“Karakter yang ditanamkan dalam diri setiap peserta didik adalah sikap bisa dipercaya atau tidak menipu. Mengerjakan sesuatu tanpa harus diawasi.”
Pos Kupang/John Taena
MOS — Siswa –
siswi SCHIPS and St. Peter’s School Kupang bersama para guru saat MOS di Pantai
Lasiana Kupang. Sabtu (8/8/2015)
|
Rambut
dikepang, diikat menggunakan tali rafia. Memakai topi setengah bola dan membawa
peralatan seperti ember serta sapu. Tak jarang ada yang harus membeli beberapa
botol bir ke sekolah. Belum lagi akan dipelonco oleh para senior, seperti push
up, jongkok, loncat dan beraneka ragam penyiksaan lainnya.
Opini publik telah
terbentuk sejak lama, Masa Orientasi Sekolah (MOS) identik dengan kekerasan.
Kejam dan tidak berperikemanusiaan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan
hakikat MOS sesungguhnya.
Memasuki tahun
ajaran, Nusa Cendana Internasional Plus School (NCIPS) and St. Peter's School
Kupang menerapkan metode yang berbeda dalam MOS bagi calon siswa. Sebagai salah
satu lembaga pendidikan yang menerapkan dua bahasa dalam proses belajar
mengajar, panitia menghilangkan stigma MOS itu kejam.
Hari Sabtu
(8/8/2015), ratusan siswa empat sekolah dari keluarga besar NCIS and St.
Peter's School, diarahkan panitia mengikuti kegiatan MOS di Pantai Lasiana
Kupang. "Suasana kebersamaan dibangun tapi masih tetap dalam pembentuk
karaktek," demikian Pasianus Payong Pulo, S.Pd, salah seorang guru di
lembaga tersebut kepada Pos Kupang di Lasiana, Sabtu (8/8/2015).
MOS itu intinya
pengenalan sekolah kepada peserta didik agar mereka menyesuaikan diri dengan
suasana baru. "Kegiatan di sekolah itu full dari pagi sampai sore (07.30
-14.15 Wita). Jadi kita pilih MOS di Lasiana sekalian untuk refreshing,"
jelasnya.
Ketika berada di
luar lingkungan sekolah, para calon siswa dan peserta didik didorong
meningkatkan rasa kebersamaan. "Tidak bisa dipungkiri sikap seperti ini
berkurang karena pola hidup individual," ujar Payong.
Di lokasi wisata
tersebut peserta didik pun mengasah kemampuan bahasa Inggris. Menurut dia,
pembinaan mental dan pembentukan karakter bukan hanya diberikan kepada siswa
baru melainkan para senior juga menjadi sasaran. Alasanya, dalam keseharian di
sekolah para siswa baru akan sosialisasi dengan senior mereka. Hal ini yang
harus ditanamkan agar para senior harus bisa menjadi panutan. Dan, lebih
penting lagi mereka saling menghargai.
"Dulu siswa
sangat menghormati satu sama lain, bukan hanya yunior menghormati senior atau
yang tua tapi semua orang saling menghargai. Suasana paling rusak di sekolah
saat ini adalah ketika guru mengajar di depan, para murid juga sibuk ngomong di
belakang," kata Payong Pulo.
Melihat realitas
miris itu, NCIPS and St. Peter's School Kupang merasa terpanggil untuk
mengembalikan dunia pendidikan pada relnya dengan tiada henti membentuk
karakter siswa. Untuk pembentukan karakter ini, para siswa diajak saling
menghormati ala budaya orang Jepang. "Saling membungkuk sebagai tanda awal
respek, bukan hanya kepada guru, tapi kepada semua orang tanpa kecuali itu karakter
pertama," katanya.
Karakter kedua
yang ditanamkan dalam diri setiap peserta didik adalah sikap bisa dipercaya
atau tidak menipu. Mengerjakan sesuatu tanpa harus diawasi. Selain itu tidak
mencuri dan bertanggung jawab. Kalau mendapat PR dan diminta untuk diselesaikan
dalam satu hari ke depan, maka harus bertanggung jawab dengan itu. Jangan
sampai tidak diselesaikan pada waktunya karena akan mengganggu jadwal kegiatan
yang lain.
Keadilan adalah
karakter keempat yang harus ditanamkan kepada para siswa. "Bekerja sama
itu tidak masalah tapi bukan untuk menguntungkan salah satu pihak dengan
cara-cara yang tidak sehat," katanya.
Terakhir adalah
sikap peduli. Karakter ini sangat penting dan perlu ditanamkan rasa peduli
serta empati terhadap sesama. "Jikalau kelima karakter itu dimiliki maka
ketika sudah saatnya menjadi pemimpin pasti mereka akan jauh lebih baik,"
demikian Payong Pulo. (john taena)
Sumber Pos Kupang cetak