Sunday 31 July 2016

Sorgum dan Pertobatan Ekologi Umat (2)

                                                                                                              POS KUPANG/JOHN TAENA
Kebun sorgum milik warga Dusun A, Desa Waikerong, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata. Selasa (10/5/2016).
KEPUTUSAN menjadikan sorgum sebagai tanaman kebanggaan yang digagas Keuskupan Larantuka sejak tahun 2009 butuh waktu panjang untuk sukses. Berbagai pihak yang menemui Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong Kung, Pr untuk menawarkan bantuan kepada umat di desa-desa selalu tidak bertahan lama.

Pihak yang akhirnya berhasil membudidayakan sorgum di wilayah Keuskupan Larantuka adalah Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati).

"Saya bilang sudah terlalu banyak kelompok LSM yang datang menawarkan bantuan ke desa-desa. Apakah boleh kamu datang dan tinggal di desa, hidup dengan masyarakat di desa dan bekerja dengan mereka supaya seperti apa kehidupan dan pembangunan di desa itu dirasakan? Kalau kamu bersedia silakan," kata Uskup Frans mengulang pernyataanya saat pertama kali didatangi Maria Loreta yang ingin mengembangkan tanaman sorgum di Flores Timur.

Maria Loreta mengikuti anjuran Uskup Frans. Pengembangan sorgum yang hanya sekali tanam namun bisa panen berulang itu berhasil. Sorgum pun terbukti lebih tangguh menghadapi hama serta iklim yang tidak menentu.Di saat padi dan jagung gagal panen karena kekurangan air, sorgum malah bertumbuh subur di lahan kritis.

Menurut Direktur Yaspensel Keuskupan Larantuka, Romo Benyamin Daud, Pr saat panen raya sorgum di Dusun Likotuden, Desa Kawelelo, Kecamatan Demon Pagon, Flores Timur, Senin (9/5/2016), saat curah hujan terbatas akibat perubahan iklim, sangat cocok menanam sorgum yang tidak butuh banyak air.

Hal senada dikatakan Direktur Program Yayasan Kehati Teguh Triyono, saat acara panen raya sorgum di Dusun A, Desa Waukerong, Kecamatan Nagawutun, Kabupaten Lembata, Selasa (10/5/2016).

Teguh menjelaskan, sorgum merupakan pangan lokal bergizi tinggi dan memiliki banyak keistimewaan. "Sederhananya begini, kalau ada yang sakit gula, lalu diteruskan makan beras, maka akan bertambah parah sakitnya. Tapi kalau pakai sorgum, bisa menghindari diabetes, karena kadar gulanya rendah," ujarnya.

Para petani yang selama ini didorong oleh Yayasan Kehati dan Yaspensel Keuskupan Larantuka menanam sorgum dibanding padi dan jagung karena jenis tanaman ini lebih tahan panas.
Menurut Teguh, kondisi alam daerah ini sangat menjanjikan untuk budidaya sorgum. Petani cukup menanam sekali, tapi dapat memanen berulang kali. Berbeda dengan nasib petani sorgum di luar negeri seperti Taiwan dan Cina yang hanya sekali panen.

"Di Taiwan dan China petani hanya panen satu kali setahun. Beda dengan kita, sekali tanam sorgum bisa panen berulang kali. Sekali potong dan masih ada sedikit air, sorgum bisa tumbuh dan bisa dipanen lagi. Itu adalah anugerah kita," ujar Teguh.

Dirut Yayasan KEHATI, M. Senang Sambiring, mengungkapkan rasa terima kasih kepada para petani di NTT. Menurut dia, setiap daerah memiliki ciri khas dan keunggulan sendiri. Hal ini perlu disuarakan terus oleh seluruh petani. Tujuannya agar ke depan bisa diperhatikan oleh pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan.

Sorgum dari Pulau Flores lebih berkualitas dibanding daerah lain. Hal ini terlihat dari hasil uji laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong Kung, Pr, mengatakan, kehadiran Yayasan Kehati telah mendorong umat di keuskupannya untuk mengembangkan sorgum sebagai keunggulan yang dimiliki.
"Saya bermimpi ke depan generasi muda harus mencintai tempatnya. Mencintai lautnya, juga harus mencintai wilayahnya. Ketika berhenti dari sekolah karena orangtua tidak mampu melanjutkan, jangan pikiran yang ada itu adalah Malaysia. Semua hanya Malaysia padahal di sini juga bisa," ujar Uskup Frans.


Uskup Frans mengajak bupati dan wakil bupati, anggota DPRD dan seluruh instansi pemerintah untuk terus mendorong pengembangan tanaman sorgum di wilayah itu. (john taena/habis)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber Pos Kupang cetak, edisi cetak (Minggu, 16/5/2016 )

No comments: