“Di hutan yang didominasi semak belukar
dan pohon kayu putih ini, ada batang pipa ukuran 1,5 dim menyembul dari dalam
tanah dan bebatuan. Pipa tersebut mengeluarkan air.”
pos
kupang/julianus akoit
MENCARI
AIR - Dua bersaudara, Nelcy Nahak dan Ketty Nahak sedang mencari air di Hutan
Taubnono, Kupang Timur, Rabu (19/8/2015) siang.
|
JARUM jam tepat menunjuk pukul 12.00 Wita. Terik matahari terasa
membakar kulit. Di sebuah jalan berbatu dan dan berlubang-lubang, dua orang
wanita paruh baya mendorong gerobak berisikan 16 jeriken. Nafas mereka
terengah-engah. Peluh bercucuran membasahi tubuh mereka.
Mereka
menuju ke Hutan Taubnono, perbatasan Desa Tuatuka, Kecamatan Kupang Timur
dengan Kelurahan Nonbes, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang. Di hutan yang
didominasi semak belukar dan pohon kayu putih ini, ada batang pipa ukuran 1,5
dim menyembul dari dalam tanah dan bebatuan. Pipa tersebut mengeluarkan air.
Meskipun
cuma menetes tidak menentu, Ny. Nelcy Nahak dan Ny. Ketty Nahak tetap sabar
menunggu. Untuk 16 jeriken air berukuran 5 liter, mereka harus sabar menunggu
hingga 2 jam baru terisi penuh.
"Sejak
dulu, kami kekurangan air bersih. Di RW 10, ada 21 kepala keluarga yang harus
masuk hutan berburu air. Kami harus mete (begadang, Red) berburu air
malam-malam di hutan sampai pagi. Siang begini pun masih ada yang datang antre.
Jadi 24 jam orang datang antre air," jelas Ny. Nelcy dibenarkan saudara
kandungnya, Ny. Ketty.
Dulu
sekali, lanjut Nelcy, warga setempat hanya membeli air yang dibawa tukang ojek.
Biasanya tukang ojek membawa dua jeriken besar, masing-masing ukuran 20 liter
yang ditebus seharga Rp 10.000 per jeriken. Saat memasuki puncak kemarau bulan
September - November, tetesan air dari pipa mulai berkurang. Warga membutuhkan
waktu lebih lama untuk antre air di kawasan Hutan Taubnono.
"Tahun
2010 lalu, kami dapat bantuan 3.000 batang pipa ukuran 1,5 dim dari PNPM. Itu
pun dana sisa PNPM dari Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi sebesar Rp 120 juta.
Uang itu dipakai untuk beli 3.000 batang pipa dan buat bak resevoir satu unit
sebesar 2 x 2 meter," kisah Mathias Nahak, Ketua RT 20.
Sayang
sekali, 3.000 batang pipa itu tidak cukup mengalirkan air sampai pemukiman
penduduk. Sambungan pipa cuma sampai hutan Taubnono. Sebab jarak sumber air
Oe'uki ke pemukiman sejauh 4,5 kilometer.
"Lalu
warga di sini swadaya beli 65 batang pipa plastik untuk disambung lagi. Tapi
belum juga sampai ke pemukiman. Terpaksa kami harus pakai gerobak masuk hutan
ambil air," jelas Mathias.
Ia
berjanji membuat proposal mencari bantuan dana kepada para donatur.
"Supaya bisa membeli pipa untuk disambung lagi masuk ke pemukiman
warga," ujarnya berharap. Semoga ada yang membantu.(julianus akoit)
Sumber Pos Kupang cetak
edisi Kamis 20 Agustus 2015, halaman 1
No comments:
Post a Comment