke lokasi ini. Perlahan-lahan, pantai yang sebelumnya gratis dinikmati ini, mulai dikelola untuk mendatangkan keuntungan ekonomis bagi warga setempat. (eko)

Sumber http://kupang.tribunnews.com/2015/04/27/ia-mengelus-lalu-mencium-patung-wanita-itu

Pantai Kelapa Satu Tenau: Pesona yang Belum Dikenal

                                                                                                                                                            POS KUPANG/JOHN TAENA
 Pengunjung Pantai Kelapa Satu, Kelurahan Alak, Kota Kupang, menikmati keindahan alam sambil berfoto. Jumat (1/5/2015).
MENIKMATI liburan sekaligus melaksanakan tugas jurnalistik. Pantai Kelapa Satu, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang adalah pilihan yang tidak salah. Yaah! Tidak salah untuk menghabiskan hari libur kali ini. Pesona dari Tanjung Lontar memang belum dikenal oleh khalayak banyak, namun bukan berarti tidak mampu memikat hati setiap pengunjung.

Riuh suara sekawanan monyet yang tidak mau kalah dari hiruk pikuk arus lalu lintas Jalan M. Praja akan menyambut setiap pengunjung. Dari dalam hutan bidara dan kusambi, kicuan beraneka jenis burung memanjangkan telinga. Bak seorang bidadari yang hendak memamerkan kecantikannya untuk menyambut Pos Kupang, demikian hempasan gelombang laut dan buih di atas karang pantai.

Keindahan laut biru Tanjung Lontar baru setiap orang yang hendak melepas lelah pada hari libur dari segala kepenatan. Hutan kusambi dan bidara yang tumbuh rimbun di sekitar areal pantai sepanjang kurang lebih 2.000 meter ini akan menyajikan udara nan sejuk di siang hari. Begitupun cahaya kuning keemasan dari matahari ketika hendak kembali ke perut bumi terlihat indah saat menyentuh dahan-dahan pohon di hutan Pulau Semau.

Anggi Baba, warga Kuanino bersama dua orang anaknya adalah pengunjung yang sering mendatangi Pantai Kelapa Satu. Dia mengatakan, lokasi obyek wisata yang satu ini belum dilirik oleh pemerintah. "Kalau menurut saya, selama ini pemerintah hanya melihat Gua Monyet, sementara pantai ini belum," katanya.

Bukan tanpa alasan, pengunjung pantai kelapa satu berpendapat demikian. Akses menuju pantai yang berjarak sekitar dua ratus meter dari tepi Jalan M Praja tersebut belum ada. Kendaraan pengunjung diparkir di sekitar Gua Monyet. Selanjutnya para pengunjung akan berjalan kaki menusuri jalan setepak dan hutan belukar menju lokasi pantai. "Contohnya jalan masuk menuju pantai ini saja belum ada. Padahal ini adalah salah satu dan mungkin pantai terakhir di Kota Kupang yang belum rusak dan masih asli," ujar Anggi Baba.

"Di sini sejuk dan masih natural, tidak seperti pantai lain di Kupang. Kalau bisa jangan dimodifikasi, apalagi bangun gedung-gedung besar. Pantai ini belum dikenal dan memang belum banyak pengunjung, tapi biasanya kalau liburan saya dan teman-teman datang ke sini," ujar Cristian Putra, pelajar SMP di Kota Kupang yang datang bersama teman-temannya.

Setiap kali mengunjungi Pantai Kelapa Satu, para pelajar SMP ini akan enggan kembali sebelum matahari terbenam. Ketika matahari terbenam, pemandangan elok akan disajikan oleh alam dari dahan-dahan pohon di hutan pulau seberang, Semau. Selain itu juga keindahan pesona laut Tanjung Lontar akan melengkapi kunjungan setiap orang hingga petang di Pantai Kelapa Satu.

"Kami biasanya tunggu sampai sore baru pulang. Sebelum pulang kami mau melihat sunset di Pulau Semau biar minggu depan ujian bisa berjalan lancer," candanya. (john taena)


Sumber http://kupang.tribunnews.com/2015/05/04/pantai-kelapa-satu-tenau-pesona-yang-belum-dikenal

Thursday 26 March 2015

Korban Lakalantas Polisikan Seorang Gadis Cantik



ilustrasi gadis cantik oleh  google
Humbahamu.com — Ina Du’e (25) seorang gadis cantik di bilangan Jalan H.R. Korah
tidak pernah menyangka sebelumnya untuk menghabiskan hari liburnya di ruang pelayanan sentral kepolisian (RSPK) Sumba Timur. Peristiwa naas yang terjadi di Taman Kota Waingapu, Kamis (26/3/2015) ini bermula dari niat tulusnya untuk “melempar” kepada Umbu Raeng (27) sekitar pukul 16.00 Wita.

Kepada petugas di RSPK Sumba Timur, Umbu Raeng menjelaskan luka pada ke dua lutut dan lengannya yang terus berdarah itu disebabkan oleh ulah Ina Du’e. Selain itu korban mengaku tidak pernah mengenal pelaku sebelamnya namun dirinya merasa aneh dan heran ndengan perbuatan pelaku yang “melempari” dirinya dengan semyuman.

"Tadi saya mau ke pasar pake sepeda motor kongkor ini di jalan. Jadi begini pak, waktu sampai samping hotel merlin pas di belok masuk pasar, itu cewek jalan berlawanan arah dengan saya. Dia melemparkan senyuman kepada saya, tapi saya bingung karena tidak kenal makanya saya perhatikan terus dia. Lebih heran lagi semakin saya perhatikan, koq lama-lama dia pu senyumannya itu semakin lebar dan adu hai….. Saya pu jantung ini Depdikbud pak, waaaah rasa – rasanya mau copot saja. Saya terbuai, terlena dan terkapar jatuh menabrak tali kambing di pinggir jalan itu. Saya kehilangan kesimbangan dan rebah,” jelasnya.



Lebih lanjut korban menjelaskan, “Saya pu ini... Ini penuh dengan tai kambing pak. Tai kambingnya masih hangat lagi. Ada sedikit yang ketelan salah. Rasanya sengsara sekali Pa…. Tolong hukum itu nona Pak. Bilang dia pu nama itu ina du’e. Dia melakukan tindakan kriminal karena sudah melempar saya, walaupun bukan batu yang dia pake lempar tetapi senyuman yang dia lempar itu bagaikan menggetarkan jiwa. Makanya saya hilang keseimbangan,” kisah umbu raeng dengan gaya tutur sambil menangis karena tidak bisa mengendalikan emosinya.

Empat orang petugas polisi yang bertugas di RSPK semakin bingung. Para petugas yang menerima korban itu tidak pernah membayangkan ssebelumnya akan menerima materi laporan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam kebingunan, para petugas kepolisian sedikit tersenyum dan berusaha menenangkan Umbu Raeng.

Melihat kondisi korban yang berdarah akibat lakalantas tersebut, seorang petugas polisi dengan lembut dan halus serta penuh canda berusaha bertanya lagi. "Umbu… Umbu ternyata hari ini cintamu berakhir di tai kambing ya? Hehehe...yang sabar ya umbu," katanya sambil mengetik laporankorban. Sementara beberapa petugas yang lain di RSPK terlihat saling berbisik. Mereka kelihatan kebingungan entah Ina Du’e akan dijerat pasal berapa dalam peristiwa itu. Hingga saat ini belum bisa dijelaskan oleh pihak kepolisian.

Kepada wartawan di sela – sela isak tangisnya, Umbu Raeng mengaku masih terbayang-bayang dengan senyuman Ina Du’e."Senyumannya manis pak bisa bikin kenyang seketika. Tadinya saya lapar sekali jadi mau jalan pi cari warung makan, tapi herannya setelah melihat senyuman itu saya langsung kenyang pak. Mungkin senyumannya itu mengandung energy, tapi semoga saya bukan kenyang karena tai kambing pak," urainya yang ternyata juga seorang peternak kambing sukses.


Sementara Ina Du’e, pelaku "pelemparan" senyuman kepada korban saat ditemui di tempat terpisah, kepada Humbahamu.com, mengakui perbuatannya. Dengan singkat, padat jelas dan dia mengatakan, "Benar pak, saya memang tersenyum padanya. Tetapi saya kenal betul dia koq. Dia pernah tinggal gratis di hatiku cukup lama pak. Kalau tidak mau disenyumi cewek, tolong pak suruh dia jangan sampai secakep sekarang ini. Soalnya dulu dia biasa – biasa saja," kata Ina Du’e sambil menusuk lubang hidung dengan jari kelingkingnya.(dilarangtertawa/hbh)

Wednesday 18 February 2015

Meyza Mawarila Jamil di Luar Zona Nyaman



Meyza Mawarila Jamil
Kegagalan hanya situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam makna positif. Ingat, Amerika Serikat merupakan hasil dari kegagalan total sebab Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia,” demikian petuah klasik nan puitis dari seorang penulis kondang berkebangsaan Italia, Eugenio Barba, yang mungkin  tidak dimaknai oleh semua orang.

Berbeda dengan salah satu karyawan BPJS Cabang Waingapu, Sumba Timur yang satu ini. Sebagai orang muda, dirinya selalu melihat peluang menuju kesuksesan dari balik kegagalan. Senyum manis selalu dihadiahkannya sebagai penyemangat untuk menapaki setiap anak tangga menuju puncak prestasi tertinggi.

Sikap dan tutur katanya halus. Memiliki wajah yang ayu bak seorang putri kerajaan, tidak membuat dirinya angkuh. Raut wajah yang cerah ceria dan senantiasa dipadu senyum manis dari balik bibir tipisnya, membuat wanita itu terlihat begitu anggun. Menyapa dengan lembut, penuh kehangantan paling tidak inilah kesan yang dialami Pos Kupang saat bertemu dan berbincang – bincang dengan Meyza Mawarila Jamil di kantor BPJS Cabang Waingapu, Sumba Timur, Senin (12/1/2015).

“Jangan hanya mencari kawan yang membuat kita merasa nyaman, carilah juga kawan yang memaksa kita untuk terus berkembang,” saran  perempuan kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), 2 Mei 1990 ini.

Jika seseorang tetap memilih hidup dalam zona nyaman, demikian Meyza, nyaris sudah dapat dipastikan yang bersangkutan akan sulit berkembang. Sebaliknya, mereka yang mau mencoba keluar dari zona nyaman, bisa dipastikan akan keluar sebagai penakluk tantangan dan menjadi sang juara. “Target dan tujuan dalam hidup itu sangat penting. Saya adalah orang yang keluar dari zona nyaman,” ujar dara manis yang akrab disapa Meyza ini. 

Setiap kalimat yang terucap, senantiasa dihiasi dengan senyum dari bibir tipisnya sebagai ciri khas seorang putri. Meyza tentu merupakan sebuah nama yang sudah tidak asing lagi bagi para pencinta kontes kecantikan di Tanah Air. Pasalnya sebagai orang muda berprestasi, Meyza pernah didaulat untuk mewakili NTB menjadi Putri Indonesia 2009. 



Menurut putri sulung dari pasangan Drs. Burchazwar Jamil dan Maria Jamil, tidak ada tantangan yang tidak bisa ditaklukan. Namun untuk menaklukan setiap tantangan, dibutuhkan optimisme dan semangat untuk terus belajar. Selain itu, tutur Meyza, kalau seseorang mau belajar dari kegagalannya, ia akan berbenah dan tampil lebih baik di masayang akan datang.

Wanita yang punya hobby modeling, membaca dan menulis ini, mengatakan, kalau belum berhasil mungkin itu kemenangan yang tertunda. “Kadang – kadang sesuatu yang kita bilang tidak bisa, tapi kalau berusaha pasti bisa.  Misalnya kalau kalah dalam sebuah perlombaan, terus kita perbaiki setiap kekurangan yang ada, tentu akan menjadi seorang pemenang pada perlombaan yang akan datang. Poinnya kegagalan itu dijadikan cambuk untuk menjadi yang lebih baik,”  katanya.

Sebagai seorang mantan Putri Indonesia 2009, Meyza memiliki pandangan tersendiri bagi dunia pariwisata NTT, khususnya Kabupaten Sumba Timur. “Sumba Timur memiliki potensi yang cukup besar di sektor pariwisata. Ada beberapa faktor yang selama ini belum diperhatikan, seperti akses transportasi menuju setiap obyek wisata. Begitupun dengan promosi pariwisatanya juga belum maksimal,” ujarnya.

Salah satu mantan duta wisata NTB ini berharap, ke depan Pemkab Sumba Timur harus lebih mengoptimalkan pengelolaan industri pariwisata di daerah itu. Pasalnya banyak potensi pariwisata, baik alam maupun budaya, yang belum  mendapat perhatian selama ini. Akibatnya, harapan untuk menarik perhatian para wisatawan domestik maupun manca negara belum tercapai. 

“Setiap daerah memiliki keunikan dan asset pariwisatanya masing – masing. Alam Sumba Timur itu seperti New Zeland. Saya berharap pemerintah dan pemimpin yang akan datang, bisa memperhatikan industri pariwisata di daerah ini,” saran lulusan Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram (Unram) tahun 2011 ini.(john taena)

Diterbitkan Pos Kupang cetak edisi Senin, 19 Januari 2015

Sunday 4 January 2015

Menulis Dapat Mencegah Stress dan Post Power Syndrome



Ilustrasi orang stress (Google)
Beta pernah mengajak tuan dan puan untuk menulis. Tahun lalu anda diajak untuk membuat  tulisan – tulisan sederhana sebagai publikasi diri. Itu baru salah satu contoh dari manfaat menjadi blogger dan rajin menulis. Mungkin pernah terbayang dan mungkin juga tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau menulis itu banyak manfaatnya termasuk untuk kesehatan.

Di sisi lain keuntungan dari menulis adalah mendapat kebanggaan tersendiri. Sebuah kebanggaan yang tak ternilai harganya. Dan hanya akan bisa diperoleh, ketika sudah menghasilkan sebuah tulisan, baik dalam bentuk buku maupun artikel sederhana.

Ketika tuan dan puan membuat sebuah tulisan lalu membayangkan jika suatu saat sudah tiada, sementara tulisan – tulisan kita masih tetap bertahan untuk dinikmati dan dibaca oleh generasi berikutnya. Katakanlah, tulisan yang dibuat saat ini akan dibaca oleh generasi mendatang pada tahun 2320 M. Tentunya sebagai pemilik tulisan itu sendiri anda akan merasa bangga, karena saat itu kita sudah tidak bisa berkata – kata lagi tapi pikiran kita masih terus terlihat dalam tulisan.

Puan mungkin sudah tiada, namun anak, cucu, cicit dan seluruh keturunannya akan bangga. Mereka bangga karena memiliki seorang moyang yang tidak hanya menghabis hidupnya untuk berbicara, melainkan bisa meninggalkan warisan dalam bentuk tulisan yang terus menerus dibaca oleh semua orang. Itulah yang disebut dengan warisan peradaban yang tak ternilai harganya.

Tuan, kata – kata akan terus berlalu dan hanyut bersama perjalanan sang waktu. Namun tulisan – tulisan akan tetap bertahan sampai kapanpun. Coba bayangkan di masa mendatang, pikiran yang tertuang dalam bentuk tulisan itu akan dikutip oleh seseorang. Saat orang itu berbicara di depan khalayak banyak, sambil mengutip dan ada namamu juga yang disebut.



Pikiran seseorang yang sudah dituangkan dalam tulisan bukan tidak mungkin akan menjadi inspirator. Misalnya sebuah tulisan tentang solusi – solusi hidup di perabadan modern. Bukan tidak mungkin juga sebagai pemilik tulisan itu sendiri, akan dianggap sebagai pemberi inspirasi dalam hal tertentu. Atau sebuah tulisan fiksi akan dijadikan hiburan. Otomatis anda sudah menjadi penghibur luar biasa bagi manusia lain di masa mendatang dari sekarang hanya dengan sebuah tulisan.

Berbicara tentang aktifitas tulis menulis, mungkin kebanyakan kita tidak pernah menyadari bahwa saat melakukan aktivitas demikian sangat bermanfaat untuk kesehatan. Setidaknya dapat mencegah kepikunan. Yaah kepikunan karena saat menulis sesuatu, terdapat ribuan bahkan jutaan jaringan otak kita saling keit mengait satu sama lain dan bergerak aktif dengan lincahnya  di dalam kepala kita.

Jika tuan dan puan tidak menggerakan sel – sel otak di dalam kepala, maka bersiap – siaplah untuk segera pikun. Alasannya sederhana, karena kalau sel – sel otak dalam kepala dibiarkan diam dan pasif terlalu lama, maka lambat laun akan mati. Semakin banyak jaringan otak yang mati, semakin cepat pula anda mengalami kepikunan.

Memang benar ada juga unsure negative yang beresiko bagi bagi kesehatan jika seseorang duduk terlalu lama untuk menulis. Namun kalau seseorang rajin menulis buku atau artikel apapun, akan lebih banyak mendapat manfaat positif bagi kesehatannya dibanding yang negative.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan, penyebab penyakit bagi diri manusia ditemukan lebih banyak karena factor stress. Sementara unsur fisik hanya menyumbang sekitar 10 persen. Ketika kita sudah membiasakan diri, untuk menyalurkan seluruh pikiran dan perasaan lewat sebuah tulisan sekecil apapun, otomatis dan sudah pasti akan terhindar dari stress.

Disaat menulis segala seseuatu, terdapat tiga unsure penting sebagai inti dalam diri mansia manusia akan diaktifkan pada saat yang bersamaan. Otak diaktifkan, hati dan jiwa pun demikian, kemudian perasaan dituangkan dalam tulisan. Inti dari diri manusia adalah otak, hati dan jiwa. Para blogger yang sebelumnya mengalami stress, dengan sendirinya hilang dan kesehatan kita sebagai manusia tetap terjaga bila sudah mulai menulis.

Stress biasanya dialami oleh seseorang saat perasaannya tidak dapat disalurkan. Begitupun istilah post power pyndrome yang mungkin sering kita dengar dan biasanya lebih sering dialami oleh para pensiunan. Meskipun baru saja menjalani masa pensiun, tapi seseorang sudah menikmati beberapa jenis obat penawar dalam mengisi hari – harinya. Maka menjadi orang yang rajin menulis, baik masih berusia muda maupun sudah tua, kita akan mampu menyalurkan perasaannya dan terhindar dari stress.  


Bila saat ini tuan dan puan masih aktif dan muda, sesibuk apapun pekerjaan anda cobalah meluangkan waktu paling tidak 30 menit setiap hari. Upayakan sebisa mungkin untuk menghindari stress dengan menulis.

Sudah saatnya sekarang, ambilah bagian menjadi seorang blogger pada akun blog gratisan sekalipun. Kumpul dan simpanlah tulisan itu di blog anda dan suatu saat sudah menghasilkan banyak tulisan diterbitkan menjadi buku.

Menjadi seorang penulis tidak selamanya harus menghabiskan sebagian besar waktu yang ada. Kita dapat menggunakan waktu untuk menjalankan profesi lain yang bisa mendatangkan  penghasilan, namun bisa menggunakan sisa waktu untuk mengisi hobby dengan menulis.

Menghasilkan sebuah karya yang dibukukan, selain dapat mempublikasi diri juga kita akan mendapat pasif income. Pasalnya setiap penerbitan, bisanya akan memberikan royalty sekitar 10 persen bagi sang penulis, dibayar setiap enam bulan sekali sesuai jumlah buku yang terjual.

Tuan dan puan, tahukah anda kenapa kebanyakan orang yang sudah pensiun sering ngotot menjadi penulis? Pertama karena mereka ingin menjaga kesehatan dan tidak tidak mau jadi orang pikun. Kedua menulis adalah ladang dan sumber penghasilan, karena profesi menulis tidak dibatasi oleh usia.

Boleh percaya dan boleh tidak, belum pernah tercatat dalam sejarah ada kata “pensiun” bagi seorang penulis. Bahkan ada sejumlah orang yang bisa menulis sampai akhir hayat mereka. Masih banyak lagi manfaat dari menulis, silahkan dibuktikan sendiri tuan dan puan.(*)