Saturday 27 June 2015

In Memoriam Ben Mboi


  • “Saya Telah Mencapai Point of No Return”
                                                                                                                                                            Istimewa
PRABOWO--Ketua DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, didampingi Ketua Komisi V DPR RI, Fary Dj Francis, mendoakan jenazah mantan Gubernur NTT, dr. Ben Mboi, di rumah duka di Jakarta, Selasa (23/6/2015). 
“Saya telah mencapai point of no return. Melihat ke belakang sekarang, saya memilih probabilitas hidup yang 40 tahun persen itu,” tulisnya dalam memoar Ben Mboi, Memoar seorang dokter, prajurit, pamong praja halaman 46.  

Apa yang disampiakan oleh Ben Mboi ini sebagai respons dari briefing terakhir  dari Panglima Operasi Mandala Mayor Jendral Soeharto Di Pangkalan Udara Amahai, Pulau Seram, Maluku, tanggal 23 Juni 1962.

“Tugas kalian cukup berat. Saya perkirakan sekitar 60 persen dari kalian tidak akan kembali dan hanya 40 persen yang bisa selamat. Yang merasa ragu – ragu sekarang masih dapat mundur…” kata Mayjen Soeharto. Nyatanya tak seorang pun dari 206 anggota pasukan gabungan yang akan diterjunkan ke belantara Irian Barat yang mengambil tawaran itu.

Ben Mboi baru saja lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan secara sukarela ikut operasi militer parakomando. Penerjunan dengan tiga C-130 hercules itu dipimpin kapten Benny Moerdani (29), selaku komandan Gugus Tugas Operasi Naga, dan Kapten Bambang Soepeno sebagai wakilnya.

Dalam biografi Benny Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis, yang ditulis Julius Pour disebutkan, penerjunan di malam itu tak sepenuhnya berlangsung mulus.  Setidaknya delapan orang tewas karena masuk rawa, seorang dibunuh penduduk, seorang lagi meninggal karena sakit, dan tujuh hilang. Sebaliknya Benny  dan pasukannya berhassil mengikat 500 marinir Belanda.

Secara keseluruhan, upaya mengembalikan wilayah Irian Barat dari Belanda itu dinamai Operasi Trikora di bawah pimpinan langsung Presiden Soekarno. Untuk operasi militer itu, Bung Karno membeli banyak persenjataan dari Uni Soviet, diantaranya 24 pengebom Tu-16 yang amat ditakuti Barat serta segerombolan pesawat tempur MiG-19 dan MiG-17. Posisi Tu-16 amat strategis karena bisa digunakan untuk mengebom kapal induk Karel Doorman, senjata utama Belanda yang telah lego jangkar di perairan Biak.

Total TNI – Polri yang diterjunkan le Irian mencapai 1.419 orang. Dari jumlah itu, 216 orang gugur dan 296 lainnya ditangkap. Atas prestasinya, Benny Moerdani mendapat kenaikan pangkat menjadi mayor dan anugerah Bintang Sakti yang disematkan langsung oleh Bung Karno di Istana Merdeka pada Februari 1963. Ben Boi pun menerima anugerah serupa. Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapat penghargaan ini.

Peristiwa tanggal 23 Juni 1962 itu sepertinya kembali terjadi. Betapa tidak pada tanggal 23 Juni 2015, Ben Boi berada dalam posisi pasrah untuk menerima hari – hari terakhir hidupnya di dunia. Sebab, pukul 00.05 WIB, tanggal 23 Juni 2015, Ben Mboi menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Pondok Indah setelah keluar masuk rumah sakit sejak 19 Mei 2015.

Menurut penuturan Ignas Lega, yang sempat menjenguk almarhum di RS Pondok Indah, saat di RS almarhum masih bisa berkomunikasi walaupun sejumlah peralatan medis menempel di mulut dan hidungnya.

Bahkan ketika ditanya dokter terkait obat – obat yang dikonsumsinya selama diserang stroke, Ben Mboi masih bisa mengingat dan menulisnya secara jelas jenis obat yang dikonsumsinya. Termasuk tanggal dan tahun diserang stroke.
Perjuangannya selama selama di RS untuk sembuh masih sangat kuat. Namun, Tuhan memiliki maksud yang tidak dapat dimengerti manusia. Pada tanggal 23 Juni 2015 itu, kalimat yang sempat diungkapnya, “Saya telah mencapai point of no return” menjadi titik terakhir perjalanan hidup di dunia ini.

Hari ini Ben Mboi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di tempat ini Ben Mboi berkumpul dan “bersua” teman – teman bahkan komandannya ketika terjun untuk merebut Irian Barat. Acara pemakaman diawali seremoni adat ‘takeng peti’ dan ‘poe woja agu latung.’  Disusul misa requiem di Gereja St. Stefanus Cilandak dan seterusnya ke TMP Kalibata untuk dimakamkan secara militer. Selamat Jalan Pa Ben, jasamu terus kami kenang. (ery/dariberbagai sumber)

Diterbitkan pos kupang edisi cetak Kamis 25 Juni 2015

Ia Mengelus Lalu Mencium Patung Wanita Itu

                                                                                                                                                             POS KUPANG/SIPRI SEKO
Pantai Batu Nona di Kelurahan Lasiana, merupakan pilihan alternatif wisata pantai yang sangat mempesona.
SORE itu, seorang anak kecil berusia sekitar tujuh tahun berdiri sambil mengelus-elus sebuah patung yang nampaknya belum sebulan dipasang. Ada empat patung berbentuk dewa dan dewi dipasang di atas batu karang yang menjorok masuk ke dalam laut.

Anak kecil berambut keriting itu nampak tak peduli dengan panasnya teriknya mentari. Angin yang bertiup kencang, membuat rambutnya yang tak diikat, seperti hendak terangkat dari kepalanya. Sesekali anak itu memeluk patung wanita yang lebih tinggi darinya itu. Ia bahkan nekat mencium pipi patung wanita itu sambil tertawa puas.

Moment ini tak lepas dari jepretan kamera handphone kakaknya yang berusia sekitar 12 tahun. Kedua bocah cilik ini nampak sangat menikmati keberadaanya di Pantai Batu Nona. Puas bermain dengan patung-patung ini, kedua bocah perempuan ini beralih ke tempat duduk yang dibangun dengan semen. Namun hanya sebentar, karena di situ tertulis, yang duduk di kursi harus membayar.

Keduanya lalu masuk ke dalam laut. Air yang surut, membuat hamparan pasir di pantai yang bersih membuat keduanya tak ragu-ragu bermain pasir ataupun meloncat masuk ke dalam laut. Mereka nampak tak peduli dengan ratusan orang yang juga ikut menikmati keindahan Pantai Batu Nona.

Sejak dua bulan belakangan, pantai Batu Nona yang terletak di Kelurahan Lasiana nampak mulai ditata. Pantai yang terletak di antara Pantai Nunsui, Kelurahan Oesapa dan Pantai Lasiana, sudah mulai dikelola sebagai tujuan wisata. Kalau sebelumnya untuk masuk ke pantai ini tidak dipungut biaya, saat ini sudah ada. Sebuah palang sederhana dipasang di jalan masuk ke Pantai Batu Nona. Untuk sepeda motor dikenakkan tarif Rp 2.000 sedangkan mobil Rp 5.000.

Pungutan ini langsung dilakukan oleh warga setempat. Mereka mengaku, pungutan itu dilakukan sebagai biaya untuk membersihkan dan menata pantai agar tetap indah. Pungutan itu, kata mereka, sudah atas persetujuan pihak kelurahan yang dipercayakan kepada para tuan tanah. Dalam sehari, mereka bisa mendapat pemasukkan di atas Rp 200 ribu dan di atas Rp 500 ribu bila hari libur atau hari minggu.

Sebuah rumah makan yang menyediakan aneka masakan sea food dibangun di pantai itu. Ada juga tenda yang dibangun untuk pengunjung yang ingin makan aneka makanan yang disiapkan oleh pengelola kafe. Pengunjung bisa memanfaatkan fasilitas live music yang disiapkan pengelola kafe. Sebuah kolam renang berbentuk bulat dibangun di tepi pantai itu. Kolam ini, biasanya digunakan oleh mereka yang ingin membersihkan diri setelah mandi air laut.

Pantai yang dipenuhi pohon lontar, kelapa dan pohon lainnya ini memang tepat sebagai lokasi untuk sekadar melepas lelah sambil menikmati keindahan laut. Rindangnya pepohonan di sepanjang garis Pantai Batu Nona membuat warga sering menggunakannya untuk berbagai kegiatan seperti arisan, diskusi dan lainnya. Ada warga yang membawa ikan segar, membakarnya lalu makan di lokasi ini. Bahkan terkadang terlihat beberapa pemuda tanggung yang membeli sopi lalu menikmatinya bersama-sama di Pantai Batu Nona.

Pantai Batu Nona sudah menjadi salah satu favorit wisata pantai di Kota Kupang. Laut dan pasirnya yang bersih, membuat orang rela berlama-lama datang ke lokasi ini. Perlahan-lahan, pantai yang sebelumnya gratis dinikmati ini, mulai dikelola untuk mendatangkan keuntungan ekonomis bagi warga setempat. (eko)

Sumber http://kupang.tribunnews.com/2015/04/27/ia-mengelus-lalu-mencium-patung-wanita-itu

Pantai Kelapa Satu Tenau: Pesona yang Belum Dikenal

                                                                                                                                                            POS KUPANG/JOHN TAENA
 Pengunjung Pantai Kelapa Satu, Kelurahan Alak, Kota Kupang, menikmati keindahan alam sambil berfoto. Jumat (1/5/2015).
MENIKMATI liburan sekaligus melaksanakan tugas jurnalistik. Pantai Kelapa Satu, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang adalah pilihan yang tidak salah. Yaah! Tidak salah untuk menghabiskan hari libur kali ini. Pesona dari Tanjung Lontar memang belum dikenal oleh khalayak banyak, namun bukan berarti tidak mampu memikat hati setiap pengunjung.

Riuh suara sekawanan monyet yang tidak mau kalah dari hiruk pikuk arus lalu lintas Jalan M. Praja akan menyambut setiap pengunjung. Dari dalam hutan bidara dan kusambi, kicuan beraneka jenis burung memanjangkan telinga. Bak seorang bidadari yang hendak memamerkan kecantikannya untuk menyambut Pos Kupang, demikian hempasan gelombang laut dan buih di atas karang pantai.

Keindahan laut biru Tanjung Lontar baru setiap orang yang hendak melepas lelah pada hari libur dari segala kepenatan. Hutan kusambi dan bidara yang tumbuh rimbun di sekitar areal pantai sepanjang kurang lebih 2.000 meter ini akan menyajikan udara nan sejuk di siang hari. Begitupun cahaya kuning keemasan dari matahari ketika hendak kembali ke perut bumi terlihat indah saat menyentuh dahan-dahan pohon di hutan Pulau Semau.

Anggi Baba, warga Kuanino bersama dua orang anaknya adalah pengunjung yang sering mendatangi Pantai Kelapa Satu. Dia mengatakan, lokasi obyek wisata yang satu ini belum dilirik oleh pemerintah. "Kalau menurut saya, selama ini pemerintah hanya melihat Gua Monyet, sementara pantai ini belum," katanya.

Bukan tanpa alasan, pengunjung pantai kelapa satu berpendapat demikian. Akses menuju pantai yang berjarak sekitar dua ratus meter dari tepi Jalan M Praja tersebut belum ada. Kendaraan pengunjung diparkir di sekitar Gua Monyet. Selanjutnya para pengunjung akan berjalan kaki menusuri jalan setepak dan hutan belukar menju lokasi pantai. "Contohnya jalan masuk menuju pantai ini saja belum ada. Padahal ini adalah salah satu dan mungkin pantai terakhir di Kota Kupang yang belum rusak dan masih asli," ujar Anggi Baba.

"Di sini sejuk dan masih natural, tidak seperti pantai lain di Kupang. Kalau bisa jangan dimodifikasi, apalagi bangun gedung-gedung besar. Pantai ini belum dikenal dan memang belum banyak pengunjung, tapi biasanya kalau liburan saya dan teman-teman datang ke sini," ujar Cristian Putra, pelajar SMP di Kota Kupang yang datang bersama teman-temannya.

Setiap kali mengunjungi Pantai Kelapa Satu, para pelajar SMP ini akan enggan kembali sebelum matahari terbenam. Ketika matahari terbenam, pemandangan elok akan disajikan oleh alam dari dahan-dahan pohon di hutan pulau seberang, Semau. Selain itu juga keindahan pesona laut Tanjung Lontar akan melengkapi kunjungan setiap orang hingga petang di Pantai Kelapa Satu.

"Kami biasanya tunggu sampai sore baru pulang. Sebelum pulang kami mau melihat sunset di Pulau Semau biar minggu depan ujian bisa berjalan lancer," candanya. (john taena)


Sumber http://kupang.tribunnews.com/2015/05/04/pantai-kelapa-satu-tenau-pesona-yang-belum-dikenal

Thursday 26 March 2015

Korban Lakalantas Polisikan Seorang Gadis Cantik



ilustrasi gadis cantik oleh  google
Humbahamu.com — Ina Du’e (25) seorang gadis cantik di bilangan Jalan H.R. Korah
tidak pernah menyangka sebelumnya untuk menghabiskan hari liburnya di ruang pelayanan sentral kepolisian (RSPK) Sumba Timur. Peristiwa naas yang terjadi di Taman Kota Waingapu, Kamis (26/3/2015) ini bermula dari niat tulusnya untuk “melempar” kepada Umbu Raeng (27) sekitar pukul 16.00 Wita.

Kepada petugas di RSPK Sumba Timur, Umbu Raeng menjelaskan luka pada ke dua lutut dan lengannya yang terus berdarah itu disebabkan oleh ulah Ina Du’e. Selain itu korban mengaku tidak pernah mengenal pelaku sebelamnya namun dirinya merasa aneh dan heran ndengan perbuatan pelaku yang “melempari” dirinya dengan semyuman.

"Tadi saya mau ke pasar pake sepeda motor kongkor ini di jalan. Jadi begini pak, waktu sampai samping hotel merlin pas di belok masuk pasar, itu cewek jalan berlawanan arah dengan saya. Dia melemparkan senyuman kepada saya, tapi saya bingung karena tidak kenal makanya saya perhatikan terus dia. Lebih heran lagi semakin saya perhatikan, koq lama-lama dia pu senyumannya itu semakin lebar dan adu hai….. Saya pu jantung ini Depdikbud pak, waaaah rasa – rasanya mau copot saja. Saya terbuai, terlena dan terkapar jatuh menabrak tali kambing di pinggir jalan itu. Saya kehilangan kesimbangan dan rebah,” jelasnya.



Lebih lanjut korban menjelaskan, “Saya pu ini... Ini penuh dengan tai kambing pak. Tai kambingnya masih hangat lagi. Ada sedikit yang ketelan salah. Rasanya sengsara sekali Pa…. Tolong hukum itu nona Pak. Bilang dia pu nama itu ina du’e. Dia melakukan tindakan kriminal karena sudah melempar saya, walaupun bukan batu yang dia pake lempar tetapi senyuman yang dia lempar itu bagaikan menggetarkan jiwa. Makanya saya hilang keseimbangan,” kisah umbu raeng dengan gaya tutur sambil menangis karena tidak bisa mengendalikan emosinya.

Empat orang petugas polisi yang bertugas di RSPK semakin bingung. Para petugas yang menerima korban itu tidak pernah membayangkan ssebelumnya akan menerima materi laporan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam kebingunan, para petugas kepolisian sedikit tersenyum dan berusaha menenangkan Umbu Raeng.

Melihat kondisi korban yang berdarah akibat lakalantas tersebut, seorang petugas polisi dengan lembut dan halus serta penuh canda berusaha bertanya lagi. "Umbu… Umbu ternyata hari ini cintamu berakhir di tai kambing ya? Hehehe...yang sabar ya umbu," katanya sambil mengetik laporankorban. Sementara beberapa petugas yang lain di RSPK terlihat saling berbisik. Mereka kelihatan kebingungan entah Ina Du’e akan dijerat pasal berapa dalam peristiwa itu. Hingga saat ini belum bisa dijelaskan oleh pihak kepolisian.

Kepada wartawan di sela – sela isak tangisnya, Umbu Raeng mengaku masih terbayang-bayang dengan senyuman Ina Du’e."Senyumannya manis pak bisa bikin kenyang seketika. Tadinya saya lapar sekali jadi mau jalan pi cari warung makan, tapi herannya setelah melihat senyuman itu saya langsung kenyang pak. Mungkin senyumannya itu mengandung energy, tapi semoga saya bukan kenyang karena tai kambing pak," urainya yang ternyata juga seorang peternak kambing sukses.


Sementara Ina Du’e, pelaku "pelemparan" senyuman kepada korban saat ditemui di tempat terpisah, kepada Humbahamu.com, mengakui perbuatannya. Dengan singkat, padat jelas dan dia mengatakan, "Benar pak, saya memang tersenyum padanya. Tetapi saya kenal betul dia koq. Dia pernah tinggal gratis di hatiku cukup lama pak. Kalau tidak mau disenyumi cewek, tolong pak suruh dia jangan sampai secakep sekarang ini. Soalnya dulu dia biasa – biasa saja," kata Ina Du’e sambil menusuk lubang hidung dengan jari kelingkingnya.(dilarangtertawa/hbh)

Wednesday 18 February 2015

Meyza Mawarila Jamil di Luar Zona Nyaman



Meyza Mawarila Jamil
Kegagalan hanya situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam makna positif. Ingat, Amerika Serikat merupakan hasil dari kegagalan total sebab Columbus sebenarnya ingin mencari jalan ke Asia,” demikian petuah klasik nan puitis dari seorang penulis kondang berkebangsaan Italia, Eugenio Barba, yang mungkin  tidak dimaknai oleh semua orang.

Berbeda dengan salah satu karyawan BPJS Cabang Waingapu, Sumba Timur yang satu ini. Sebagai orang muda, dirinya selalu melihat peluang menuju kesuksesan dari balik kegagalan. Senyum manis selalu dihadiahkannya sebagai penyemangat untuk menapaki setiap anak tangga menuju puncak prestasi tertinggi.

Sikap dan tutur katanya halus. Memiliki wajah yang ayu bak seorang putri kerajaan, tidak membuat dirinya angkuh. Raut wajah yang cerah ceria dan senantiasa dipadu senyum manis dari balik bibir tipisnya, membuat wanita itu terlihat begitu anggun. Menyapa dengan lembut, penuh kehangantan paling tidak inilah kesan yang dialami Pos Kupang saat bertemu dan berbincang – bincang dengan Meyza Mawarila Jamil di kantor BPJS Cabang Waingapu, Sumba Timur, Senin (12/1/2015).

“Jangan hanya mencari kawan yang membuat kita merasa nyaman, carilah juga kawan yang memaksa kita untuk terus berkembang,” saran  perempuan kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), 2 Mei 1990 ini.

Jika seseorang tetap memilih hidup dalam zona nyaman, demikian Meyza, nyaris sudah dapat dipastikan yang bersangkutan akan sulit berkembang. Sebaliknya, mereka yang mau mencoba keluar dari zona nyaman, bisa dipastikan akan keluar sebagai penakluk tantangan dan menjadi sang juara. “Target dan tujuan dalam hidup itu sangat penting. Saya adalah orang yang keluar dari zona nyaman,” ujar dara manis yang akrab disapa Meyza ini. 

Setiap kalimat yang terucap, senantiasa dihiasi dengan senyum dari bibir tipisnya sebagai ciri khas seorang putri. Meyza tentu merupakan sebuah nama yang sudah tidak asing lagi bagi para pencinta kontes kecantikan di Tanah Air. Pasalnya sebagai orang muda berprestasi, Meyza pernah didaulat untuk mewakili NTB menjadi Putri Indonesia 2009. 



Menurut putri sulung dari pasangan Drs. Burchazwar Jamil dan Maria Jamil, tidak ada tantangan yang tidak bisa ditaklukan. Namun untuk menaklukan setiap tantangan, dibutuhkan optimisme dan semangat untuk terus belajar. Selain itu, tutur Meyza, kalau seseorang mau belajar dari kegagalannya, ia akan berbenah dan tampil lebih baik di masayang akan datang.

Wanita yang punya hobby modeling, membaca dan menulis ini, mengatakan, kalau belum berhasil mungkin itu kemenangan yang tertunda. “Kadang – kadang sesuatu yang kita bilang tidak bisa, tapi kalau berusaha pasti bisa.  Misalnya kalau kalah dalam sebuah perlombaan, terus kita perbaiki setiap kekurangan yang ada, tentu akan menjadi seorang pemenang pada perlombaan yang akan datang. Poinnya kegagalan itu dijadikan cambuk untuk menjadi yang lebih baik,”  katanya.

Sebagai seorang mantan Putri Indonesia 2009, Meyza memiliki pandangan tersendiri bagi dunia pariwisata NTT, khususnya Kabupaten Sumba Timur. “Sumba Timur memiliki potensi yang cukup besar di sektor pariwisata. Ada beberapa faktor yang selama ini belum diperhatikan, seperti akses transportasi menuju setiap obyek wisata. Begitupun dengan promosi pariwisatanya juga belum maksimal,” ujarnya.

Salah satu mantan duta wisata NTB ini berharap, ke depan Pemkab Sumba Timur harus lebih mengoptimalkan pengelolaan industri pariwisata di daerah itu. Pasalnya banyak potensi pariwisata, baik alam maupun budaya, yang belum  mendapat perhatian selama ini. Akibatnya, harapan untuk menarik perhatian para wisatawan domestik maupun manca negara belum tercapai. 

“Setiap daerah memiliki keunikan dan asset pariwisatanya masing – masing. Alam Sumba Timur itu seperti New Zeland. Saya berharap pemerintah dan pemimpin yang akan datang, bisa memperhatikan industri pariwisata di daerah ini,” saran lulusan Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram (Unram) tahun 2011 ini.(john taena)

Diterbitkan Pos Kupang cetak edisi Senin, 19 Januari 2015

Sunday 4 January 2015

Menulis Dapat Mencegah Stress dan Post Power Syndrome



Ilustrasi orang stress (Google)
Beta pernah mengajak tuan dan puan untuk menulis. Tahun lalu anda diajak untuk membuat  tulisan – tulisan sederhana sebagai publikasi diri. Itu baru salah satu contoh dari manfaat menjadi blogger dan rajin menulis. Mungkin pernah terbayang dan mungkin juga tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau menulis itu banyak manfaatnya termasuk untuk kesehatan.

Di sisi lain keuntungan dari menulis adalah mendapat kebanggaan tersendiri. Sebuah kebanggaan yang tak ternilai harganya. Dan hanya akan bisa diperoleh, ketika sudah menghasilkan sebuah tulisan, baik dalam bentuk buku maupun artikel sederhana.

Ketika tuan dan puan membuat sebuah tulisan lalu membayangkan jika suatu saat sudah tiada, sementara tulisan – tulisan kita masih tetap bertahan untuk dinikmati dan dibaca oleh generasi berikutnya. Katakanlah, tulisan yang dibuat saat ini akan dibaca oleh generasi mendatang pada tahun 2320 M. Tentunya sebagai pemilik tulisan itu sendiri anda akan merasa bangga, karena saat itu kita sudah tidak bisa berkata – kata lagi tapi pikiran kita masih terus terlihat dalam tulisan.

Puan mungkin sudah tiada, namun anak, cucu, cicit dan seluruh keturunannya akan bangga. Mereka bangga karena memiliki seorang moyang yang tidak hanya menghabis hidupnya untuk berbicara, melainkan bisa meninggalkan warisan dalam bentuk tulisan yang terus menerus dibaca oleh semua orang. Itulah yang disebut dengan warisan peradaban yang tak ternilai harganya.

Tuan, kata – kata akan terus berlalu dan hanyut bersama perjalanan sang waktu. Namun tulisan – tulisan akan tetap bertahan sampai kapanpun. Coba bayangkan di masa mendatang, pikiran yang tertuang dalam bentuk tulisan itu akan dikutip oleh seseorang. Saat orang itu berbicara di depan khalayak banyak, sambil mengutip dan ada namamu juga yang disebut.



Pikiran seseorang yang sudah dituangkan dalam tulisan bukan tidak mungkin akan menjadi inspirator. Misalnya sebuah tulisan tentang solusi – solusi hidup di perabadan modern. Bukan tidak mungkin juga sebagai pemilik tulisan itu sendiri, akan dianggap sebagai pemberi inspirasi dalam hal tertentu. Atau sebuah tulisan fiksi akan dijadikan hiburan. Otomatis anda sudah menjadi penghibur luar biasa bagi manusia lain di masa mendatang dari sekarang hanya dengan sebuah tulisan.

Berbicara tentang aktifitas tulis menulis, mungkin kebanyakan kita tidak pernah menyadari bahwa saat melakukan aktivitas demikian sangat bermanfaat untuk kesehatan. Setidaknya dapat mencegah kepikunan. Yaah kepikunan karena saat menulis sesuatu, terdapat ribuan bahkan jutaan jaringan otak kita saling keit mengait satu sama lain dan bergerak aktif dengan lincahnya  di dalam kepala kita.

Jika tuan dan puan tidak menggerakan sel – sel otak di dalam kepala, maka bersiap – siaplah untuk segera pikun. Alasannya sederhana, karena kalau sel – sel otak dalam kepala dibiarkan diam dan pasif terlalu lama, maka lambat laun akan mati. Semakin banyak jaringan otak yang mati, semakin cepat pula anda mengalami kepikunan.

Memang benar ada juga unsure negative yang beresiko bagi bagi kesehatan jika seseorang duduk terlalu lama untuk menulis. Namun kalau seseorang rajin menulis buku atau artikel apapun, akan lebih banyak mendapat manfaat positif bagi kesehatannya dibanding yang negative.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan, penyebab penyakit bagi diri manusia ditemukan lebih banyak karena factor stress. Sementara unsur fisik hanya menyumbang sekitar 10 persen. Ketika kita sudah membiasakan diri, untuk menyalurkan seluruh pikiran dan perasaan lewat sebuah tulisan sekecil apapun, otomatis dan sudah pasti akan terhindar dari stress.

Disaat menulis segala seseuatu, terdapat tiga unsure penting sebagai inti dalam diri mansia manusia akan diaktifkan pada saat yang bersamaan. Otak diaktifkan, hati dan jiwa pun demikian, kemudian perasaan dituangkan dalam tulisan. Inti dari diri manusia adalah otak, hati dan jiwa. Para blogger yang sebelumnya mengalami stress, dengan sendirinya hilang dan kesehatan kita sebagai manusia tetap terjaga bila sudah mulai menulis.

Stress biasanya dialami oleh seseorang saat perasaannya tidak dapat disalurkan. Begitupun istilah post power pyndrome yang mungkin sering kita dengar dan biasanya lebih sering dialami oleh para pensiunan. Meskipun baru saja menjalani masa pensiun, tapi seseorang sudah menikmati beberapa jenis obat penawar dalam mengisi hari – harinya. Maka menjadi orang yang rajin menulis, baik masih berusia muda maupun sudah tua, kita akan mampu menyalurkan perasaannya dan terhindar dari stress.  


Bila saat ini tuan dan puan masih aktif dan muda, sesibuk apapun pekerjaan anda cobalah meluangkan waktu paling tidak 30 menit setiap hari. Upayakan sebisa mungkin untuk menghindari stress dengan menulis.

Sudah saatnya sekarang, ambilah bagian menjadi seorang blogger pada akun blog gratisan sekalipun. Kumpul dan simpanlah tulisan itu di blog anda dan suatu saat sudah menghasilkan banyak tulisan diterbitkan menjadi buku.

Menjadi seorang penulis tidak selamanya harus menghabiskan sebagian besar waktu yang ada. Kita dapat menggunakan waktu untuk menjalankan profesi lain yang bisa mendatangkan  penghasilan, namun bisa menggunakan sisa waktu untuk mengisi hobby dengan menulis.

Menghasilkan sebuah karya yang dibukukan, selain dapat mempublikasi diri juga kita akan mendapat pasif income. Pasalnya setiap penerbitan, bisanya akan memberikan royalty sekitar 10 persen bagi sang penulis, dibayar setiap enam bulan sekali sesuai jumlah buku yang terjual.

Tuan dan puan, tahukah anda kenapa kebanyakan orang yang sudah pensiun sering ngotot menjadi penulis? Pertama karena mereka ingin menjaga kesehatan dan tidak tidak mau jadi orang pikun. Kedua menulis adalah ladang dan sumber penghasilan, karena profesi menulis tidak dibatasi oleh usia.

Boleh percaya dan boleh tidak, belum pernah tercatat dalam sejarah ada kata “pensiun” bagi seorang penulis. Bahkan ada sejumlah orang yang bisa menulis sampai akhir hayat mereka. Masih banyak lagi manfaat dari menulis, silahkan dibuktikan sendiri tuan dan puan.(*)

Saturday 3 January 2015

Anak Laihiding Melintasi Zaman



Anak Kampung Laihiding, Sumba Timur bertelanjang renangi sungai ke sekolah
Sejak puluhan tahun bangsa ini merdeka, jutaan orang telah menikmati manfaat pembangunan. Namun fakta di Dusun Laihiding, Desa Kiritana, Sumba Timur  tidak demikian. Hidup tak pernah mudah bagi sekitar 40 – an anak usia sekolah di kampung ini.

Kala musim panas dan kemarau panjang melanda Pulau Sumba setiap tahun, puluhan anak – anak usia harus menoreh keringat melintasi padang savanna. Bukan hanya sebatas itu, mereka juga harus menyebrangi derasnya aliran sungai untuk mencapai lokasi tempat menimba ilmu yakni SDN Kiritana.
Memiliki sebuah tas sekolah akan menjadi sangat istimewa bagi seorang anak meskipun sudah bertahun – tahun usianya. Sobek dan lusuh bukan masalah, namanya tetap sebuah tas sekolah yang tentu mahal nilainya. Meskipun sudah sobek dan lusuh, namun sebuah tas kresek tetaplah mahal nilainya bagi mereka.
Puan tentu bertanya, apa yang mahal dari sebuah tas kresek yang dapat dibeli dengan harga tiga seribu di pasar atau toko? Bahkan terkadang juga akan mendapatkan dengan gratis saat belanja di pasar. Bukan itu letak persoalannya tuan dan puan.
Tuan coba bayangkan, demi menimba ilmu seoarang anak di bawah usia 10 tahun harus berjalan kaki sejauh kurang lebih 10 kilo meter setiap hari pergi dan pulang. Meninggalkan rumah orang tua sejak tubuh dan baru akan tiba kembali di pemukiman penduduknya pada petang hari.
Usai renangi sunagi, anak Kampung Laihiding, Sumba Timur mendaki bukit ke sekolah
Di kampung ini tidak ada mobil mewah. Melihat sebuah kendaraan roda dua melintas padang savanna hingga di tengah pemukiman penduduk adalah sesuatu yang mustahil. Jarak yang demikian bukan ditempuh dengan alat transportasi seperti yang biasanya dipakai oleh tuan dan puan di kota.
Menenteng sebuah tas kresek yang sesak dengan buku, pena dan pensil serta penghapus adalah sesuatu yang senantiasa didambakan oleh puluhan anak usia sekolah dari Laihiding. Menapaki jalan setapak tanpa alas kaki di bawah terik mentari panas adalah sebuah kebanggaan menjadi anak sekolah.
Menanggalkan seragam merah putih, bertelanjang dan berenang sambil menenteng tas kresek yang diisi peralatan sekolah adalah semangat anak Laihiding. Tiba di seberang sungai dan kembali mengenaikan seragam merah putih, spirit anak dari kampung ini dalam melintasi zaman.
Tuan dan puan, berenang di aliran sungai yang jernih sekitar Sembilan bulan dan tiga bulan bertarung dengan banjir bukan hal baru lagi. Semuanya hanya demi mendapatkan ilmu di bangku sekolah dasar.
Setiap pagi mengucapkan selamat pagi ibu, selamat pagi bapak ku pergi sekolah menuntun ilmu demi masa depan tidak semudah dan segampang anak – anak di tempat lain. Sejak leluhur anak kampung laihiding, mereka sudah biasa untuk menyebrangi aliran sungai yang deras dan dalam.
Anak Kampung Laihiding, Sumba Timur bertelanjang & renangi sungai lagi ke sekolah
Mengayunkan satu persatu langkah kaki beberapa ribu meter, setiap mereka harus bertelanjang. Dan terjun… terjun ke dalam aliran sungai. Bereneng dan berenang hingga ke tepian. Selanjutnya, menapaki kaki bukit hingga ke puncak dan kembali menrun ke kaki bukit sebrang. Menapaki jalan setepak, menelusuri hutan belatantara hingga tiba lagi di tepi sungai. Kemudian seragam merah putih di tanggalkan. Bertelanjang lagi dan lagi. Terjun dan terjun lagi untuk berenang ke tepian.
Setibanya seberang, kembali mengenakan seragan kebanggaan bangsa. Kulit tubuh anak – anak sekolah inipun kembali dibungkus dengan warna Pusaka bangsa. Selanjutnya kaki mungil mereka diayunkan beribu kali dengan pasti hingga tiba di depan kelas dan siap menerima ilmu dari bapak dan ibu guru mereka.
Tuan dan puan, entah kapan bekas roda kendaraan akan terlihat tengah kampung Laihiding. Sudah sejak ratuasan tahun, ratusan jiwa warga Kampung Laihiding merindukan jalan raya, tapi entah sampai kapan kerinduan itu akan terobati? 

(Catatan pengalaman saat melakukan perjalana ke Kampung Laihiding bebera waktu yang lalu)




Tuesday 30 December 2014

Bupati Bantah Curi Empat Ekor Kambing



ilustrasi ruang sidang
Di sini. Di tempat ini, perempuan tua itu tertunduk lesu saat mernyaksikan jalannya sidang kasus pencurian empat ekor kambing miliknya. Mulutnya terus komat – kamit. “Andai Sudah Terjual kambing saya,” demikan sebuah kalimat ajaib yang tiada henti diucapkannya berulang kali.

Nenek tujuh orang cucu yang satu ini seakan tenggelam dalam hiruk pikuk para pencari keadilan di kantor pengadilan setempat siang itu. Tetesan bening – bening Kristal pun tak henti membasi keriput kulit, pembungkus tulang pipinya itu. Sehelai sapu tangan berwarna ungu digunakan sang janda itu untuk menghapus tetesan air matanya.

“Bagaimana tidak sedih?” kata Marsinda (52) saat ditanya. Sebagai seorang perempuan janda, dirinya telah kehilangan  empat ekor kambing yang telah susah payah dipeliharanya selama ini. “Saya datang ke sini untuk mencari keadilan,” katanya lagi.

Dia mengisahkan, untuk memiliki empat ekor kambing dirinya mulai dengan memilihara seekor ayam jago, yang kemudian dijual dan dibelinya lagi lima ekor ayam jago lagi. Setelah besar, kelima ekor ayam jantan itu dijual dan uangnya dipakai untuk membeli seekor kambing betina seharga Rp 500 ribu. Hingga akhirnya berkembang biak menjadi empat ekor kambing.

"kambing itu saya beli masih kecil dan sudah saya pelihara kurang lebih tiga tahun ini sampai beranak," katanya dengan terbata – bata sambil mengusap air mata.

Namun apa hendak dikata, sial tak dapat ditolak dan untung pun tak dapat diraih. Kini keempat ekor kambing miliknya yang dipelihara dengan susah payah telah raib digasak dimaling. Peristiwa itu bermula pada kamis dini hari saat kampungnya dilanda hujan deras.

Perempuan paruh baya itu terlihat begitu menyesal, karena sudah ada pembeli yang datang meminta membeli seekor kambing jantanya dengan harga Rp 2 juta, namun Ia masih bertahan dengan harga Rp 2,5 juta.

Nenek tujuh orang cucu yang satu ini sudah membayangkan bahwa dengan uang Rp 2,5 juta hasil penjualan empat ekor kambing itu, dia bisa membeli dua ekor kambing lagi untuk dikembangkan guna menopang hidupnya.

"Waktu itu sudah ada orang yang tawar dengan harga Rp 2 juta, tapi saya mau jual dengan harga Rp 2,5 juta," katanya.


Andai saja, sang nenek mau menurunkan harga salah satu ekor kambing jantan miliknya itu menjadi Rp 2 juta, bisa jadi pembeli mau dan kini dirinya tidak sekusut saat ini. Sebab saat si maling beraksi, kambingnya sudah laku terjual.

Namun hanya terpaut dua malam dari kedatangan pembeli itu, keempat ekor kambing kesayangannya hilang tanpa bekas digayang maling. Tekad Nenek Marsinda guna mengembangkan usaha peternakannya pun kandas.

"Kalau tidak salah, dua malam setelah pembeli itu datang, saya punya kambing hilang semua. Begitu pagi hari, saya mau kasih makan ternyata kandang sudah kosong," katanya.

Kini sang nenek hanya bisa pasrah sambil mengharap kepada majelis hakim dapat memberikan vonis hukuman yang setimpal dengan perbuatan. “ Saya tidak pernah membayangkan akan mendapat musibah ini. Saya hanya berharap kepada majelis hakim untuk menghukum pelaku yang seberat – beratnya,” pungkas Nenek Marsinda.

Tuan dan puan, kisah si kabayang pun terulang lagi di sini. Di tempat ini. Seorang pria, sebut saja Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir, dituduh mencuri empat ekor kambing. Namun lelaki itu membantah tuduhan tersebut saat ditanya oleh majelis hakim di ruang sidang pengadilan setempat. Alasannya, dia hanya mencuri seekor kambing betina.

“Saudara terdakwa, lantas siapa yang mencuri tiga ekor kambing yang lain? Berdasarkan keterangan saksi dan fakta – fakta di persidangan, semuanya mengarah kepada saudara terdakwa?” tanya majelis hakim.

“Majelis hakim yang terhormat, saya sudah bilang hanya satu ekor kambing betina yang dicuri. Bukan salah saya, kalau ketiga ekor anak kambing itu mengikuti induknya,” bantah  Petrus alias Penembak Misterius alias Bupati Sumba Pinggir.

Para majelis hakim dan seluruh pengunjung dibuat terbahak mendengar keterangan terdakwa. Seketika ruang sidang yang semula hening itu menjadi riuh akibat keterangan terdakwa yang mengiris perut hadirin dalam persidangan itu.


Di sini, di tempat ini tuan dan puan yang sejak tadi sudah terus membaca diminta untuk serius. Sekali lagi tetap serius, jangan tertawa tuan dan puan. Demikian kisahku dari Negeri Sumba Pinggir.(*)